Kopi TIMES

Rujak Cingur Mbok Maimunah

Kamis, 31 Maret 2022 - 03:36 | 91.28k
Happy Lailatuansyah, Kontributor Rajawali Televisi (RTV) untuk wilayah Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang.
Happy Lailatuansyah, Kontributor Rajawali Televisi (RTV) untuk wilayah Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Terik matahari begitu menyengat. Hampir satu jam lamanya Rusman dan istrinya, Lela berkeliling mencari rujak cingur Mbok Maimunah. Setelah tanya sana sini, seseorang dengan sukarela mengantar keduanya ke warung rujak yang dimaksud.

Lokasinya berada di tengah kampung. Dengan jalan sempit dan berkelok. Jika bukan orang asli atau sekitar situ, susah menemukan warung rujak Mbok Maimunah. “Demi si jabang bayi,” gerutu Rusman.

Ya, orok di perut Lela kini berusia sekitar 7 bulan. Dua bulan lagi diperkirakan bayi pertama buah hati Rusman dan Lela akan lahir. Pencarian warung rujak Mbok Maimunah inipun, atas kehendak si jabang bayi. Atau lazim disebut ngidam.

Keduanya pun sampai di warung sederhana yang sedari tadi dicari. Hanya sebuah bilik bambu reot nyaris ambruk. Dengan sekitar selusin dipan bambu di depan warung. Tak kurang dari 30 orang berdesakan duduk disana.

Rusman hanya menelan ludah. Sudah lama mencari, begitu ketemu ternyata sudah buanyak yang antri. “Apa sih istimewanya rujak cingur ini. Paling ya sama saja,” gumam Rusman dalam hati.

Melihat sang istri yang kepanasan dan kelelahan, emosi Rusman menurun. Dengan sedikit terpaksa, ia pun masuk dalam warung dan memesan dua bungkus rujak cingur. Satu pedas, satu lagi sedang, sesuai permintaan sang istri.

Suasana dalam warung itu penuh sesak. Rusman memberanikan diri untuk maju dan menerobos. Entah beruntung atau tidak, pesanan Rusman merupakan yang terakhir. Itu artinya, ia harus menunggu sekitar 33 bungkus lagi.

Usai menyebutkan pesanannya tadi, lelaki berkacamata ini tak segera keluar. Dalam benaknya ada rasa penasaran dan ingin tahu yang begitu besar. Hanya ada seorang remaja pria yang nampak sibuk menyiapkan rujak pesanan para pembeli.

Satu cowek kecil. Sementara pesanan rujak mencapai puluhan. “Kapan mau selesai kalau dari tadi diulek satu-satu. Ya besok pagi baru bisa,” gumam Rusman, makin jengkel.

Rusman pun balik ke sepeda motor yang diparkir di bawah barongan bambu. Di situ istrinya menyambut dengan senyum begitu indah. Sekali lagi emosi Rusman luruh.

“Sudah pesan pa? Ada kan?,”
“Iya, ada. Tapi lama. Nunggu 33 bungkus lagi. Yakin mau nunggu?,”
“Iya ga papa, kita tunggu aja di sini. Minum dulu, barusan aku beli air dingin di toko depan situ,” ujar Lela, sembari mengusap peluh di dahi suaminya dan memberikan sebotol air mineral.

Rusman pun menerima sebotol air mineral itu dengan pasrah. Artinya, ia harus menuruti sang istri: menunggu dua bungkus rujak cingur Mbok Maimunah.

Du jam kemudian...

“Mas-mas bangun, sudah sepi itu. Ayo masuk, tinggal pesanan kita saja,” ujar Lela, membangunkan suaminya yang duduk tertidur di jok motor.

Gelagapan, Rusman menyeka liur dan keringat di wajahnya.

Keduanya pun masuk dalam warung, yang sudah kosong. Hanya ada remaja pria tadi, yang ternyata cucu Mbok Maimunah. Si Mbok Maimunah sendiri, masih setia menunggui cucunya di sudut lain.

Dengan logat Madura yang kental, Mbok Maimunah, atau akrab disapa Mbok Mun, yang berusia 89 tahun, dengan ramah menyapa keduanya. Menanyakan perihal kandungan Lela. Lela yang asli Sumenep pun, menjawab semua pertanyaan si mbok. Pembicaraan keduanya begitu akrab.

Tak tahan, Rusman berbisik ke telinga istrinya. “Tanyakan, kenapa harus mengulek satu-satu setiap pesanan rujak cingurnya, kan lama,”

Lela pun menanyakan hal itu pada Mbok Maimunah. “Mak, arapah rojek riah mek ekocek gen sittong? (Mbah, kenapa rujaknya diulek satu-satu?)”

Mbok Maimunah pun sedikit beranjak, meraih sekotak perangkat nginang. Sembari meracik jambe, gambir, kapur, dibungkus daun sirih, lalu mulai mengunyahnya. Dalam bahasa Madura yang kental Mbok Maimunah menjelaskan pertanyaan si Rusman tadi. Dalam bahasa Indonesia, kurang lebih seperti ini:

Dalam setiap perbuatan, itu ada takarannya. Prinsip saya, orang beli rujak itu untuk menikmati olahan bumbu rujak. Bukan yang lainnya. Mengolahnya satu persatu (per porsi), membuat citarasanya tidak berubah. Selama isian dan bumbu tidak berubah, orang akan kembali.

Tidak masalah walaupun harus membutuhkan waktu lama untuk membuat pesanan para pembeli. Karena Gusti Allah itu adil. Jika memang rejekimu, pelanggan pasti akan setia menunggu. Karena kita membuatkan mereka rujak dengan penuh keikhlasan, cinta kasih, dan totalitas. Sehingga rasanya tidak berubah.

Kalau ada yang terburu-buru dan membatalkan pesanan, tidak masalah. Mungkin pembeli itu memang tidak punya cukup waktu untuk menunggu. Dan mungkin pula, rejeki darinya bukan untuk kita, penjual rujak.

Lakonah lakonneh, kenengnah kenengih (Lakukan pekerjaannya, dudukilah posisinya),” tandas Mbok Mun, sapaan akrabnya.

Bagi kalian berdua yang masih baru saja menjalin hubungan rumah tangga, jangan mudah terpengaruh. Sabar. Semua pasti ada waktunya. Gusti Allah sudah menyiapkan setiap manusia dengan skenario dan garis hidupnya masing-masing. Mbah bisa hidup sampai usia segini pun karena takdir dan garis hidup dari Gusti Allah.

Jangan kalian tinggalkan ibadah. Bisa jadi doamu saat ini tidak segera terwujud. Tapi pasti terkabulkan. Hanya saja dengan cara dan waktu yang sudah Gusti Allah kehendaki.

Begitulah kata-kata Mbok Mun. Pada Rusman dan Lela yang setia menunggu pesanan di warungnya. Tak terasa, dua bungkus rujak cingur pesanan Rusman sudah siap. Untuk dua bungkus itu, hanya butuh Rp20 ribu saja, per bungkus harganya Rp10 ribu.

Dengan sumringah, Lela membayar dan menerima rujak cingur pesanannya tadi. Sekaligus berpamitan pada Mbok Maimunah yang masih sibuk dengan susur di mulutnya.

Sesampai di rumah, perut Rusman sudah bergelora. Layaknya barisan demonstran berorasi meminta pemerintah turunkan harga sembako.

Lela dengan sigap, sudah menghidangkan dua bungkus rujak cingur yang dibelinya tadi. Rusman mengambil rujak untuknya, dengan tingkat pedas sedang.

Lapar, Rusman melahap satu sendokan pertama rujak cingur Mbok Maimunah. Sebelum menyantap rujak itu, hati Rusman masih menyimpan dongkol. “Ah paling rasanya juga biasa saja nanti,” begitu dalam benaknya.

Namun ekspektasi Rusman salah. Dengan komposisi rujak cingur yang lengkap, mulai dari tahu, tempe, potongan cingur, sayur kangkung, timun dan lontong, rasanya begitu pas. Sedap gurih petis ikan dan petis hitam, berpadu sempurna saat dikunyah. Tidak amis, tidak terlalu asin, sedap.

Dalam sekejap, Rusman sudah melahap hampir tiga perempat porsi rujak cingur Mbok Maimunah. Sedikit pedas cabe sesuai pesanan Rusman, sukses menambah citarasa rujak cingur yang disantapnya itu. Begitu pula sang istri, begitu khusyuk menyantap rujak cingur tersebut. Bahkan ketika potongan lontong miliknya sudah habis, Lela beranjak mengambil nasi.

Dengan nasi putih miliknya sendiri, Lela mengorek bumbu rujak yang tersisa. Sampai daun pisang pembungkus rujak cingur itu bersih. Begitupun si Rusman, yang mengikuti cara istrinya.

Usai menikmati rujak cingur itu, Rusman mengambil sebatang kretek dari tas kecilnya. Otaknya masih tak bisa lepas dari rujak cingur Mbok Maimunah.

“Pantas saja banyak yang antre,” gumamnya dalam hati.

Ya, apa yang dikata Mbok Maimunah soal meracik rujak, memang sesuai dengan citarasa yang dinikmati oleh Rusman.

Rusman pun malu. Lantaran pesan orang tua penjual rujak tadi begitu menohok dirinya. Cara Mbok Mun melayani setiap pembeli dengan sabar, ikhlas dan penuh totalitas, mengantarkan sukses padanya. Lantaran citarasa rujak racikannya tak pernah berubah. Walau kini bukan dirinya yang mengulek rujak, lantaran sudah renta, tapi citarasa rujak racikannya tidak berubah.

Setiap hari, ada sekitar 50 porsi rujak Mbok Mun yang terjual. Pas, tidak kurang dan tidak lebih. Setiap pelanggan yang datang, tidak ada yang pernah membatalkan pesanan. Mbok Mun juga tidak menyesal, jika ada pelanggannya yang tidak kebagian rujak. Mbok Mun juga tidak marah, jengkel atau gusar, ketika ada tetangganya yang ikut jualan rujak cingur.

Rujak Mbok Mun mengajarkan untuk sabar. Menjalankan setiap pekerjaan dengan amanah, dan penuh tanggung jawab. Kendati sudah banyak dikenal orang, rujak Mbok Mun tak pernah menambah porsi setiap harinya. Hal itu mengajarkan manusia untuk tidak serakah.

Bagi Mbok Mun, apa yang didapatnya hari itu adalah rejeki yang seharusnya diterimanya. Jika ada lebih, dalam bentuk lain, itu merupakan bentuk kemurahan hati Gusti Allah, atau Tuhan Yang Maha Esa.

Secara bisnis, langkah yang ditempuh Mbok Mun termasuk stagnan. Atau tidak ada perkembangan. Namun Mbok Mun bukan pebisnis. Nenek 9 cucu ini menganggap jual rujak sebagai pekerjaan rutin baginya setiap hari.

Ketika sudah habis, Mbok Mun memilih istirahat. Menikmati sisa waktunya usai bekerja. Dengan setumpuk perangkat nginang. Padahal jika mau, Mbok Mun bisa membuat lebih banyak porsi rujak cingur. Artinya penghasilan dalam sehari bisa digandakan berkali-kali lipat.

Tapi bagi Mbok Mun, tidak demikian. Itu hanya akan menambah sederet penderitaan baginya.

“Kita hidup hanya sekali di dunia ini nak. Hartamu juga tidak akan dibawa mati. Katakan cukup, dan nikmati saja dengan ibadahmu. Tidak ada yang lebih indah dari pada itu,” begitu pesan terakhir yang diucapkan Mbok Maimunah pada Rusman dan Lela, sebelum beranjak pergi dari warungnya tadi.

***

*)Oleh: Happy Lailatuansyah, Kontributor Rajawali Televisi (RTV) untuk wilayah Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES