Indonesia Positif

Halal Bihalal, Dekan Syariah UIN KHAS Ajak Masyarakat Tiru Sifat Pemaaf Abu Bakar Ash Shiddiq

Selasa, 10 Mei 2022 - 19:37 | 52.83k
Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. dalam acara halal bihalal, Senin (9/5/2022). (Foto: Dody Bayu Prasetyo/TIMES Indonesia)
Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. dalam acara halal bihalal, Senin (9/5/2022). (Foto: Dody Bayu Prasetyo/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Tidak ada satupun manusia di muka Bumi yang maksum atau lepas dari kesalahan dan dosa sepeninggal Rasulullah Saw. Hal tersebut seperti yang disampaikan Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I. dalam acara halal bihalal di Fakultas Hukum Universitas Jember (Unej), Senin (9/5/2022).

Prof Haris, sapaan Harisudin bahkan mengatakan, mustahilnya sifat maksum pada manusia setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. juga melekat pada ulama sekalipun.

"Jadi jangan dipandang kalau sudah ulama tidak pernah atau tidak boleh salah," kata Prof Haris yang juga Pengasuh PP Darul Hikam.

Dia menerangkan, kalangan ulama adalah manusia biasa dan kesalahan yang dilakukan ulama merupakan kodratnya sebagai manusia.

"Islam adalah agama yang realistis, tidak mengharuskan semua umatnya seperti kertas putih tanpa noda. Oleh karenanya, semua orang memiliki noda hitam baik banyak atau sedikit. Atas dasar itu, maka Allah SWT membuka jalur pintu taubat,” ujar Prof Haris.

Guru Besar UIN KHAS Jember tersebut juga menerangkan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk saling memaafkan kesalahan yang telah diperbuat.

"Kita harus belajar kepada Sahabat Nabi, Abu Bakar Ash Shiddiq dalam memaafkan, kendati difitnah oleh kerabatnya yang miskin, Misthah bin Utsatsah yang dinafkahinya," ujarnya.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Pengkajian, Pelatihan, dan Penelitian MUI Jawa Timur itu bahwa umat Islam perlu untuk mencontoh sifat Sahabat Nabi, Abu Bakar Ash Shiddiq yang bersedia memaafkan kerabatnya yang telah memfitnah Siti Aisyah (putri Abu Bakar dan istri Rasulullah) dengan fitnah yang keji.

"Kesabaran dalam memaafkan inilah yang patut dijadikan teladan bagi umat manusia terlebih umat muslim pada era ini," sambung dia.

Sedangkan bagi pihak yang berbuat aniaya, lanjutnya, harus segera minta maaf atas perbuatan aniayanya agar tidak menjadi orang yang celaka di akhirat. 

"Orang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah. Namun, dikatakan baik jika seorang yang berbuat salah dan menyadari kesalahannya, mengoreksi dan tidak melakukan lagi, " imbuhnya.

Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Unej mengatakan bahwa, tradisi halal bi halal adalah tradisi lokal masyarakat Indonesia. 

Hal itu berawal dari kegelisahan Presiden RI pertama, Soekarno pada tahun 1948 dimana kondisi elit politik sedang konflik dan tidak bertegur sapa.

“Soekarno meminta solusi kepada tokoh NU yaitu Kiai Wahab Hasbullah hingga tercetuslah halal bi halal dan manfaat terasa hingga hari ini,” ungkapnya.

Dia menambahkan bahwa hari raya Idul Fitri adalah momentum untuk saling introspeksi diri terhadap kesalahan yang dibuat baik kepada Allah SWT atau kepada sesama umat manusia. Tradisi halal bihalal penting untuk selalu digelorakan sebagai warisan positif budaya bangsa. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES