Kopi TIMES

Pengentasan Kemiskinan Pendeketan Best Practices

Selasa, 10 Mei 2022 - 11:11 | 59.42k
Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN Eng. ; Dekan Fakultas Peternakan UGM Periode 2012-2016 dan 2017-2021; Ketua HKTI Provinsi DIY Periode 2018-2022 dan 2022 sampai sekarang.
Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN Eng. ; Dekan Fakultas Peternakan UGM Periode 2012-2016 dan 2017-2021; Ketua HKTI Provinsi DIY Periode 2018-2022 dan 2022 sampai sekarang.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kawasan pedesaan menyimpan banyak “mutiara” terpendam yang jika digali dan digosok dapat menjadi nilai ekonomi yang luar biasa. Kebiasaan masyarakat yang memilih kehidupan dalam kesederhanaan menjadikan mereka kadang kurang aware terhadap berbagai “mutiara” terpendam di sekitar pedesaan. 

Tidak jarang kehadiran person dari luar (NGO atau kampus) dapat menyadarkan mereka dan kemudian bersama-sama bergerak untuk mengangkat dan menggosok “mutiara” desa yang terpendam demi memajukan desa. Salah satu contoh adalah Fakultas Peternakan UGM bersama dengan PT Bank Mandiri hadir di Desa Giwangan, Argosari dan Argorejo dengan program bertajuk Mandiri bersama Mandiri. 

Program yang di sodorkan tidak jauh dari potensi mereka, yaitu pertanian dan peternakan (pertanian terpadu). Program ini berhasil meningkatkan kehidupan ekonomi desa (ugm.ac.id, 2015). Pada saat KKN UGM hadir di Desa Lubuk Beringin, Bungo, Jambi maka dapat mengangkat potensi wisata agro dengan mengoptimalkan keberadaan Sungai Batang Buat yang ada di desa tersebut. 

Keberadaan airnya yang jernih menjadikan ketertarikan para pengunjung untuk sampai di lokasi yang berjarak 50 Km dari kota Bungo (Wisata Sumatera, 2021) sehingga tingkat kunjungan pada saat weekend dari hanya puluhan kini menjadi 200-500 pengunjung dengan tiket masuk Rp 5.000/ orang (Times Indonesia, 2019). 

Berbagai contoh diatas hanya sebagian kecil saja dari sekian banyak program kampus yang diimplementasikan sesuai dengan potensi desa dan passion dari dosen pada fakultas masing-masing. Jika program semacam ini dapat dilaksanakan dengan lebih terpogram dengan target secara khusus pada desa-desa (prioritas) dengan angka kemiskinan yang tinggi, maka penurunan angka kemiskinan menjadi lebih besar terwujudnya. 

Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah berupa pendapatan sebesar Rp 486.186/kapita/ bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp360.007,- (74,05 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp126.161,- (25,95 persen) (BPS, 2021) dapat menjadi acuan untuk dijadikan sebagai target capaian atas intervensi yang dilakukan.  

Langkah lanjut yang dapat dilakukan adalah menentukan jenis resources dan jumlahnya, agar intenvensi yang akan dilakukan dapat mencapai angka sesuai target tersebut. Dalam bidang peternakan misalnya, program yang dilakukan di 5 kelompok wanita tani (KWT) di Sleman, setiap 50 ekor ayam petelur dengan sistem pemeliharaan “ayam bahagia”, dapatkan mewujudkan tambahan pendapatan 18 ribu per hari (Rp 540.000/ bulan). 

Dana yang diperlukan untuk satu unit pemeliharaan ayam petelur bahagia sejumlah 50 ekor pada pertama kali sekitar Rp 5.440.000 dengan biaya produksi bulanan sekitar Rp 48.000/hari (pendapatan kotor Rp 66.000/hari). Pernah juga progam pemeliharaan ayam jawa super (pedaging lokal) di kelompok tani Desa Karang Asem Tuban (Kerjasama Fakultas Peternakan UGM  dengan PT Holcim Indonesia Tbk) diperoleh rerata margin Rp 5.879/ ekor dalam rentang pemeliharaan selama 2,5 bulan.  

Oleh karena itu jika suatu keluarga memelihara ayam jawa super sejumlah 220 ekor, maka peluang tambahan pendapatannya adalah Rp 517.352/ bulan. Dana yang diperlukan dalam satu unit usaha peternakan ayam jawa super sejumlah 220 ekor tersebut kurang lebih Rp 2.590.000. Apabila kita terapkan secara serempak, bertahap, berkelanjutan (setidaknya pendampingan 3 tahun berturut-turut) secara gotong royong (baik dana, tenaga maupun pikiran) dengan tetap ada pola transfer teknologi dari komponen kampus maka dampaknya juga akan semakin besar. 

Untuk diterapkan di kawasan pedesaan, ada lebih banyak alternatif komoditas yang dapat digunakan sebagai paket penurunan angka kemiskinan (agro, wisata alam, kuliner lokal). Tentu saja hal tersebut juga diperlukan pertimbangan jumlah dana yang tersedia, selain karena resources yang tersedia dan budaya yang berkembang. 

Kelebihan implementasi transfer teknologi pada program Sinergi Total Solusi dengan komoditas pertanian-peternakan adalah tidak hanya untuk peningkatan pendapatan namun juga penyediaan gizi keluarga. Telur misalnya yang dihasilkan dalam suatu usaha ini, tidak hanya menjadi sumber pendapatan namun juga gizi bagi keluarga (sekaligus mendukung program eradikasi stunting). 

Jika suatu keluarga berkecukupan dalam hal pangan (gizi) dengan pendapatan meningkat maka cepat atau lambat angka kemiskinan akan meredup. Program Sinergi Total Solusi tetap terus dijalankan agar Indonesia tangguh dan Indonesia tumbuh. 

***

*)Oleh: Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN Eng. ; Dekan Fakultas Peternakan UGM Periode 2012-2016 dan 2017-2021; Ketua HKTI Provinsi DIY Periode 2018-2022 dan 2022 sampai sekarang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES