Kopi TIMES

Hari Bumi dan Orang Jawa

Selasa, 26 April 2022 - 00:12 | 42.37k
Arif Fadillah, alumni Prodi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Brawijaya.
Arif Fadillah, alumni Prodi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Brawijaya.

TIMESINDONESIA, MALANG – Peringatan Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April selalu ditandai dengan kampanye lingkungan. Kampanye ini merupakan salah satu bentuk kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan.

Kesadaran untuk menjaga lingkungan ini muncul akibat masifnya kerusakan di bumi. Bentuk kesadaran ini selain kampanye juga beragam, mulai dari membuat pamflet, mengurangi penggunaan plastik, dan masih banyak lagi. 

Pertanyaan muncul dari benak penulis, apakah kesadaran manusia tentang lingkungannya ini baru muncul di era saat ini? Apakah orang pada masa lalu tidak memiliki kesadaran untuk melindungi lingkungannya?

Ternyata kesadaran manusia atas lingkungannya ini sudah muncul sejak lama.

Berbagai kebudayaan di Nusantara selalu mengkaitkan manusia dengan alam. Di Toba ada ritual Hahomion yang merupakan wujud harmonisasi antara alam dan manusia. Konsep Palemahan di Bali yang mengatur hubungan lingkungan dan manusia. Masih ada ratusan lagi nilai, konsep, kekayaan tradisi, maupun kekayaan linguistik yang menggambarkan betapa kuat hubungan manusia dengan alam.

Di Jawa, khususnya suku Jawa, keterkaitan manusia dengan lingkungan tergambar dari berbagai bentuk tradisi lisan maupun tradisi non lisan. Hari ini kita mengenal konsep Jagat Alit lan Jagat Ageng. Konsep ini menggambarkan sesungguhnya dalam diri manusia ada jagat alit. Di sisi lain, manusia juga merupakan bagian dari Jagat ageng, yakni alam semesta. 

Apa makna Jagat alit dan Jagat ageng? Keduanya merupakan aspek yang saling berhubungan. Jagat alit berada dalam Jagat ageng. Ketika manusia merusak Jagat ageng sebenarnya dirinya sedang merusak tubuhnya sendiri. Ibaratnya ada seseorang yang punya rumah, lalu ia membakar rumah itu dari dalam, pastinya dia tidak akan selamat. 

Dalam wujud lain, orang Jawa punya falsafah Memayu Hayuning Bawana dalam memandang hubungan manusia dengan alam. Secara harfiah Memayu Hayuning Bawana memiliki arti mempercantik dunia. Dalam beberapa literatur, falsafah ini menggambarkan usaha untuk mencari keselarasan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dengan menjaga keselarasan maka keharmonisan dunia bisa tercapai. 

Penulis melihat konsep Memayu Hayuning Bawana sebagai konsep kewajiban manusia selaku khalifah di muka bumi. Artinya jika manusia membutuhkan alam, maka ia juga punya kewajiban menjaga alam tetap lestari. Kesadaran ini yang membuat keharmonisan antara manusia dan alam terjaga.

Kesadaran akan keterkaitan alam juga melahirkan budaya-budaya yang menjadi identitas orang Jawa. Di Jawa, dalam acara daur hidup atau kelahiran, makanan yang disajikan merupakan simbol kedekatan dengan alam. Misalnya ada krawu, polo pendem, dan rujak, yang semuanya bahannya memanfaatkan hasil alam. Nama desa-desa di Jawa juga banyak mengambil nama tumbuh-tumbuhan, misalnya Trisono, Lembah, Kemiri, Sawoo, dan sebagainya.

Hari Bumi Dan Peran Indonesia

Gaylord Nelson menggairahkan warga Amerika Serikat untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Kejadian ini muncul pada tahun 1970. Inilah cikal bakal Hari Bumi 

Tema Hari Bumi setiap tahun berubah. Tahun ini tema yang diusung adalah “Invest in Our Planet”. Cita-cita besar dalam tema tahun ini adalah menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi nol. Selain itu, misi pengurangan penggunaan sumber bahan bakar dari fosil juga menjadi fokus utama. 

Semangat menjaga dan menstabilkan bumi ini yang sudah tergambar melalui pandangan hidup orang-orang Nusantara di masa lalu. Kesadaran leluhur kita di masa lalu diwariskan generasi ke generasi melalui banyak cara. Cara-cara ini yang kemudian mengakar dengan kuat dalam tradisi-tradisi kita. 

Dengan membaca kembali semangat leluhur bangsa akan mengantarkan kita kepada dua kesadaran. Pertama, kesadaran akan keterikatan diri kita dengan alam. Kedua, kesadaran budaya Nusantara yang selalu berhubungan dengan alam. Dua kesadaran jika mampu diimplementasikan akan mengantarkan Indonesia sebagai salah satu negara yang punya aksi nyata dalam pelestarian lingkungan

Momen Hari Bumi kali ini, Indonesia sebagai presidensi G20 harus mampu menampilkan diri sebagai bangsa yang punya keterikatan dan peran kuat dengan pelestarian lingkungan. Kita harus ingat logo G20 Indonesia yang menyerupai gunungan wayang. Logo ini sejatinya merupakan gambaran Jagat alit dan ageng. Sangat cocok dengan semangat pelestarian lingkungan di dunia saat ini.

***

*) Oleh: Arif Fadillah, alumni Prodi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Brawijaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES