Gaya Hidup

Dari Usaha Rumahan di Banyuwangi, Sanet Sabintang Lahirkan Produk Fashion Mendunia

Sabtu, 16 April 2022 - 14:10 | 102.60k
Dokter Dodo dan Bunda Sanet. (Foto: Rizki Alfian/TIMES Indonesia)
Dokter Dodo dan Bunda Sanet. (Foto: Rizki Alfian/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Sosok desainer muda satu ini dikenal energik dan penuh kreativitas. Karya- karya busana miliknya sudah tampil di berbagai kota bahkan berbagai negara. 

Beberapa kali produk fashion hasil rancangannya sukses mewakili Banyuwangi ke kancah nasional maupun international dalam ajang fashion show ataupun ajang pameran dagang. Dia Sanet Sabintang, desainer kenamaan  Banyuwangi.

Wanita kelahiran Yogyakarta, 23 September 1983 ini, merintis usaha di bidang fashion sejak tahun 2015. Yang hanya berawal dari rumah. 

"Setelah menikah, saya orangnya tak bisa diam, jadi ingin merintis usaha, pesan suami, boleh bekerja asal di rumah," kata istri dari Selamet Widodo atau di kenal dr. Dodo ini.

Bakat di bidang desain sudah dia miliki  sejak kecil. Dunia fashion sudah dia akrabi sejak kecil. 

"Ibu saya seorang model. Jadi, sejak kecil saya terbiasa dengan baju dengan model unik," ungkapnya.

Di awal produksi, tas kulit tahun 2015, namun alasan beberapa kendala, dirinya mengembangkan ke bisnis fashion busana.

Sanet-Sabintang.jpg

"Saya bukan dari sekolah fashion, semua saya lakukan secara otodidak, terutama dalam hal belajar tentang bisnis," ucapnya.

Dia bersyukur  tahun 2018 dirinya banyak dipertemukan dengan orang-orang yang hebat yang membuatnya menemukan jati diri.

Salah satunya Ali Kharisma, Chairman Indonesia Fashion Chamber, Organisasi Fashion terbesar di Indonesia. 

"Dari sini muncul ide membuat produk fashion ready to wear," ungkapnya. 

Lantas, Sanet mengambil kursus untuk basic Fashion Desainer di Malang, Dengan Deden Siswanto Fonder IFI (Islamic Fashion Institute) di Bandung. Lantas, belajar fashion ilustrator secara benar.

Tahun 2016, di rumahnya yang berada di Jalan Taman Sutri Indah Blok C 07, Sobo, Banyuwangi, wanita hobi baca ini pun membuat produk baju customer order dengan brand Sanet. Tahun, 2018 dari produk black label bertransformasi  menjadi brand Sabin.

"Sabin ini mengusung konsep on going, sustainable fashion, dan etika fashion. Jadi, selain kami bikin produk modes muslim kontemporer juga usung konsep itu," terang Sanet. 

Tahun 2018 dirinya tergerak membuat koleksi busana muslim. 

"Boleh dibilang, tahun ini menjadi titik balik dalam kehidupan saya, termasuk dalam membuat karya desain baju- baju saya," ungkap wanita yang pernah bekerja sebagai nursing staf development.

Di tengah ketatnya persaingan pasar mode, Sanet hadir dengan karya busananya yang memberi warna baru. Yakni lewat karya busananya yang khas dan berkarakter dengan sentuhan warna- warna lembut seperti bold, pastel dan netral. 

Konsep yang dia usung pun lebih sustainable dan kebermanfatan, salah satunya tak merusak lingkungan. 

"Karena itu, saya selalu menggunakan bahan kain yang eco friendly, atau ramah   tenun dan serat alam," ucap Sanet.

Sanet-Sabintang-a.jpg

Dalam industri fashion ada fast fashion, banyak produk murah yang cepat berganti mode. Hal ini menjadi sampah terbesar nomor dua di dunia setelah sampah makanan. 

"Kalau tidak mulai dari pengusaha yang berubah kan repot," celetuknya. 

Selain itu rumah produksi Sanet juga menggunakan sistem zero waste pattren. 

"Jadi sisa kain tak dibuang tapi dikumpulkan untuk diolah menjadi kain baru dibuat  produk fashion baru atau aksesoris," ucapnya.

Ada juga Gerakan Sustainable Sabin. Masyarakat yang punya baju bekas masih pantas pakai bisa disalurkan ke orang lain lewat Sabin. 

"Atau jika legowo bisa kami ubah agar bisa bernilai, agar busana bekas ini tak dibuang sehingga menjadi sampah," terang Sanet.

Sanet membidik segmen pasar kota besar, mereka adalah pria atau wanita kisaran usia usia 25 sampai 35 tahun.

"Mereka lulus kuliah atau pekerja awal. Bahka dengan, traveling tapi tetap bisa bekerja. Dan, menyukai modes baju-baju yang agak longgar dengan sentuhan- sentuhan artistik," ucapnya.

Dari segi penghasilan  pun, gaji mereka belum terlalu besar.

"Karena itu, harga busana yang kami tawarkan, cukup terjangkau, mulai Rp 280.000 s.d. Rp. 800.000. Namun, ada juga busana dengan harga premium," ungkapnya.

Khusus busana muslim, Sanet ingin merubah image busana muslim yang 'angker' menjadi model busana muslim yang trendi. 

Dalam membuat karya busana Sanet juga mengutamakan kualitas dan kenyamanan. 

"Saya ingin produk kami bisa dipakai dalam jangka waktu lama," ucapnya.

Saat ini dengan dibantu 12 karyawan,  sekali produksi, mencapai 450 baju. Setahun, tiga kali produksi. 

"Harus saya akui, kami masih kalah dalam kecepatan produksi karena itu ke depan kami akan menjalin kerja sama dengan beberapa pihak," ucapnya.

Tak hanya, produk customer order dan ready to wear, sejak Tahun 2019, Sanet memproduksi kain tenun sirot sebagai pengembangan dari tenun osing yang kini berubah menjadi tenun Banyuwangi. 

"Saya ingin membangun kesadaran anak -anak muda untuk ikut melestarikan kain tenun osing," ucapnya. 

Apalagi saat ini, tenun menjadi tren dan menjadi isu nasional. Produksi kain tenun osing ini berawal dari kepedulian Sanet menyelamatkan motif kain tenun osing Banyuwangi. Mengingat keberadaan kain tenun osing ini kian langka. 

Berbagai acara fashion dia ikuti, seperti secara rutin tiap tahun ikut dalam ajang Banyuwangi Batik Festival dan Banyuwangi Fashion Festival dari Tahun 2016 sampai 2019. Jogja Fashion Festival di Tahun 2017, dan 2018, dan 2019.

Jogja Fashion Week, Surabaya Fashion,  Treat and Exhibition 2018 Cambodia. Tahun 2019, Malang Fashion Week, Afternoon Tea, ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival). Tahun 2020, MUFEST (Muslim Festival), Malang Fashion Week, ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival), Inauguration Show IFC Makassar 2020. 

Tahun 2021, ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival), Halal Festival Banyuwangi, Malang Festival Runaway. Tahun 2022, mengikuti Dubai Expo 2022. Ke depan, Sanet tengah menyiapkan mengikuti Paris Contro, pada September mendatang. 

Sebagai pengusaha mode, Sanet tak lepas dari jatuh bangun. Diakuinya dukungan suami sangat luar biasa. Terutama di era pandemi.

Jika, sebelum pandemi, permintaan lumayan tinggi dengan pencapaian omset rata-rata Rp 80 juta per bulan. Namun, saat pandemi, permintaan turun drastis. 

"Bahkan sempat selama tiga bulan kami nol pendapatan," kisahnya. 

Di situlah, dukungan sang suami begitu berharga. Pesan suami, anak-anak jangan sampai di rumahkan. Di tengah kesibukan mengelola usaha, urusan keluarga dan anak tetap menjadi prioritas.

"Bagi saya, itu cambuk untuk bertahan," kisahnya. Kuncinya komunikasi. Jika ada even, saya selalu  bicarakan sama suami dan anak," ucapnya. 

Saat berkumpul keluarga, acara paling favorit, berkuliner. Baik di rumah atau mencari tempat kulineran di luar. 

Bahkan di tengah kesibukan mengurus keluarga dan bisnis, Sanet menyempatkan masak dan makan bersama karyawan.  Baginya, karyawan adalah patner kerja sekaligus bagian dari keluarga.

Bicara soal penghasilan, dua anak ini selain menerima pendapatan bulanan juga menikmati pendapatan dari segi yang tidak dinilai. 

"Bagi saya pendapatan tak ternilai ini lebih berharga, apalagi saya berharap lewat karya-karya saya bisa menjadi jalan dakwah bagi saya," kata Sanet dengan nada haru. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES