Ekonomi

Impor Baja Satu Pintu di Kemendag RI, DPR RI Pertanyakan Kritik untuk Kemenperin RI

Kamis, 12 Mei 2022 - 18:36 | 53.03k
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga - (FOTO: dok DPR RI)
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga - (FOTO: dok DPR RI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Lamhot Sinaga menyatakan bahwa permasalahan impor baja tidak bisa dilepaskan dengan adanya Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

"Permendag 20 Tahun 2021 itu asal muasalnya, karena semuanya jadi satu pintu, ini biang keroknya," tegas Lamhot Sinaga kepada TIMES Indonesia, Kamis 12 Mei 2022.

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Utara II itu menyatakan demikian sejalan dengan pernyataan rekannya dari Komisi VI DPR RI Andre Rosiade. Dimana Andre disebutnya menyudutkan Kementerian Perindustrian terkait importasi besi baja, padahal pangkal masalah ada pada Kementerian Perdagangan. 

Lamhot meminta Andre berlaku obyektif dalam memberikan pernyataan terkait impor baja. Apalagi aturan di Kemenperin telah diubah atau diganti menjadi Permenperin Nomor 04 Tahun 2021. Dan lagi, Kementerian Perindustrian RI merupakan kementerian yang menjadi mitra kerja Komisi VII DPR RI, bukan mitra kerja Komisi VI DPR. 

"Seharusnya yang dipersoalkan Permendag 20, itu (Kemendag) juga mitra kerja Komisi VI. Dalam Permendag itu disebutkan tidak perlu lagi syarat teknis dari Permenperin untuk impor baja. Kenapa tidak menyoroti itu Andre?," ucapnya. 

Ketua DPP Partai Golkar itu mengungkapkan keberadaan Permendag Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Kata dia, dalam aturan itu mencakup rencana pelaksanaan neraca komoditas ekspor dan impor dan menjadikan kebijakan ekspor dan impor menjadi satu pintu di Kemendag RI.  

Kementerian Perindustrian, lanjut Lamhot, hanya sebatas memberikan rekomendasi teknis. Rekomendasi itu pun diambil Kemenperin dengan mempertimbangkan banyak hal. utamanya menyangkut kebutuhan baja secara nasional. Kemenperin tidak akan memberikan rekomendasi jika kebutuhan dalam negeri terhadap baja sudah terpenuhi.

"Kemenperin tidak mungkin memberikan rekomendasi jika kebutuhannya sudah terpenuhi, tidak mungkin. Kemenperin itu memberikan persetujuan teknis juga harus sesuai dengan kebutuhan nasional," jelas Lamhot.

"Rumusnya sederhana, kalau kebutuhannya sudah terpenuhi, maka persetujuan teknis yang dimohonkan perusahaan itu tidak akan disetujui. Banyak juga kok permohonan yang ditolak Kemenperin, jadi bukan berarti semua permohonan pihak swasta itu otomatis disetujui," sambungnya.

Sekedar diketahui, Asosiasi Industri Besi dan Baja Nasional/The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) sebelumnya menyampaikan beberapa faktor yang menyebabkan impor baja meningkat signifikan. Salah satunya overcapacity yang terjadi di China yang memiliki produksi sebesar 1,03 miliar ton pada tahun 2021.

Banjir impor terjadi karena maraknya praktik unfair trade seperti dumping dan circumvention (pengalihan kode HS). Karena itu pula, sepanjang tahun 2021, impor baja Indonesia tercatat mencapai 5,8 juta ton atau lebih tinggi 22% secara tahunan atau year on year (yoy).

Di sisi lain, Kejaksaan Agung mengendus dugaan keterlibatan pihak-pihak terkait dari Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dalam perkara dugaan korupsi impor besi atau impor baja, baja paduan, dan produk turunannya pada 2016 sampai 2021. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES