Kopi TIMES

Jenderal Santri Nasionalis

Sabtu, 02 April 2022 - 13:10 | 95.34k
Jendral  Purnawirawan Dr H Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia dan Laily Fitriah Min Nelly, Aktivis perempuan dan pegiat sosial pendidikan di Kota Malang.
Jendral  Purnawirawan Dr H Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia dan Laily Fitriah Min Nelly, Aktivis perempuan dan pegiat sosial pendidikan di Kota Malang.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Spesial dan inspiratif. Dua kata itu yang tepat saya ungkapkan ketika berkesempatan selama lima jam bersama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia Jendral  Purnawirawan Dr H Moeldoko  saat di Malang, Jawa Timur. Tepatnya saat berkunjung ke  kampus pencetak insinyur, Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang  pada 23 Maret 2022. 

Mantan Panglima TNI itu hadir untuk meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) karya para mahasiswa dan dosen insinyur ITN.

Pak Moeldoko, demikian panggilan akrabnya, hadir tak hanya menaruh apresiasi tinggi terhadap sejumlah prestasi  ITN di tingkat nasional dan internasional. Terutama di bidang karya teknologi terdepan  dan ramah lingkungan.

Tetapi Moeldoko juga sengaja hadir khusus untuk mendorong lahirnya daya inovasi-inovasi anak bangsa di tengah persaingan global yang kian tak terkendali.
Kehadiran Moeldoko pun tak hanya menjadi oase bagi civitas akademika ITN, tapi juga perguruan tinggi dan dunia pendidikan secara umum.

Di hadapan undangan yang juga dihadiri para tokoh Forpimda, rektor PTN/ PTS,  ulama, tokoh lintas agama, pengusaha, pimpinan BUMN, pimpinan media massa, dan tokoh masyarakat  tersebut, Moeldoko juga mengungkapkan bahwa teknologi dan inovasi mutlak dibarengi dengan pendidikan karakter bagi peserta didik. Karena hanya dengan membangun karakter, bangsa ini bisa menjadi bangsa yang kuat. Bangsa yang mampu bersaing dengan dunia global. Bangsa pemenang.
Pendidikan karakter tersebut lazimnya digodok secara masif dan berkelanjutan sejak dari sekolah, kampus, dan  pondok pesantren.

Jendral kelahiran Kediri 8 Juli 1954 tersebut, meyakinkan, bahwa pendidikan  karakter dan terus melakukan inovasi  menjadi bagian tak terpisahkan untuk menjadi bangsa pemenang.

Moeldoko pun menyampaikan di sela-sela kunjungan di ITN dan mengunjungi pameran teknologi dan rumah ibadah dari berbagai agama di Indonesia, bahwa salah satu upaya yang telah dilakukannya adalah  tengah mendorong inovasi di bidang pertanian. Yakni pengembangan teknologi budidaya padi unggulan. Harapannya Indonesia mampu memiliki swasembada pangan. Swasembada beras.

Moeldoko yakin, teknologi tersebut akan menyokong soko guru ketahanan pangan nasional. Bagaimana tak tergantung impor. Ini dilahirkan karena teknologi, inovasi, dan sekaligus jiwa dan karekter keindonesiaan.

Jenderal  yang lahir dari keluarga sederhana dan mengawali karir militernya dari bawah itu menyakinkan kepada para civitas akademika, bahwa inovasi yang diciptakan harus kembali diabdikan untuk kepentingan bangsa. 

Peraih gelar doktor  Ilmu Administrasi yang merupakan alumnus Akabri 1981 dengan predikat terbaik tersebut  mengingatkan juga , betapa kekayaan sumber daya alam yang kita miliki mutlak harus dijaga, dikembangkan,  oleh sumber daya manusia yang mumpuni dan berkarakter. Jika tidak, maka kekayaan tersebut akan diambil alih oleh asing. Itu semua disiapkan dari sekolah, perguruan tinggi dan pesantren.

Bagi Moeldoko, kalau tidak sekarang kapan lagi. Secara ekstrim, Moeldoko menandaskan: Inovation or Die.
Inovasi atau mati.

Pesan Moeldoko tersebut tentu menggugah dan mengingatkan kita semua. Betapa pentingnya 
pendidikan karakter dan inovasi tanpa henti. Dua mata pisau yang harus dijaga dan diasah.

Saya mencatat, pesan Moeldoko memang tidak sekadar retorika. Karena selama ini Moeldoko juga sangat dekat dengan pendidikan di pondok pesantren.  Moeldoko pun dekat dengan kalangan santri. Bagi Moeldoko, menjadi inovator  yang santri merupakan karakter keindonesiaan. Karena itu, Moeldoko juga menaruh  perhatian dan harapan khusus kepada pondok pesantren dan  santri.

Moeldoko menyadari bahwa dia telah  dibesarkan di lingkungan pondok pesantren sejak kecil yakni di Kediri dan Jombang Jawa Timur. Itulah yang  menjadikan Moeldoko  tak bisa meninggalkan hubungan dekatnya dengan  pesantren, ulama,  dan santri. 
Lingkungan  pesantren  mampu mengantarnya  membentuk karakter hingga menjadi Panglima TNI. Hingga kini mengemban tugas penting sebagai KSP RI. Para santri pun wajar menjadikan Moeldoko sebagai sosok inspiratif. Jenderal santri dan   nasionalis. Mereka menyebutnya Jenderal Santri. 

***

*) Oleh: Laily Fitriah Min Nelly, Aktivis perempuan dan pegiat sosial pendidikan di Kota Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES