Kopi TIMES

Ekstrakurikuler Jurnalistik SMP: Upaya Mengasah Critical Thinking Sejak Dini

Kamis, 12 Mei 2022 - 16:27 | 80.96k
M. Izzuddin Rifqi, Wakil Direktur Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.
M. Izzuddin Rifqi, Wakil Direktur Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Beberapa hari yang lalu, tepatnya sebelum Ramadan 1443 H beranjak, kutipan AS Laksana yang ia tulis di halaman Facebooknya memberikan saya tidur yang tidak nyenyak. Sebab, tulisan yang menegaskan bagaimana seharusnya kita lebih serius mengenalkan dunia literasi terhadap anak-anak tersebut, pada titik tertentu, menjadi sindiran yang amat serius bagi saya. Pada kalimat pembuka, AS Laksana menegaskan bahwa menulis adalah kecakapan yang perlu dikuasai oleh manusia dewasa, karena itu ia perlu diajarkan sejak dini kepada anak-anak.

Sudah barang tentu, melalui kalimat tersebut AS Laksana hendak mengingatkan kita agar dapat memberi perhatian lebih terhadap pemahaman anak-anak mengenai literasi. Selanjutnya ia menjelaskan, bahwa menulis jika dipelajari sungguh-sungguh akan menjadi cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Ketika kita menulis, kita mengaktifkan seluruh proses berpikir: kita mengingat, mengobservasi, mengembangkan gagasan, memaknai informasi, membuat penilaian, bernalar, menganalisa, berargumentasi, dan mengaplikasikan pengetahuan.

Penjelasan detail mengenai keterkaitan antara menulis dengan rangkaian proses berpikir tersebut, secara implisit membangun kritik yang serius kepada sistem pendidikan kita. Pendidikan, pada jenjang apapun, kerap kali menyuguhkan metode belajar yang monoton dan mengesampingkan proses berpikir. Critical thinking atau proses berpikir kritis yang alpa dalam kegiatan belajar-mengajar perlu kita hadirkan lagi melalui hal-hal yang paling fundamental. Salah satunya melalui penguatan literasi atau kegiatan baca-tulis.

Tentu, penguatan literasi atau kegiatan baca-tulis yang pada titik tertentu tidak dicantumkan dalam kurikulum primer perlu diberi perhatian lebih dalam kegiatan-kegiatan macam intrakurikuler atau ekstrakurikuler. Melalui berbagai program intrakurikuler atau ekstrakurikuler khususnya dalam hal ini ekstrakurikuler jurnalistik, kita dapat membangun pondasi literasi dan meremajakan metode belajar yang sudah usang.

Hal tersebut selaras dengan apa yang telah Lestari dan Sukanti jelaskan dalam artikelnya berjudul “Membangun Karakter Siswa Melalui Kegiatan Intrakurikuler Ekstrakurikuler, Dan Hidden curriculum (di SD Budi Mulia Dua Pandeansari Yogyakarta)” bahwa kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakam salah satu media potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.

Secara psikologis dan sosial kultur, proses pembentukan karakter dalam diri manusia merupakan fungsi dari seluruh potensi individu; yakni melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sementara, kegiatan siswa di sekolah yang meliputi intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) dapat melatih ketiga aspek kecerdasan tersebut dan mempunyai hubungan yang erat satu dengan lainnya dalam membangun karakter siswa.

Dalam tahap operasionalnya, kita dapat mem-brackdown dan membuat pola yang lebih rinci untuk mengimplementasikan nilai-nilai critical thinking tersebut dalam ektrakurikuler jurnalistik. Tentu dengan menyesuaikan kapasitas peserta didik. Misalnya, sebelum peserta didik atau murid memelajari berbagai jenis tulisan jurnalistik seperti berita, esai, hingga feature. Kita perlu mengarahkan apa yang seharusnya dilakukan oleh murid dalam kelas tersebut. Upaya ini sebagai langkah awal untuk menjadikan murid lebih aware terhadap tujuan dan kewajibannya. 

Arahan sebagai muqaddimah pada pertemuan awal dapat kita bagi menjadi tiga bagian. Pertama, pemahaman perihal PUEBI. Ini penting. Dan akan menjadi sangat penting jika diterapkan dalam kelas jurnalistik jenjang SMP. Sebab bagi saya, pemahaman mengenai PUEBI adalah hal yang paling fundamental dan tidak boleh dihindari bagi siapa pun yang hendak belajar menulis. Jika pemahaman mengenai PUEBI ini telah tuntas ketika jenjang SMP, maka murid akan lebih mudah menulis dan tidak akan merasa rumit dengan kaidah penulisan.

Kedua, praktik membaca. Pada tahap inilah pendidik perlu memberi pemahaman bagaimana cara membaca efektif dan kritis. Selain itu, melalui praktik membaca, murid secara tidak langsung akan mengimplementasikan dua poin dari proses berpikir yaitu memaknai informasi dan membuat penilaian. Di sisi lain, pendidik juga perlu mensortir kemudian menyuguhkan bacaan-bacaan berkualitas kepada murid agar refrensi yang diperoleh para murid melahirkan paradigma yang benar.

Ketiga, menulis. Tahap yang ketiga ini adalah output dari memahami PUEBI dan praktik membaca. Sudah barang tentu, akan menjadi sangat mustahil jika murid dituntut untuk menulis tanpa adanya pemahaman PUEBI dan kebiasaan membaca sebelumnya. Singkatnya, dari ketiga poin di atas adalah tahapan yang saling bertautan. Kita tidak akan bisa menerapkan poin kedua jika poin pertama belum selesai. Dan seterusnya, dan seterusnya. Melalui tahap ketiga (menulis) inilah proses critical thinking diterapkan; mulai dari mengingat bacaan, mengobservasi, mengembangkan gagasan, memaknai informasi, membuat penilaian, bernalar, menganalisa, berargumentasi, dan mengaplikasikan pengetahuan.

Setelah ketiga tahapan itu tuntas diterapkan secara maksimal dalam kelas jurnalistik SMP. Maka tahapan berikutnya niscaya kita akan dengan mudah mengenalkan dan menyampaikan jenis-jenis karya jurnalistik. Lebih jauh lagi, melalui kelas jurnalistik, secara implisit kita memberikan pemahaman kepada murid tentang bagaimana peran bahasa dalam kehidupan sehari-hari.

Hal tersebut selaras dengan penegasan yang AS Laksana tulis dalam artikelnya bahwa kecakapan berbahasa penting bagi anak-anak karena dua hal. Pertama, ia memperbaiki kemampuan berkomunikasi. Kecakapan berbahasa akan membuat anak-anak mudah mencerna apa yang mereka terima dan sanggup mengungkapkan diri. Kedua, ia menjamin transfer pengetahuan berjalan lancar, sebab pengetahuan selalu disampaikan melalui bahasa.

Pertanyaannya, sudahkah kita siap memberi perhatian lebih terhadap pemahaman anak-anak mengenai literasi?
    

***

*) Oleh: M. Izzuddin Rifqi, Wakil Direktur Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan Mahasiswa (LKP2M) UIN Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES