Indonesia Positif

Peneliti Teknologi Pangan UC Surabaya Teliti Limbah jadi Kemasan Pangan yang Bisa Dikonsumsi

Rabu, 16 Februari 2022 - 21:00 | 107.74k
Dr. Joko Sulistyo.
Dr. Joko Sulistyo.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dosen senior , sekaligus peneliti dari Program Studi Teknologi Pangan , Universitas Ciputra atau UC Surabaya, Dr. Joko Sulistyo melakukan penelitian yang membahas  kemungkinan memanfaatkan limbah jadi kemasan pangan aktif, pintar dan edible (dapat dikonsumsi).

Penggunaan plastik dalam berbagai sektor, khususnya industri kemasan pangan, telah sedemikian luasnya merebak sehingga menjadi bagian yang integral dalam memodernisasi industri pangan dunia.

Hal tersebut tidak terlepas dari karakteristik dan fungsi plastik yang sangat fleksibel dan serbaguna. Namun justeru dari sinilah permasalahan bermula.

Walaupun hanya digunakan dalam waktu singkat sebelum dibuang sebagai sampah, namun untuk mengurai total kemasan yang terbuat plastik justru memerlukan waktu sekitar 450 tahun, karena mikroba pun tidak mampu mengurai zat tersebut.

Di Indonesia, masalah limbah plastik menunjukkan trend peningkatan secara cukup dramatis. Hasil penelitian LIPI pada tahun 2018 memperkirakan sekitar 0,26 juta-0,59 juta ton plastik tersebut mengalir ke laut.

Indonesia pun dinobatkan sebagai negara penghasil sampah plastik laut terbesar ke dua di dunia setelah Tiongkok berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna Jambeck pada tahun 2018.

Padahal secara pemakaian, baik Indonesia maupun Tiongkok masih kalah dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Menurut penelitian Jambeck, penduduk Amerika rata-rata menggunakan 38 juta kilogram produk atau kemasan plastik setiap hari. Namun, negara ini mengolah sampahnya dengan baik, sehingga sampah yang tersisa sangat sedikit.

plastik

Sedangkan Tiongkok yang memakai 32 juta plastik setiap hari, namun sampah plastik yang tidak dikelola mencapai 24 juta kilogram. Sementara Indonesia yang menggunakan 11 juta kilogram plastik per hari, namun masih menyisakan sampah plastik yang tidak terkelola mencapai 9 juta kilogram.

Diperkirakan sebanyak 500 juta sampai 1 miliar kantong plastik digunakan oleh penduduk dunia dalam satu tahun atau sekitar 1 juta kantong plastik per menit.

Dengan demikian, diperlukan sekitar 12 juta barel bahan baku minyak per tahun yang diproses dengan cara dibakar. Metode pembakaran inilah yang menghasilkan efek emisi gas rumah kaca.

Bioplastik sebagai solusi alternatif

Kemasan pangan umumnya teruat dari bahan dasar polimer, antara lain polipropilena dan polietilena. Namun ironisnya, penggunaan bahan tersebut dalam kemasan justeru memberi dampak negatif dan berbahaya terhadap kesehatan manusia serta lingkungan. Meskipun polimer plastik tidak meracuni secara langsung, namun beberapa monomer residu yang terkandung dalam polimer plastik, khususnya plasticizer dan beberapa bahan aditif akan dilepaskan sehingga berpotensi meracuni. Mengingat dampak dan risiko yang ditimbulkan dari polimer plastik tersebut, maka perlu dioptimalkan cara yang efektif dalam mengurangi ketergantungan terhadap plastik, dengan mensubstitusi polimer plastik berbahan baku fosil tersebut menjadi biopolimer yang dapat terurai secara alami. Dengan demikian, bioplastik sebagai solusi alternatif merupakan suatu temuan positif yang penting dalam menurunkan risiko yang berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan keamanan lingkungan.

Sumber-sumber alami bioplastik

Bioplastik adalah sejenis plastik yang dibuat dari bahan non-fosil dan bahan-bahan alami terbarukan. Target pembuatan bioplastik adalah untuk memastikan bahwa penggunaannya dapat dilakukan secara berulang, sehingga menjadi substitusi alternatif dalam mengurangi penggunaan plastik sintetik berbasis minyak bumi.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bioplastik dapat mengurangi pelepasan gas karbon dioksida sehingga mencapai keseimbangan karbon di udara.

Bioplastik juga memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen, sehingga bioplastik aman digunakan sebagai bahan kemasan pangan.

Bioplastik dapat dibuat dari berbagai sumber alami dan setiap sumber yang berbeda akan menghasilkan bioplastik dengan ciri-ciri berbeda serta memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Bioselulosa yang dihasilkan dari biakan bakteri dapat digunakan sebagai bahan alternatif serat alami dalam bentuk selulosa murni dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan.

Selulosa bakteri memiliki potensi penerapan yang luas untuk diproses menjadi bioplastik yang aman dan sesuai sebagai bahan kemasan pangan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa selulosa bakteri dapat diaplikasikan untuk penggunaan sebagai bahan kemasan pangan, mengingat fungsi dan sifatnya yang serasi serta terbiodegradasi secara alami.

Selain itu, selulosa bakteri merupakan material yang integral terhadap berbagai bahan aditif fungsional termasuk senyawa antimikroba, pewarna alami, nutrisi, penyerap oksigen, bahan penstabil, plasticizer organik, bahan pelumas, antioksidan dan sebagainya yang menjadikan selulosa bakteri sesuai digunakan sebagai bahan kemasan berbasis bioplastik

Meskipun bioplastik membawa berbagai manfaat bagi kehidupan sehari-hari, namun berbagai tantangan terkait dengan sifat dari bioplastik itu sendiri harus diatasi.

Beberapa karakteristik bioplastik seperti stabilitas terhadap suhu, kerapuhan, kemudahan meleleh, kadar oksigen tinggi kekuatan mekanis rendah, dan permeabilitas terhadap uap air, mengakibatkan penggunaan bioplastik sebagai bahan kemasan pangan relatif menjadi terbatas.

plasti1

Kemasan aktif dan pintar

Fungsi dari kemasan pangan adalah guna memastikan bahwa makanan dalam kemasan terhindar dari kontaminasi serta meminimakan interaksi antara kemasan dengan makanan yang dikemas.

Namun, kini kemasan pangan telah berkembang pesat dan semakin inovatif. Kemasan pangan bukan saja berfungsi untuk melindungi makanan, malahan interaksi antara kemasan pangan dan makanan kemasan justeru dimaksimakan sehingga memberi manfaat terhadap makanan yang dikemas tersebut.

Salah satu contoh kemajuan dalam kemasan pangan modern adalah kemasan aktif, kemasan pintar dan kemasan yang dapat dimakan.

Kemasan aktif bertujuan untuk meningkatkan umur simpan makanan, menstabilkan bahkan meningkatkan kualitas pangan.

Salah satu contoh kemasan akif adalah kemasan yang memiliki aktivitas antioksidan. Komponen aktif yang digunakan dalam kemasan merupakan senyawa fungsional meskipun terdapat pada kadar yang rendah namun dapat berfungsi menghambat terjadinya proses oksidasi. 

Masalah oksidasi merupakan tantangan besar dalam industri pangan, mengingat penggunaan antioksidan kimiawi justeru menimbulkan masalah bagi kesehatan manusia, karena mengandung unsur kimiawi yang diduga dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan.

Beberapa antioksidan kimiawi yang berpengaruh negatif karena bersifat karsinogenik dan toksik bagi kesehatan adalah butylated hydroxy anisole (BHA), butylated hydroxy toluene (BHT) dan propyle galate (PG).

Untuk membuat kemasan aktif dan kemasan pintar berbasis bioplastik, ada tiga metode yang dapat digunakan, yaitu dengan menambahkan dan menggabungkan senyawa antimikroba dan antioksidan alami.

Menambahkan beberapa senyawa aktif adalah metode yang paling umum digunakan, dan telah banyak digunakan dalam kemasan pangan, sehingga banyak menarik perhatian luas karena biokompatibilitas dan biodegradabilitasnya yang sangat baik.

Edibilitas selulosa bakteri

Selulosa bakteri memiliki lebih banyak sifat yang menguntungkan dibandingkan selulosa tuimbuhan. Meskipun sama-sama memiliki struktur kimia rantai linier 1,4-glukan yang sama, namun terdapat banyak perbedaan sifat fisik di antara keduanya. Rantai selulosa tumbuhan sangat berikatan erat dengan hemiselulosa, lignin, dll, sedangkan selulosa bakteri tidak mengandung polimer lain sehingga memiliki kemurnian yang tinggi. Struktur jaringan serat selulosa bakteri yang berbentuk pita 3D, memiliki sifat mekanik yang unik seperti kristalinitas dan modulus yang tertinggi diantara bahan-bahan organik. Dengan rasio serat selulosa yang tinggi, selulosa bakteri mampu memberikan kapasitas memuat cairan hingga 99% dari berat total, dimana sekitar 90% molekul airnya berikatan erat dengan sebagian besar gugus hidroksil dalam molekul selulosa. Sehingga dikatakan bahwa selulosa bakteri mempunyai lebih banyak manfaat dibandingkan dengan selulosa tumbuhan.

Akhir-akhir ini, penelitian tentang bahan pelapis produk pangan yang dapat dimakan (edible coating) semakin giat dilakukan. Pelapis edible berfungsi mencegah hilangannya kelembaban dan oksigen, serta mengendalikan pertumbuhan mikroba, menstabilkan warna, tekstur dan kelembaban sekaligus meningkatkan umur simpan produk makanan, khususnya buah dan sayuran. Tambahan lagi, bahan pelapis edible juga berpotensi sebagai bahan pembanya senyawa aktif seperti senyawa anti browning, bahan pewarna, pemberi rasa, nutrisi, senyawa antimikorba dan antioksidan yang berperan meningkatkan umur simpan produk pangan serta menurunkan risiko kontaminasi patogen pada produk makanan.

Edible coating berbasis selulosa bakteri dapat dibuat dengan cara mencampurkan bahan tersebut dengan bahan-bahan lain termasuk senyawa antibakteri, antioksidan, bahan perasa, pewarna dan pembentuk plastic, plasticizer organik seperti sorbitol dan gliserol, sehingga menghasilkan permukaan yang berlapiskan bahan pelapis edible. Manfaat dari edible coating adalah untuk meningkatkan umur simpan produk pangan khususnya buah dan sayuran, menghambat pelepasan gas, kelembaban dan memperlambat proses pematangan buah dan sayuran. Edible coating dengan penambahan senyawa aktif yang dihasilkan oleh bakteria asam laktat (LAB) Lactobacillus dan Bifidobacterium berpotensi sebagai senyawa aktif antimikroba terhadap mikroba patogen sekaligus berperan aktif sebagai probiotik yang bermanfaat bagi menjaga kesehatan sistem pencernaan manusia.

Penggunaan selulosa bakteria

Edible coating berbasis selulosa bakteri berfungsi sebagai lapisan penghalang terhadap kehilangan air, kelembapan dan oksigen dalam menstabilkan warna, tekstur dan kandungan kelembapan suatu produk pangan serta meningkatkan umur simpan produk secara efektif.

Selulosa bakteria secara tradisional telah diproduksi nata de coco menggunakan media air kelapa. Serat pangan tersebut memiliki sifat tekstur yang kenyal, lembut dan licin, tidak mengandung kolestrol, rendah lemak dan berkalori rendah.

Namun air kelapa dari buah yang telah tua pada umumnya dibuang begitu saja sebagai limbah, walaupun air kelapa tua dapat digunakan sebagai substrat yang baik untuk menghasilkan selulosa bakteria yang berkualitas tinggi baik kerana banyak mengandung sumber karbon.

Selulosa bakteri dapat digunakan sebagai bahan pengental, penstabil dan pengubah tekstur makanan. Selulosa bakteria yang memiliki sifat porositas yang tinggi berpotensi dalam mentransfer antibiotic, antimikroba dan antioksidan atau senyawa aktif lainnya dan sekaligus bertindak sebagai penghalang fisikal yang efisen terhadap mikroorganisme kontaminan maupun patogen. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES