Peristiwa Daerah

Bolehkah Kaum LGBT Hidup di Negara Demokrasi Seperti Indonesia?

Kamis, 12 Mei 2022 - 09:05 | 127.54k
Pasangan gay, Ragil Mahardika-Frederik Vollert. (FOTO: Dok pribadi)
Pasangan gay, Ragil Mahardika-Frederik Vollert. (FOTO: Dok pribadi)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perbincangan soal kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) menjadi topik utama akhir-akhir ini. Itu setelah Dedy Corbuzier di kanal YouTubenya sempat menampilkan pasangan gay, Ragil Mahardika-Frederik Vollert. Sejurus kemudian podcast ini menjadi pro-kontra.

Lalu bolehkah kaum LGBT hidup di Indonesia sebagai negara demokrasi?

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari menilai konten LGBT yang dibuat Deddy Corbuzier wajar dan harus dihormati.  Ia mengatakan, bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.

"Kritik, sorotan atau ketidaksetujuan terhadap satu isu itu waja dan harus dihormati dalam alam demokrasi. Itu merupakan bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi," ujarnya kepada wartawan kemarin.

Menurutnya, menghormati kebebasan berpendapat artisnya menghormati kebebasan berekspresi. Seperti menghormati perbedaan orientasi seksual yang dimiliki orang lain.

"Sama halnya dengan kita yang harus menghormati hak-hak warga negara lainnya yang punya orientasi seksual berbeda," tuturnya.

Beka mengatakan kritik dan ketidaksetujuan akan suatu hal harus disampaikan dengan cara yang bermartabat. Ia menyebut tidak boleh ada perlakukan diskriminatif terhadap seseorang berdasarkan orientasi seksual, suku, ras maupun agama.

"Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif berdasarkan orientasi seksual, suku, agama, ras dan latar belakang sosial," ujarnya.

Tak Bisa Dijerat

Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan, kaum LGBT maupun penyiarannya seperti yang dilakukan oleh Deddy Corbuzier tak bisa dijerat oleh pasal apapun.

"Pemahaman Anda bukan pemahaman hukum. Coba saya tanya balik: mau dijerat dengan UU nomor berapa Deddy dan pelaku LGBT? Nilai-nilai Pancasila itu belum semua menjadi hukum. Nah LGBT dan penyiarnya itu belum dilarang oleh hukum. Jadi ini bukan kasus hukum," katanya dalam akun Twitter resminya.

Mantan ketua MK itu menilai, saat ini belum ada aturan hukum di Indonesia yang bisa menjerat pidana LGBT. Kata dia, mengatakan seluruh nilai-nilai terkandung dalam Pancasila maupun agama belum semuanya menjadi produk hukum di Indonesia.

la lantas mencontohkan bahwa Pancasila mengajarkan bangsa Indonesia nilai berketuhanan. Tapi di sisi lain, tidak ada orang yang dihukum karena tak bertuhan atau ateis di Indonesia.

"Mengapa? Ya, karena belum diatur dengan hukum. Orang berzina atau LGBT menurut Islam juga tak bisa dihukum karena hukum zina dan LGBT menurut KUHP berbeda dengan konsep dalam agama," ujarnya.

MUI Tegas Menolak

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah Cholil Nafis mengomentari pihak yang memberikan ruang dan waktu untuk pasangan gay dan disiarkan lewat podcast di situs YouTube.

Menurutnya, kaum LGBT tak patut disiarkan hingga menjadi konsumsi publik. "Janganlah kita ikut menyiarkan pasangan LGBT itu," katanya dalam akun Twitter pribadinya dikutip TIMES Indonesia.

Ulama asal Madura Jawa Timur itu menilai, LGBT adalah suatu ketidaknormalan yang harus diobati. Bukan dibiarkan dengan dalih toleransi.

Ia menyampaikan, kodrat seorang manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Bukan dengan orang lain yang jenis kelaminnya sama.

"Meskipun itu bawaan lahir bukan itu kodratnya. Manusia itu yang normal adalah laki berpasangan dengan perempuan begitu juga sebaliknya," ujarnya.

Diketahui, MUI juga sudah pernah mengeluarkan Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan. Inti dari Fatwa itu menyatakan bahwa LGBT memiliki hukum haram dalam Islam. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES