Kopi TIMES

Proyek Geothermal, Untuk Siapa ?

Kamis, 14 April 2022 - 13:12 | 105.36k
Indah Sari Rahmaini, Dosen Sosiologi Universitas Andalas.
Indah Sari Rahmaini, Dosen Sosiologi Universitas Andalas.

TIMESINDONESIA, PADANG – Lingkungan menjadi sebuah kemewahan terakhir yang harus dimiliki dan dijaga dengan baik oleh umat manusia. Manusia dan lingkungan adalah dua elemen yang hidup secara berdampingan.

Menurut Maslow, lingkungan menjadi salah satu aspek kebutuhan fisiologis manusia untuk tetap bisa hidup baik dengan pemenuhan kebutuhan oksigen, sandang, pangan, papan, dan lain sebagainya. Berbagai macam inovasi teknologi yang ditemukan hingga mencapai revolusi industri 4.0 membuat banyak hal harus dikorbankan, salah satunya adalah kerusakan lingkungan dan keseimbangan ekosistem. 

Inovasi sumber energi terbarukan menjadi perhatian utama seiring dengan berkurangnya pasokan sumber energi fosil yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat. Pembangunan energi terbarukan gencar digalakkan untuk menciptakan sumber daya yang dapat diperbarui, salah satunya adalah panas bumi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa Energi panas bumi merupakan energi setempat yang tidak dapat ditransportasikan dan memiliki karakteristik berbeda-beda untuk setiap lokasi. Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah, tersebar sepanjang jalur sabuk gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas bumi terbesar di dunia. Mengacu pada hasil penyelidikan panas bumi yang telah dilakukan oleh Badan Geologi, KESDM hingga tahun 2013 telah teridentifikasi sebanyak 312 titik potensi panas bumi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan total potensi sebesar 28.910 MW.

Pembangunan geothermal juga digalakkan di Gunung Talang, Sumatera Barat. Pada Bulan Oktober 2016, Menteri ESDM melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 7257 K/30/MEM/2016 tentang Pemenang Pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) di daerah Gunung Talang–Bukit Kili, Kabupaten Solok, menetapkan pemenang pelelangan adalah PT. Hitay Daya Energy dan PT. Dyfco Energy. Rencana pembangunan ini sudah mengantongi izin pembangunan panas bumi seluas 27.000 hektar di kawasan Gunung Talang dalam jangka waktu 37 tahun.

Rencana pembangunan geothermal memiliki sisi paradoksial yang dialami oleh masyarakat. Meskipun ini menjadi masa depan sumber energi terbarukan yang sangat menjanjikan dari kekhawatiran habisnya energi fosil, masyarakat menolak keras atas rencana pembangunan tersebut. Penolakan ini terjadi awalnya pada tahun 2016 melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh pemerintah Nagari. Pemberitahuan tersebut mengejutkan masyarakat karena pemerintah Nagari tidak melibatkan masyarakat dalam persetujuan perencanaan pembangunan didaerahnya.

Menurut Habermas, dalam mewujudkan komunikasi antar pihak agar menciptakan keadilan dan kebijakan yang baik harus memunculkan ruang deliberatif. Namun, ruang deliberatif yang dicita-citakan masyarakat tidak hadir disini. Ia menguap seiring dengan kepentingan elit yang melatar belakanginya. 

Kurangnya Pengkajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Gunung Talang menurut Undang-Undang juga sudah ditetapkan sebagai daerah konservasi dan hutan lindung. Sangat mengherankan masyarakat jika daerah konservasi mengantongi izin untuk dirusak. Gunung Talang merupakan kawasan hulu daerah tangkapan air yang menyuplai ketersediaan air untuk kawasan yang ada disekitarnya.

Daerah ini juga sebagai kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi dan memelihara kesuburan tanah. Rencana pembangunan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat mengingat wilayah ini zona merah letusan gunung api dan gempa bumi.

Analisis yang dilakukan dalam pembangunan geothermal kurang mendalam sehingga tidak mengakomodir kepentingan masyarakat. Pemangku kepentingan seolah menganggap ini menjadi proyek yang aman. Proses izin proyek geothermal harus tetap memperhatikan aspek lingkungan dan sosial masyarakat. 

Ancaman pembangunan geothermal juga akan berdampak kepada mata pencaharian masyarakat. Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Talang mayoritas adalah sebagai petani. Petani membutuhkan irigasi air yang cukup untuk mengairi sawah dan ladang mereka. Proyek geothermal yang tidak melakukan AMDAL membuat masyarakat semakin terancam mata pencahariannya. Air yang dikonsumsi masyarakat akan menjadi tercemar. Jika air tercemar, maka akan muncul masalah kesehatan, sedangkan masyarakat mayoritas masih berpendidikan rendah dan berada di level ekonomi menengah kebawah.  

Opini Publik Direbut oleh Institusi Politik 

Walhi (2018) menyatakan bahwa Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah yang surplus listrik di satu sisi. Namun di sisi yang lain justru di wilayah ini telah ada sumber energi mikrohidro yang bukan saja sumber energi bersih, tetapi juga bisa dikuasai oleh rakyat. Sehingga dugaannya bahwa proyek geothermal ini lagi-lagi untuk kepentingan industri dan dikuasai oleh industri/perusahaan. Alhasil, pembangunan atas dasar untuk pemberdayaan masyarakat lokal tidak menjadi landasan pokok dari proyek PLTP ini. 

Dalam beberapa analisis melalui artikel penolakan masyarakat terhadap geothermal pada berbagai kasus di Indonesia, para pemangku kepentingan menganggap masyarakat terlalu phobia dengan perubahan. Para elit politik hanya terfokus kepada pendapatan daerah yang akan meningkat. Elit politik juga merangkul elit lokal agar bisa menyamakan suara sehingga bisa meredam suara penolakan dari masyarakat yang jauh dari silsilah kepentingan.

Suara masyarakat untuk bisa memperhatikan AMDAL sebelum melakukan perencanaan pembangunan tidak ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Walau sudah dilakukan beberapa kali diskusi sebagai upaya komunikasi dengan akademisi, LSM, serta masyarakat lokal, pemerintah tetap melanjutkan proyek ini. Hal ini berindikasi bahwa opini publik tetap direbut oleh institusi politik yang memiliki kepentingan dan menjadikan pembangunan sebagai ladang “proyek”. 

Proyek geothermal bukan hanya sekedar masalah pembangunan energi terbarukan. Ada unsur kepentingan politik yang disembunyikan. Jika memang ingin dicapai sebuah pemahaman bersama, pemerintah tidak mengamini penyediaan ruang publik kepada masyarakat untuk bebas beropini penolakan atas pembangunan proyek. Ruang yang disediakan oleh elit hanyalah berupa sosialisasi singkat pembangunan geothermal, namun tidak menjelaskan lebih rinci mengenai dampak lingkungan yang terjadi kemudian mengingat Gunung Talang menjadi pusat mata pencaharian penduduk setempat. 

Alhasil, kita harus merefleksi secara kritis ditengarai untuk apa proyek geothermal ini, apa benar untuk kepentingan masyarakat atau justru hanya milik oligarki.  Jika memang benar adanya untuk masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan seharusnya bisa membaca keinginan atas kebutuhan dari masyarakat itu sendiri. Seharusnya sosialisasi yang dilakukan juga turut mengundang tokoh adat, masyarakat luas, LSM, serta akademisi.

Sosialisasi tersebut harus mendengar partisipasi masyarakat serta memberikan perhatian yang mapan terhadap dampak kerusakan alam yang akan terjadi sebagai efek samping dari pembangunan. Masyarakat adalah subyek dari perubahan. Ia merupakan jantungnya dari pembangunan atas dasar people-centered development merujuk kepada tujuan dari SDG’s. Berdasarkan pertimbangan tersebut selain faktor infrastruktur ekonomi, faktor partisipasi masyarakat menjadi hal yang tidak boleh diabaikan dalam mencapai keberhasilan dari pembangunan. 

***

*) Oleh: Indah Sari Rahmaini, Dosen Sosiologi Universitas Andalas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES