Peristiwa Nasional

APH Diminta Turun Tangan Tindaklanjuti Temuan BPK di Kemenkes

Minggu, 29 Mei 2022 - 18:31 | 84.69k
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan RI. (FOTO: dok. bpk.go.id)
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan RI. (FOTO: dok. bpk.go.id)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Aparat penegak hukum diminta segera menindaklanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan banyak kejanggalan dalam pengadaan alat rapid test antigen di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun anggaran 2021 senilai Rp1,46 Triliun.

BPK juga menemukan kelebihan pembayaran pengadaan alat kesehatan penanganan Covid-19 di Kementerian Kesehatan sebesar Rp167 Miliar di tahun yang sama untuk pengadaan alat pelindung diri, masker, handscoon non-steril dan reagen PCR senilai Rp3,19 Triliun.

"Kalau ada penyimpangan berarti harus masuk ke ranah hukum. BPK harus menyiapkan bukti ke penyidik hukum," tegas Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (29/5/2022).

Dalam penilaiannya, penyimpangan ini tidak bisa dianggap hal biasa dan wajar. Hal ini dikarenakan kasus tersebut terjadi berulang kali sejak pandemi Covid-19 pertama kali terjadi pada tahun 2020.

"Bukan hanya Kemenkes, tapi juga vendor-vendor, dan BUMN yang terlibat dalam pengadaan ini. Makanya harus ada penyidikan lebih lanjut, panggil aja Menteri Kesehatan, karena ini atas perintah dia, biar tanggung jawab dia," tegas Uchok.

Dalam pengadaan vaksin Covid-19, BPK diketahui menemukan sejumlah kejanggalan. Dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II, lembaga auditor negara mencatat bahwa sebanyak 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa melalui penerbitan izin bets atau lot release.

"Vaksin itu juga belum menyediakan informasi bets/lot release yang tepat waktu, lengkap dan dapat diakses real time oleh pihak yang membutuhkan," kata Ketua BPK, Isma Yatun saat menyampaikan laporan IHPS II BPK di Jakarta, Selasa 24 Mei 2022.

Selain itu, BPK menemukan alokasi vaksin Covid-19, logistik, dan sarana prasarana belum sepenuhnya menggunakan dasar perhitungan logistik dan sarana prasarana sesuai dengan perkembangan kondisi atau analisis situasi terbaru.

Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan vaksinasi Covid-19 dinyatakan belum sepenuhnya didukung dengan sistem informasi pencatatan yang dapat memastikan hasil vaksinasi pada seluruh fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kondisi sebenarnya, dan seluruh hasil vaksinasi telah dicatat dengan informasi yang lengkap dan tepat waktu.

"Selain itu, sistem informasi yang tersedia belum dapat disandingkan dengan seluruh data dan informasi yang mendukung pelaksanaan vaksinasi," ungkap Isma Yatun.

BPK merekomendasikan agar BPOM melakukan penyesuaian regulasi terkait penerbitan izin bets/lot release. Rekomendasi itu menyesuaikan dengan Peraturan Presiden No 99 Tahun 2020 tentang pengadaan dan pelaksanaan vaksin dalam rangka penanggulangan pandemi Corona virus Disease 2019.

Sebelumnya, dalam amar putusan MA terkait Perpres nomor 99 tahun 2020, bahwa pemerintah wajib menyediakan vaksin halal kepada masyarakat muslim. Sayangnya, sampai saat ini baik dalam SK Menkes dan SE Ditjen P2P, pemerintah masih belum menyediakan vaksin halal secara proporsional sesuai dengan jumlah penduduk muslim di Indonesia.

Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) sendiri diketahui menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2021 kepada Ketua DPR awal pekan kemarin. IHPS II Tahun 2021 merupakan ringkasan dari 535 laporan hasil pemeriksaan (LHP), terdiri atas 3 LHP Keuangan, 317 LHP Kinerja, dan 215 LHP Dengan Tujuan Tertentu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES