Peristiwa Daerah

Longsor Hantui Sekitar 1.500 Rumah di Sepanjang Sempadan Sungai Brantas Malang

Selasa, 24 Mei 2022 - 15:07 | 49.10k
Lokasi bangunan longsor di kawasan Muharto Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia).
Lokasi bangunan longsor di kawasan Muharto Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, MALANG – Cuaca ekstrem nampaknya masih terus berlangsung lama. Ribuan rumah di sempadan sungai Brantas di kawasan Malang dihantui bencana longsor.

Diprakirakan, cuaca ekstrem tak berhenti di awal Mei 2022 saja. Bahkan, di Malang Raya sendiri nampaknya hujan dengan intensitas tinggi masih akan terus berlangsung hingga Juni 2022 mendatang.

Perum Jasa Tirta (PJT) I selaku pengelola Sungai Brantas mengimbau masyarakat yang tinggal di sempadan sungai untuk tetap waspada. Meski hujan tak terjadi di setiap harinya, ancaman longsor masih saja terus mengintai setiap saat.

Direktur Utama (Dirut) PJT I, Raymond Valiant menyebutkan, setidaknya ada sekitar 1.500 rumah di sempadan sungai Brantas, khususnya di wilayah Kota Malang rentan terkena longsor.

Bahkan, di tahun 2022 saja, sudah terjadi longsor di belasan titik yang membentang di sepanjang sungai Brantas. Mulai dari Kali Bango, Kali Amprong hingga Kali Metro. Terparah, sempat terjadi di wilayah Celaket hingga Muharto di awal 2022 lalu.

Muharto-Kota-Malang-b.jpgSejumlah rumah di sempadan sungai di kawasan Kampung Warna Warni Jodipan Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

"Bagi masyarakat yang sudah terlanjur bermukim di sana (sempadan sungai), perlu meningkatkan kewaspadaan. Kalau sudah ada retakan, itu pertanda longsor," ujar Raymond, Selasa (24/5/2022).

Menurut Raymond, mengingat kondisi geografis dan geologi Kota Malang ini berada di elevasi 380 sampai 400 mdpl. Sebagian besar, tanahnya terbentuk dari hasil pelapukan material erupsi di masa lalu.

"Jadi tanahnya relatif mudah erosi, mudah jenuh apalagi ditambah aktivitas pemukiman yang semakin hari justru semakin bertambah," ungkapnya.

Meski begitu, fenomena aktivitas permukiman di sempadan sungai ini diakuinya tak bisa dihentikan begitu saja. Perlu adanya rencana teknis yang panjang dan memakan banyak biaya, salah satunya relokasi.

"Yang terpenting edukasi. Saya yakin, tidak ada orang mau tinggal di sempadan sungai kalau gak kepepet ekonomi dan kebutuhan lain," tuturnya.

Langkah terdekat, lanjut Raymond, yakni mencegah aktivitas permukiman baru di sempadan sungai. Kesadaran ini harus bisa dilakukan hingga yang paling dasar, yakni pemangku kepentingan wilayah diantaranya RT/RW yang mengetahui secara detail wilayahnya.

"Paling tidak jangan ditambah lagi. Kalau mau ada yang baru ya dilarang saja. Kalau yang terlanjur bermukim ya diedukasi untuk waspada atau pindah," tegasnya.

Sementara itu, upaya PJT I adalah melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat untuk memberikan rekomendasi terkait pemetaan wilayah rawan kebencanaan.

"Dalam waktu dekat kami akan melakukan pemetaan untuk pemutakhiran data wilayah rawan bencana di sepanjang Daerah Aliran Sungai Brantas," pungkasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES