Kopi TIMES

Surat Terbuka, Tahun 2024 Indonesia dalam Ancaman

Selasa, 10 Mei 2022 - 13:13 | 80.63k
Fahri Hamzah; - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ; - Wakil Ketua DPR RI 2014-2019.
Fahri Hamzah; - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ; - Wakil Ketua DPR RI 2014-2019.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebenarnya saya ingin menulis surat terbuka kepada para pemimpin negeri ini khususnya kepada para pemimpin lembaga-lembaga tinggi negara. Presiden RI Jokowi dan jajaran eksekutif, Ketua DPR RI dan jajaran legislatif serta Ketua MK jajaran yudikatif. 

Sebuah pesan penting harus kita sampaikan kepada elit kita sekarang juga, sebelum terlambat. Saya bingung karena terlalu banyak judul yang ingin saya tuliskan, karena terlalu banyak yang ingin saya katakan, menjadi terlalu banyak hestek (tagar) yang ingin saya tuliskan.

Saya tulis #Selamatkan2024 sebagai titik tolak, Karena banyak hal yang harus kita jernihkan dari begitu banyak hal prinsip dalam sistem politik dan ketatanegaraan kita, yang kekeliruan dan kesalahan di dalamnya telah melahirkan efek buruk berantai dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kesalahan dan kekeliruan tersebut tampak dilakukan pembiaran tanpa ada upaya memikirkan ulang secara filosofis dan mendalam untuk dijernihkan. Atau jika itu bukan merupakan pembenaran, maka mungkin kita bisa katakan semacam kekeliruan umum.

Seperti jika di sebuah negara ada yang disebut dengan common good atau kebaikan umum maka ada juga keburukan umum seperti yang kita hadapi sekarang. Salah satu bukti keburukannya adalah karena kita sudah tidak sadar bahwa itu salah dan buruk.

Dan tiba-tiba saya menghendaki dan menginginkan dengan sangat bahwa sebaiknya presiden, ketua DPR dan ketua MK-lah yang harus menjernihkan masalah ini. Atau jika tidak bisa kepada orang lain maka 1 orang presiden Jokowi dan wakilnya Kiyai MarufAmin bisa mewakilinya.

Harapan kepada Pak Jokowi begitu tinggi karena beliau jugalah yang harus diselamatkan dari akhir yg kurang baik akibat anomali politik yang sumbernya sangat fundamental, yaitu terkait terciptanya ruang transaksi gelap dalam mendapatkan mandat kekuasaan yang berasal dari suara rakyat.

Ini tentang Pemilu, sebagai titik berangkat yang saya maksud. Saya merasa bahwa jika pemerintah tidak bisa memperbaiki keseluruhan kualitas demokrasi dan sistem politik kita, maka paling tidak kita berharap pemerintah bisa berkontribusi dalam memperbaiki sistem Pemilu kita.

Pemilu adalah asal muasal legitimasi dan legalitas kekuasaan dari seluruh penyelenggaraan pemerintahan di semua sektor kehidupan. Tanpa Pemilu, tidak ada hak sekelompok orang mendapatkan kekuasaan untuk mengatur kehidupan orang lain. Pemilu adalah awal kita #Selamatkan2024.

Maka yang bisa kita perbaiki sekarang adalah kesalahan fatal yang menggabungkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, dimana syarat pencalonan presiden datang dari mandat suara rakyat yang berasal dari Pemilu 5 tahun sebelumnya. Coba kita renungkan dalam sampai di sini.

Pasal 2 UUD 1945 "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD". Maka, suara rakyatlah sumber kekuasaan dalam negara demokrasi, yang suara rakyat itu harus terus diminta melalui pemilu atau rakyat harus terus memberikan mandat kuasanya terbatas dalam 5 tahun sekali.

Dengan diselenggarakannya pemilu legislatif dan pilpres secara serentak di waktu yang sama di satu sisi, dan di sisi yang lain syarat Capres/Cawapres dlm Pilres harus mendapatkan mandat 20% dari suara sah pemilu, akhirnya, tiket justru diambil dari suara rakyat yang berbeda.

Coba kita renungkan sekali lagi, "Maka tiket Pilpres harus diambil dari suara rakyat yang sudah kadaluarsa karena telah diberikan untuk penyeleggaraan pemerintah pada pemilu 5 tahun sebelumnya, dengan jumlah rakyat yang berbeda, aspirasi yang berbeda dan suasana yang berbeda" .

Pemilu bukan basa-basi. Tapi anggaplah ini sebuah pesta demokrasi yg di dalamnya anda bayar untuk nonton konser. Bagaimana jadinya jika ternyata yg main dlm konser itu telah ditetapkan oleh orang yg anda tidak ketahui siapa dari masa lalu padahal anda mau nonton penyanyi idola.

Ini bukan konser, ini suara rakyat yang harus jelas. Jika syarat treshold Pilpres tetap dipertahankan (20%) maka Pileg dan Pilpres wajib berasal dari mandat suara rakyat yang sama pada pemilu yang sama. Tapi jika treshold ditiadakan maka pileg dan Pilpres dapat dilakukan bersamaan.

Inilah yang saya sebut sebagai kesalahan yang telah bertumpuk-tumpuk karena motif kita melakukan perubahan UU tidak bersumber dari nilai-nilai dan falsafah yang tercantum di dalam konstitusi kita tapi oleh kepentingan sesaat untuk kepentingan kelompok bahkan sangat partisan.

Karena itu saya mengusulkan kita menatap ke depan, bahwa jelas hal tersebut adalah sebuah kesalahan. Tidak akan bisa dibenarkan sampai kapanpun suara rakyat yang telah kedaluwarsa dipakai kembali untuk satu kegiatan yang maha penting (Pilpres). Ini bukan arisan keluarga!

Mandat pencalonan dua orang pemimpin tertinggi di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini diambil dari suara rakyat yang sudah expired. Betapa rapuhnya, tidak hanya legitimasi tapi juga legalitas kepemimpinan 2 orang yang paling istimewa di Republik ini. Cukuplah!

Tidak akan kita temukan di belahan dunia manapun dari bangsa bangsa yang konyol sekalipun penggunaan suara lama untuk memilih pemimpin baru. Kalau kita mengetik kata "presidensial threshold" di YouTube atau Google maka yg temukan hanya ada artikel tentang pemilu Indonesia.

Rupanya di negara lain istilah "presidential threshold" itu artinya angka batas kemenangan bukan batas syarat pencalonan. Sungguh aneh, tapi sekali lagi sebaiknya kita menatap ke depan, kita harus perbaiki kualitas dan prosedural demokrasi kita demi legalitas dan legitimasinya.

Pak Jokowi yth, ini waktu yang baik bagi kita semua untuk memperbaiki keadaan dan dimulai dengan memisahkan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, karena apabila regulasi tetap menghendaki adanya tiket Pilpres (PT20%), maka tiket itu harus didapatkan terlebih dahulu.

Dan tiket itu haruslah bersih, didapatkan dari rakyat dengan janji-janji yang terintegrasi antara calon dan aspirasinya pada kurun waktu yang aktual sesuai dengan sifat dari aspirasi dari rakyat oleh partai politik yang akan ikut kompetisi dalam priode pemilu yang sama.

Hanya dengan cara itu politik kita menjadi rasional dan masuk akal kembali. Politik harus bisa dijelaskan kepada rakyat di halaman depan ruang publik yang terang benderang tanpa misteri dan hal hal yang tidak masuk akal seperti sekarang ini .

Hanya dengan cara itu konsitusi modern kita dapat ditafsirkan secara terang benderang tanpa multi interpretasi. Bahwa konsitusi menghendaki penggunaan akal sehat dan nalar yang lurus dalam proses kita menyelenggarakan negara dari A sampai Z penyelenggaraan negara tersebut.

Sekali lagi, bahwa karena pemilihan presiden mensyaratkan adanya tiket dengan persentase tertentu dari suara sah pemilu, maka tiket harus didapatkan terlebih dahulu dalam satu perlombaan perebutan suara rakyat di level legislatif. Silakan perkenalkan calon legislator anda!

Sekali lagi, hanya dengan cara itu Pemilu akan secara aktual berorientasi ke depan selain akan menjadi rasional dan masuk akal. Jika tidak maka Pemilu hanyalah sebuah misteri khususnya pemilihan presiden yg kita tidak tahu ujung pangkalnya tiba-tiba kita sudah berada di kotak suara.

Pemilu itu adalah sebuah pesta demokrasi yang tidak saja menyenangkan tetapi juga memberikan harapan kebahagiaan dan optimisme masa depan. Itu sebabnya penyelenggaraan pemilu harus didisain untuk memenuhi tujuan dari kedaulatan rakyat itu sendiri.

Kalau kita sedang menyelenggarakan pemilihan anggota cabang kekuasaan lembaga perwakilan, ke depan kita harus mengatur bahwa biarlah anggota legislatif yang dipilih terlebih dahulu (DPR, DPD, DPRD) baru kita memilih Presiden dan pemerintahan eksekutif daerah melalui Pilkada.

Tetapi apabila kita hendak memilih dengan pertimbangan wilayahan pusat terlebih dahulu baru daerah, maka sebaiknya kita memilih semua otoritas pusat (DPR, DPD dan Presiden) tanpa persyaratan yang aneh-aneh, yang menyisakan ruang gelap penuh misteri.

Hanya dengan cara itu semua agenda pemerintahan dapat dikedepankan tanpa hutang piutang masa lalu. Adalah praktek yang berbahaya dalam penyelenggaraan pemerintahan menggunakan sumber kekuasaan dari suara rakyat yang sudah laku terjual kepada segelintir tangan dan kuasa harta.

Sungguh mencurigakan, bahwa orang orang kaya mulai bergentayangan baik sebagai kandidat yang telah membeli tiket dari belakang layar maupun sebagai tukang bayar yang telah menggelontorkan uang di dapur dapur partai politik secara diam-diam.

Padahal sekali lagi, kita tidak mau ada ruang gelap dalam demokrasi kita. Demokrasi dan Pemilu sebagai bagian terpenting didalamnya haruslah sepenuhnya dikelola di ruang terbuka yang kasat mata. Membiarkan beredarnya tiket palsu dalam pesta demokrasi adalah bahaya luar biasa!

Jika ide ini diterima maka tidak ada lagi menteri yang sibuk kasak-kusuk ke sana kemari meninggalkan tugas, merayu ormas dan partai politik, menghabiskan uang dan fasilitas negara untuk curi start kampanye pemilihan presiden tanpa malu dan tanpa merasa punya konflik kepentingan.

Saya berani menyimpulkan secara tegas bahwa runtuhnya elektabilitas presiden Jokowi belakangan ini adalah ulah dari partai dan anggota kabinet yang tidak fokus lagi bekerja untuk rakyat. Perhatian mereka sudah tertuju kepada kursi presiden yang memang lebih penting!

Kursi presiden memang jauh lebih penting bahkan bagi partai politik karena memang kursi legislatif sering hanya menjadi embel-embel belaka. Presiden memang terlalu kuat dan penting apalagi saat DPR dikendalikan dari belakang oleh para pejabat partai politik.

Semua orang juga tergoda dengan jabatan presiden yang begitu penting itu. Termasuk kepala daerah yang akhirnya dikritik sendiri oleh partai politik yang sama. Jika proposal ini diterima maka tidak akan ada lagi kepala daerah yang merasa salah tingkah oleh lembaga survei.

Jika proposal ini diterima maka kabinet akan fokus bekerja untuk keselamatan rakyat dan bangsa Indonesia menghadapi tantangan global dalam krisis besar, sehingga seluruh sumber dan upaya akan digunakan untuk sepenuhnya mensukseskan tugas sebagai pembantu presiden.

Jika proposal ini diterima maka kita semua sebagai bangsa hanya akan menyaksikan partai politik melalui para calon legislatifnya menawarkan ide dan pikiran besar tanpa mengganggu jalannya pemerintahan karena mereka mengincar kursi yang berbeda yaitu.

Dengan cara inilah seluruh partai politik yang lama ataupun yang baru harus bekerja mencari mandat baru. Tidak boleh jualan tiket lama untuk calon presiden yg pasti adalah orang yang banyak uangnya atau orang yang dibayar oleh kelompok yang banyak uangnya.

Kita harus menghentikan seluruh kelakuan ganjil partai politik yang merasa superior karena sudah memegang tiket palsu dan basi yang dijajakan kepada para calon presiden untuk mengumpulkan dana bagi penyelenggaraan legislatif Pemilu yang mereka anggap tak begitu penting.

Mereka seolah sudah puas dengan transaksi dengan para calon presiden yang akan datang. Mereka telah menipu rakyat Indonesia karena mereka sebenarnya tidak fokus untuk menyiapkan kader mereka menuju Pilpres akibat kader tidak punya uang untuk membeli tiket yang harganya sangat mahal.

Sementara itu para capres, orang-orang kaya, para pejabat dan kepala daerah dengan posisi tawarnya dalam penyelenggaraan negara menggunakan sumber dayanya untuk membeli tiket dari para ketua partai. Mereka sibuk berdandan untuk sebuah pesta yang dihadiri oleh orang-orang kaya.

Parpol tidak punya kepentingan jangka panjang untuk membangun partai dan memperjuangkan partai dan kadernya menjadi pemimpin bangsa. Karena bagi mereka yang penting adalah bisa menjual tiket lebih awal dan meraup uang milyaran rupiah dari transaksi haram di belakang layar itu.

Kepalsuan ini harus dihentikan, partai politik yang menjadi joki orang-orang kaya dan antek-antek oligarki harus distop. Partai politik harus mencalonkan kader-kader terbaik mereka di awal dan dari situlah kita akan menemukan pertarungan pikiran dan ide-ide besar dari kader-kader partai politik.

Sehingga kontestasi pemilihan pemimpin tertinggi di republik bukan sekedar basa-basi cerdas cermat, oleh calon presiden dan wakil presiden setingan dan pura-pura, karena memang sesungguhnya mereka tidak memperjuangkan apapun kecuali sebagai suruhan orang-orang di belakang layar.

Ini harus dihentikan dan partai politik harus mengambil kembali kedaulatan dan kewibawaan yang diharapkan oleh rakyat dari keberadaan sebuah alat perjuangan yang bernama Partai politik agar mereka menyumbangkan pikiran pikiran terbaik melalui kader terbaik yang mereka ciptakan.

Kembali ke ide dasar dari proposal ini bahwa sekali lagi ini tentang legitimasi dan legalitas kepemimpinan nasional yang hal tersebut sangat fundamental dalam demokrasi, bahwa mandat menjadi calon pemimpin nasional haruslah datang dari suara rakyat yang aktual dan nyata.

Demokrasi mendasarkan diri pada mandat suara rakyat yang mandat suara rakyat itu harus diminta kembali setial Pemilu. Tentang mandat daulat suara rakyat sebagai sumber kekuasaan dalam demokrasi inilah yang membuat tak mungkin menggunakan mandat yang sudah expired.

Dalam sistem parlementer, bahkan keabsahan sebuah pemerintahan sering ditantang di tengah jalan sehingga sering sekali seorang perdana menteri terpaksa atau tidak menyelenggarakan kembali Pemilu atau Pemilu ulang untuk membuktikan bahwa mereka masih didukung oleh rakyat.

Dalam tradisi presidensil seperti kita, kita tidak harus melaksanakan Pemilu ulang untuk membuktikan legitimasi karena pada dasarnya kekuatan oposisi berada di luar pemerintahan. Sehingga praktek jual beli tiket kedaluwarsa inilah yang merusak sistem presidensialisme kita.

Memang keberadaan tiket kedaluwarsa ini sangat mengganggu secara filosofis dan membuat kita jadi konyol secara kolektif. Bagaimana bisa konsep yang begitu dangkal bisa hadir dan bahkan menjadi kebenaran yang diterima secara luas bahkan diperjuangkan oleh semua partai politik.

Memang, bertahun belakangan ini kita tidak pernah lagi menyentuh perdebatan filosofis tentang demokrasi kita termasuk filsafat pemilihan umum, hak suara, konsep kedaulatan rakyat dan bagaimana ia digunakan.

Terlalu banyak yang kita bicarakan adalah semacam jalan pintas dan menghalalkan segala cara, seolah olah prosedur dalam demokrasi tanpa makna dan tanpa nilai nilai yang luhur di dalamnya.

Sehingga dengan kasar dan kasat mata para politisi mengatur agar suara rakyat yang telah diberikan dan telah habis masa legitimasinya justru menjadi barang dagangan utama menghadapi pemilihan presiden 2024.

Sungguh sebuah pengkhianatan yang sangat kasar kepada demokrasi kita dan kepada kedaulatan rakyat. Sebuah pencurian dan perampokan besar besaran yang dilakukan secara bersekongkol agar mereka semua mengantongi barang berharga yang bernama tiket Pilpres 2024.

Dan tiket itu sekarang telah masuk ke dalam bursa perdagangan di pasar pasar gelap kekuasaan bawah tanah dan bawah meja. Mereka sedang melakukan tawar menawar atas sebuah barang yang paling berharga melebihi harga intan permata.

Mari kita hentikan semua kegilaan ini, mari kita akhiri semua perbuatan jahat ini yang telah membuat politik kita memfasilitasi tindak pidana. Orang-orang yang menjadi pemimpin pada dasarnya adalah mereka yang telah dipaksa oleh segelintir orang untuk berada di dalam kertas suara.

Dan kehadiran mereka di dalam kertas suara itu tidaklah melalui prosedur yang bertanggung jawab melainkan percakapan terbatas. Kehadiran para pemimpin kita ini tidak pernah dikonsultasikan pada rakyat bahkan nama mereka tidak pernah didengar sebelumnya tiba-tiba sudah memimpin kita!

Jika kita gagal menghentikan tindakan yang tidak waras ini, sekali lagi maka dapat diduga bahwa tidak saja paska Pemilu 2024 bahkan sebelumnya demokrasi kita telah dan tak akan lagi dihargai oleh rakyat kita sendiri, demokrasi kita akan ditinggalkan pergi.

Maka tak akan ada lagi yang luhur tentang pemimpin karena semuanya adalah hasil perdagangan sapi. Semua partai politik ikut berdosa karena telah menjadi jalur perdagangan tiket palsu. Tindakan ini harus dilawan sekuat tenaga karena ini adalah hidup atau matinya demokrasi kita!.

Saya mengajak semua yang masih waras dan punya niat baik untuk melihat bahwa pemilihan pemimpin adalah peristiwa yang paling syahdu dan paling suci sehingga dasarnya mestilah sesuatu yang agung dan tinggi sesuatu yang luhur dan membuat tenang akal budi.

Kalau kita sebagai bangsa memperjuangkan agar akal pikiran, reputasi, kehormatan, harga diri, keilmuan dan kecakapan menjadi dasar pemilihan pemimpin maka kita akan menyaksikan pemimpin yang menghadirkan reputasi dan kehormatannya, ilmu dan pengetahuannya di ruang publik kita.

Tapi apabila kita sebagai bangsa berkomplot menggunakan uang dalam memilih pemimpin dan melakukan transaksi material; jabatan dan peluang, proyek dan bisnis, maka ke depan kita akan menyaksikan pemimpin yang berdagang dengan rakyatnya, mengumpulkan uang dari jabatan dan pangkat mereka.

Memurnikan kembali proses politik pemilihan umum bukanlah urusannya KPU semata tapi urusan semua pihak dan yang terpenting adalah mereka yang masih punya pikiran dan akal sehat serta nurani dan harga diri. Bangsa kita memanggil kita kembali! #Selamatkan2024.(*) 

***

*) Oleh : Fahri Hamzah; - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ; - Wakil Ketua DPR RI 2014-2019.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES