Kopi TIMES

Menyempurnakan Ibadah Ramadan dengan I’tikaf

Selasa, 26 April 2022 - 04:44 | 60.17k
Imam Khoiri, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama atau LDNU PCNU Sleman, D.I. Yogyakarta.
Imam Khoiri, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama atau LDNU PCNU Sleman, D.I. Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Tanpa terasa, Ramadan begitu cepat berlalu. Dua pertiga Ramadan sudah pergi. Tinggal sepertiga yang terakhir.

Di penghujung Ramadan, sepatutnya kita bertanya, bagaimana kualitas Ramadan yang sudah kita lalui? Apakah sudah sesuai yang kita harapkan? Jika sudah, ini saat untuk terus menjaga dan memeliharanya hingga akhir Ramadan. Jika belum, inilah saat untuk memperbaiki kualitas amal, selagi masih ada kesempatan.

Ibarat orang yang sedang membangun sebuah gedung, kita sudah menyelesaikan 70 persen, tinggal tersisa 30 persen. Namun sisa 30 persen ini sangat menentukan. Jika finishing-nya bagus, maka bangunan itu akan menjadi indah dan sempurna. Tapi jika finishing-nya asal-asalan, tentu nilai dan kualitasnya tidak sempurna sesuai yang iharapkan. 

Demikian juga dengan Ramadan. Sepertiga terakhir bulan Ramadan ini adalah saat untuk lebih giat, dan memaksimalkan amal ibadah, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah: 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)

Nabi SAW memberi contoh dengan memperbanyak ibadah saat sepuluh hari terakhir Ramadan. Dalam rangka itu, beliau menetap di masjid dalam rangka beribadah. Beliau pun mendorong keluarganya dan membangunkannya untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadan. ‘Aisyah ra menceritakan:

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). 

Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, Rasulullah melakukan i’tikaf.  Dari Abu Hurairah, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari” [HR. Bukhari]

I’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tata cara tertentu dan disertai niat untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. I’tikaf adalah ibadah penyerahan diri kepada Allah SWT dengan cara menyibukkan diri dengan berbagai bentuk ibadah. 

Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui terkait dengan i’tikaf. Pertama, i’tikaf adalah amaliah yang dilaksanakan di masjid, sebagaimana firman Allah: 
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187).

Menurut Imam Malik, masjid yang boleh dijadikan sebagai tempat i’tikaf adalah masjid yang di dalamnya dilaksanakan shalat lima waktu. Menurut Ibnu Qudamah, “Jika i’tikaf dilaksanakan di masjid yang tidak ditegakkan shalat jama’ah, maka orang yang beri’tikaf akan meninggalkan shalat jama’ah atau keluar dari masjid untuk melaksankan sholat jamaah di masjid yang lain. 

Kedua, i’tikaf harus disertai dengan niat. Ini berarti, berdiam di masjid tidak selalu menjadi bernilai i’tikaf jika tidak disertai niat i’tikaf. 

Ketiga, para ulama sepakat bahwa i’tikaf tidak ada batasan waktu maksimal namun berselisih pendapat tentang waktu minimal. Sebagian ulama yang mensyaratkan syarat minimal i’tikaf selama sehari, karena mereka ini mensyaratkan i’tikaf harus disertai dengan puasa. Namun mayoritas ulama, i’tikaf tidak ada batasan waktu minimalnya, artinya boleh cuma sesaat di malam atau di siang hari.

Jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadan, maka seorang yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21 dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Aisyah, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ 
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau.” [Bukhari, 2041]

Keempat, selama melakukan i’tikaf, kita melakukan ibadah, dengan memperbanyak zikir, tafakkur, ber do'a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur'an. Secara lebih khusus, dengan beri’tikaf kita berharap mendapatkan kemuliaan malam lailatul qadar. Sebab itu, dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’” (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)

Sepuluh terakhir bulan Ramadan adalah kesempatan untuk meraih keutamaan dengan melaksanakan i’tikaf sesuai dengan kemampuan kita masing-masing, lebih-lebih pada malam-malam ganjil di bulan Ramadan sebagaiman sabda Rasulullah: 
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.” (HR. Bukhari no. 2017)

Mari kita ajak keluarga kita untuk beri’tikaf, menghidupkan malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Mari kita ajak untuk beri’tikaf semampu yang kta bisa lakukan. Semoga pada akhirnya, di ujung Ramadan kita menjadi para pemenang yang meraih ampunan Allah. (*)

***

*) Oleh: Imam Khoiri, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama atau LDNU PCNU Sleman, D.I. Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES