Kopi TIMES

Gaya Kepemimpinan Gus Dur, Refleksi untuk Pemimpin Masa Kini

Kamis, 12 Mei 2022 - 17:33 | 834.46k
Isna Asaroh, Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Jember.
Isna Asaroh, Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Jember.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan sapa-an Gus Dur merupakan salah satu tokoh muslim sekaligus tokoh politik Indonesia yang lahir di Jombang, pada 7 September 1940. Lebih lengkapnya beliau dikenal sebagai presiden ke-empat Republik Indonesia pada masa jabatan tahun 1999 - 2001.

Selain itu, beliau juga dikenal dari silsilah keluarganya, yakni sebagai cucu dari K.H. Hasyim Ash'ari, seorang tokoh utama dari pendiri Nahdhatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi Islam terbesar di dunia dan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang serta tercatat sebagai pahlawan nasional dalam sejarah. Begitu pula ayahandanya (K.H. Wahid Hasyim) yang juga dikenal sebagai pahlawan nasional dan menjabat sebagai Menteri Agama pertama RI pada masa-masa awal kemerdekaan.

Sebagai salah satu tokoh yang pernah memimpin Indonesia, Gus Dur mempunyai beberapa kekhasan yang membedakannya dengan pemimpin lainnya. Kekhasan yang pertama dan paling jelas terlihat dari latar belakangnya sebagai Gus yang merupakan salah satu gelar yang akrab dengan kehidupan dalam lingkungan pesantren tradisional. Hal ini berarti bahwa Gus Dur menjadi presiden pertama di Indonesia yang berasal dari kaum santri dan dibesarkan dalam lingkungan keagamaan yang kuat. Sebagaimana telah disebutkan bahwa kakek dan ayah beliau merupakan salah satu tokoh besar Islam di Indonesia.

Kekhasan selanjutnya yakni Gus Dur juga dikenal aktif dalam berbagai diskusi. Ketika studi di Kairo dan Baghdad, beliau banyak bertukar pemikiran dengan pelajar-pelajar Indonesia lainnya yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia. Ide-ide dan esai-esainya yang jenaka pun provokatif menjadikan Gus Dur sebagai seorang yang cepat dikenal. Selanjutnya, kepulangannya dari studi di Kairo dan Bagdad tidak mengubah kegemaran dalam berdiskusi. Adapun, topik-topik yang paling digemari beliau antaranya menyoal politik Indonesia, masa depan Indonesia, serta Islam dan modernitas. 

Selain itu, Gus Dur merupakan seorang intelektualis Muslim dan seorang akademisi yang banyak menuangkan pemikirannya melalui berbagai tulisan terkait persoalan- persoalan keislaman pun keindonesiaan. Keaktifannya dalam menulis telah dimulai sejak beliau masih muda. Hal tersebut dimulai ketika masih di pesantren dan saat belajar di Kairo dengan menulis pada majalah-majalah, sampai akhirnya dapat menerbitkan buku-buku yang hingga saat ini banyak di kenal oleh para intelektualis, khususnya kalangan intelektual Muslim.

Intelektualitas yang dimiliki Gus Dur telah terbentuk sedari beliau kecil, dimana Gus Dur tumbuh dan berkembang dengan berbagai buku yang menemaninya. Hal ini tentu bukanlah hal yang janggal, sebab ayahnya (K.H. Wahid Hasyim) mendidik Gus Dur agar dapat tumbuh menjadi seorang yang seperti itu. Gus Dur pun saudara-saudaranya diarahkan untuk  banyak membaca pada berbagai topik, yang kemudian datang untuk didiskusikan. Berangkat dari pola asuh yang demikian, Gus Dur tumbuh menjadi seorang intelek yang terbuka terhadap berbagai pandangan dan keilmuan dan tidak hanya terbatas dalam keilmuan Islam saja.

Selain dari ke-khasan yang tersebut diatas, Gus Dur juga dikenal sebagai tokoh yang kontroversial. Seringkali beliau melontarkan ide-ide atau bersikap dengan hal yang sukar untuk dipahami. Hal tersebut, kadang kala menjadi sulit diterima oleh orang lain dan berujung menghadirkan kritik, terlebih saat mengungkapkan dalam posisinya sebagai presiden. Namun  menurut beberapa orang yang mengenal Gus Dur dengan baik, sikap dan pemikiran serta pendiriannya yang tidak seperti lazimnya pemimpin lain justru menjadi bukti atas kecemerlanganya dalam berfikir. 

Adapaun konntroversi yang timbul bukanlah berasal dari sikap atau pemikiran Gus Dur yang sembarangan, melainkan disebabkan oleh pemikirannya yang melampaui lainnya. Atau mungkin jika Gus Dur memang sembarangan, hal tersebut tidak berarti keluar tanpa kesadaran pada segala konsekuensi yang harus diterima. Tak jarang sikap inilah yang menjadikan posisi beliau menjadi sulit. Dan pada akhirnya hal itu dibuktikan dengan turunnya beliau dari kursi kepresidenan pada tahun kedua masa kepemimpinannya.

Pada saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden, telah banyak perubahan mendasar yang dilakukan dari tingkat peranan militer, baik dalam kancah sosial maupun politik. Selain itu, Perubahan yang dilakukan Gus Dur yang lain berkaitan dengan  demokratisasi politik, dalam hal ini beliau telah banyak melakukan perubahan-perubahan dalam hal pandangan dalam beragama, birokrasi dan social. Beliau menempatkan posisi militer sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan nasional secara profesional. Selain merubah peranan militer, Gus Dur juga melakukan likuidasi Departemen sosial, dimana pada saat itu Gus Dur hanya melihat Departemen itu sebagai sarang dari berbagai penyimpangan misalnya korupsi dan dana bantuan kemanusiaan yang tidak secara utuh sampai pada korban bencana alam.

Sebagaimana dijelaskan, Gus Dur lahir dan dibesarkan pada lingkungan yang sangat kental dengan Jawa-Islam, utamanya dari sub-kultur pesantren. Lingkungan tersebut kemudian memberikan pengaruh terhadap kebiasaan dan pandangan politik Gus Dur selama menjadi Presiden. Salah satu pandangan Gus Dur dalam tata kelola Negara yakni mengenai konsepsi sebuah negara modern yang menurutnya: kewenangan dan peran negara yang besar sebagai alat bagi tujuan politik perlu untuk dibatasi. 

Pemikiran Gus Dur yang anti totalitarianisme tersebut merupakan cerminan dari politik santri yang dalam bermasyarakat tidak terbiasa berada dibawah kungkungan negara. Selain pandangan politik, kebudayaan Jawa juga berpegaruh dalam langkah politiknya. Gus Dur sering melakukan ziarah ke makam-makam (yang dianggap) keramat sebagai pegangan dalam menentukan kebijakan politik yang diambil.

Sebagai presiden, Gus Dur juga melakukan berbagai upaya dalam merekonstruksi keadaan masyarakat dalam kontribusinya untuk mencapai tujuan Negara dengan maksimal. Gus Dur melakukan berbagai upaya untuk mengubah konstruksi sosial masyarakat warisan orde baru yang tradisionalisme-feudalistik menuju masyarakat yang progresif dan demokratis. Selain itu, Gus Dur berhasil untuk membangun kepercayaan public (masyarakat) terhadap pemerintah melalui berbagai kebijakannya yang berpihak pada kepentingan umum. 

Adapun Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Gus Dur selama masa kepemimpinannya, yaitu Affiliative Leaders yang mengutamakan anggotanya dan Coercive Leaders yang berdasarkan pada konsep “perintah dan kontrol”. Penerapan Affiliative Leaders terlihat pada pembuatan kebijakan dalam upaya mensejahterakan Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui kenaikkan gaji yang tidak tanggung-tanggung, yakni sebesar 100% dari periode sebelumnya. Sementara, gaya Coercive Leaders diterapkan Gus Dur untuk melakukan upaya reformasi besar-besaran terhadap peran dan internal Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dilakukan secara satu arah.

Pada kepemimpinannya, Gus Dur juga menerapkan tipe kepemimpinan demokratis yang dapat dilihat melalui berbagai pengambilan kebijakan yang kerap menunjukkan adanya sebuah konsensus bersama. Dalam menerapkan kepemimpinannya yang demokratis misalnya terlihat ketika Gus Dur menangani permasalahan yang ada di Papua yang ditempuh melalui jalan dialog interaktif dengan masyarakat Papua. Melalui pendekatan tersebut, Gus Dur berupaya untuk merumuskan kebijakan yang tepat dan inklusif dengan menjaring aspirasi masyarakat Papua. Selain itu, dalam tata kelola Negara Gus Dur juga melakukan berbagai upaya dalam menghilangkan warisan orde baru pada segala bentuk hegemoni elit politik untuk menciptakan masyarakat yang lebih demokratis.

Selain itu, Gus Dur dikenal sebagai pemimpin yang karismatik. Sifat karismatik Gus Dur salah satunya terpancar melalui pemikirannya yang tangkas dan tajam. Hal ini berdasar pada kebijakan Gus Dur dalam memberi perubahan yang positif pada berbagai bidang. Selain itu, karisma Gus Dur berasal dari sifatnya yang rendah hati dan sederhana, serta humoris. Banyak orang dan berbagai kelompok dalam masyarakat, terlepas dari kalangan NU ataupun di luar NU akhirnya mencintai dan mengaguminya, melalui sikap dan perlakuan baik yang selalu ditunjukkan Gus Dur. 

Gus Dur juga dikenal sebagai bapak Pluralisme di Indonesia, hal tersebut berdasar pada realita semasa hidup beliau yang selalu membela kaum minoritas dan sangat anti dengan kekerasan pun ketidakadilan. bahkan dengan gagah berani beliau meresmikan agama baru yaitu Konghucu sebagai salah satu agama yang resmi di Indonesia. Dalam pandangan beliau, Tuhan itu tidak perlu untuk dibela, namun manusia sebagai makhluknya lah yang perlu untuk di bela. Sehingga apabila setiap golongan merasa yang paling benar maka itulah sebuah kesalahan, sebab agama Islam mengajarkan ummatnya untuk selalu menyebarkan nafas-nafas Islam dalam kehidupan bernegara di Indonesia, bukan lah mendirikan Negara Islam. 

Sehingga kata-kata yang sering digunakan oleh beliau adalah “Pribumisasi” bukan lah “Arabisasi”. Gus Dur dalam hal ini tidak sedikitpun memberikan gambaran dirinya sebagai penganut Pluralis dengan pengertian membenarkan seluruh agama ataupun berbagai aliran kepercayaan lainnya melalui kesamaan dalam derajat keimanannya. Melainkan, memberikan rasa hormat kepada setiap ajaran agama atau kepercayaan yang diimani oleh penganutnya. Sikap Gus Dur yang demikian dengan menghormati keyakinan yang berbeda tidak berarti bahwa  Gus Dur menjadi penganut Pluralisme yang membenarkan dan mensejajarkan ajaran agama sama dengan aliran sekularisme.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bagaimana pola kepemimpinan Gus Dur dalam memimpin Negara Indonesia, dan tentu hal tersebut bisa menjadi refleksi untuk para pemimpin masa kini. Dalam hal ini, bukan menuntut agar seorang pemimpin menjadi layaknya seorang Gus Dur, melainkan menjadi selayang pandang bagi para pemimpin masa kini dalam menjalankan mandat dan amanahnya sebagai pemimpin. Sebagaimana Menurut Frans Magnis Suseno, Pemimpin ke depan harus memiliki visi, semangat, dan keberanian, juga harus memiliki integritas dan bisa memimpin secara demokratis.

Gusdur dalam kepemimpinannya selalu mengutamakan kepentingan umum dengan menempatkan kebutuhan rakyat sebagai hal yang paling mendasar dan utama. Maka, patutlah untuk para pemimpin menanggalkan kepentingan atau ego pribadinya untuk lebih mementingkan kebutuhan para anggotanya. Dalam bahasa yang sederhana, merekontruksi individualitas dengan mengutamakan kepentingan ummat. 

Selain itu, Gus Dur berhasil menempatkan beberapa hal pada porsi dan tempat yang sesuai berdasarkan gaya kepemimpinan coerchieve-nya. Sehingga, dari pandangan tersebut seyogyanya pemimpin mampu menempatkan segala sesuatunya dengan tepat. Apabila ‘sesuatu’ bukan menjadi hak dan kewajiban seseorang atau anggotanya, maka jangan dipaksakan atau setidaknya terjadi hal-hal yang sedemikian menyimpang.

Hal tersebut perlu pula dibarengi dengan sifat yang tegas dan tangkas, maka dari hal itu Gus Dur terkenal sebagai pemimpin yang berkharisma. Hal terpenting lainnya, Gus Dur dikenal sebagai bapak Pluralis. Hal ini menunjukkan bagaimana seorang pemimpin harus mampu mengayomi anggotanya yang berasal dari berbagai kalangan dan lingkungan atau karakter yang beragam. Perlakuan yang diberikan sudah sepatutnya sama tanpa membedakan dengan rasa menghormati dan menghargai yang juga tidak membedakan. 

***

*) Oleh: Isna Asaroh, Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Jember.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES