Polarisasi Politik Menghangat Jelang Pemilu 2024 Dinilai Membahayakan
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemilihan Presiden tahun 2014 dan 2019 memberikan pelajaran berharga dalam kontestasi politik Indonesia. Kedua gelaran politik tersebut membawa dampak berarti, yakni pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Menjelang Pilpres 2024, polarisasi politik antar pendukung masih hangat dan terus digunakan. Masing-masing kubu terus menyematkan narasi atas nama toleransi dan paling NKRI.
Sejalan dengan hal itu, Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Alif Kamal mengimbau kepada masing-masing pihak untuk menjauhkan sentimen yang terbangun pada dua pemilu belakangan ke dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Jelang Pilpres 2024 masing-masing kubu masih saling hujat dan sama-sama menjual kata toleransi," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Senin 9 Mei 2022.
Dalam penilaian Alif, polarisasi kubu pendukung menjadi dua kutub besar seperti dalam pilpres 2014 dan 2019 menjauhkan substansi persoalan negara dan kebangsaan menjadi urusan remeh-temeh.
"Perdebatan terkait politik ekonomi bangsa ini jadi nomor urut kesekian akibat polarisasi politik itu," katanya.
Alif mengungkapkan, bangsa ini sudah terlalu lelah dengan hasil dua pemilu sebelumnya. Proses itu memberikan pengalaman mengerikan lantaran adanya potensi perpecahan soliditas bangsa.
"Bangsa ini sudah terlalu lelah dengan hasil dari proses politik dua pilpres sebelumnya," ucapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |