Hukum dan Kriminal

Aset dr Hardi Masuk Anmanning, PN Malang Segera Lakukan Eksekusi

Selasa, 10 Mei 2022 - 15:24 | 34.54k
Kuasa hukum dr Hardi Soetanto, Lardi saat menunjukkan bukti dokumen putusan pengadilan di proses Anmanning pertama. (Foto: Rizky Kurniawan/TIMES Indonesia)
Kuasa hukum dr Hardi Soetanto, Lardi saat menunjukkan bukti dokumen putusan pengadilan di proses Anmanning pertama. (Foto: Rizky Kurniawan/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Eksekusi dua objek rumah di Jalan Pahlawan Trip, Kota Malang nomor B6 dan B7 kini telah menemui titik terang. Sebab, Pengadilan Negeri (PN) Malang telah menggelar Anmanning pertama dengan memanggil pihak pemohon eksekusi dan juga termohon.

Diketahui, Anmanning ini merupakan proses eksekusi di mana termohon diberi peringatan agar segera bisa meninggalkan objek eksekusi dengan cara sukarela.

Dalam Anmanning pertama yang digelar di PN Malang, terlihat pihak termohon tak memenuhi panggilan yang telah dilakukan oleh PN Malang.

"Yang hadir hanya kuasa hukum dari pemohon eksekusi. Sedangkan termohon sampai jam setengah 1 dari jadwal kita jam 10 tidak hadir," ujar Humas PN Malang, Djuanto, Selasa (10/5/2022).

Dengan itu, PN Malang akan menjadwalkan ulang untuk Anmanning kedua yang digelar pada 19 Mei 2022 mendatang dengan jadwal jam yang sama.

"Sudah kita kasih toleransi waktu dan tetap tidak datang juga (termohon), jadi seperti yang saya terangkan Anmanning akan ditunda," ungkapnya.

Perlu diketahui, proses Anmanning yang bergulir ini merupakan kasus sengketa harta gono gini antara mendiang dr Hardi Soetanto dan Valentina Linawati.

Kasus tersebut telah diputuskan oleh PN Tuban No 25 Tahun 2013 yang telah memutuskan bahwa harta dari mendiang dr Hardi dan Valentin yang diperoleh selama menikah harus dibagi dua.

Harta tersebut termasuk aset rumah di Jalan Pahlawan Trip Nomor B6 dan B7 yang kini telah masuk proses eksekusi setelah adanya pemenang lelang.

Kedua objek yang masuk dalam eksekusi, kini ditinggali oleh Valentin dan juga kedua anaknya, yakni Guna Gratiana dan Gladys Adiputro, sehingga termohon yakni dari pihak Valentin dan kedua anaknya diminta untuk segera mengosongkan aset yang telah memiliki pemenang lelang agar bisa dieksekusi.

"Setelah 8 hari Anmanning tidak segera mentaati yang dianmaningkan (pengosongan aset) dengan terpaksa pengadilan akan melakukan upaya paksa, yakni eksekusi," ungkapnya.

Sementara itu, kuasa hukum dari mendiang dr Hardi, yakni Lardi yang datang sesuai permintaan Anmanning dari PN Malang menjelaskan bahwa terdapat 5 pemenang lelang dari objek aset rumah Pahlawan Trip B6 dan B7, lalu di wilayah Galunggung dan Kawi untuk meminta pengosongan aset.

"Kami menindaklanjuti, karena termohon tidak menggunakan haknya di Anmanning ya kami langsung mengajukan permohonan pengosongan. Kami minta PN Malang untuk segera melakukan lanjutan eksekusi pengosongan lahan," ujar Lardi.

Dalam Anmanning pertama, diakui Lardi bahwa pihak PN Malang tak menyampaikan banyak hal. Sebab, pihak termohon yakni Valentin beserta anaknya yang menempati aset tersebut, tidak menghadiri Anmanning pertama ataupun diwakili kuasa hukum.

"Ini kan putusan berdasarkan pengadilan yang merupakan harta gono gini dari dr Hardi dan Valentin yang harus dibagi dua. Yang sudah (dieksekusi) 5 aset yang sudah terbagi. Masing masing menerima Rp 9 miliar," bebernya.

Dengan itu, Anmanning ini akan terus bergulir hingga seluruh aset yang dimiliki dr Hardi dan Valentin selama pernikahan berhasil dilelang dan dieksekusi hingga nantinya harta akan dibagi dua sesuai putusan PN Tuban.

Di sisi lain, dengan terus berprosesnya pembagian harta gono gini ini, membuat berbagai tuduhan mafia tanah yang sempat dilayangkan oleh anak dari Valentina bisa terpatahkan.

"Ya memang gak ada (mafia tanah). Kita proses pengadilan. Kan putusan pengadilan masak dituduh mafia tanah," pungkasnya. (*)

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES