Hukum dan Kriminal

Dugaan Perbudakan Modern oleh Mantan Bupati Langkat, Ini Temuan Baru Kepolisian

Selasa, 25 Januari 2022 - 19:35 | 49.74k
Kerangkeng di rumah Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana. (FOTO: Tangkap Layar)
Kerangkeng di rumah Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana. (FOTO: Tangkap Layar)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pihak kepolisian terus mendalami dugaan perbudakan modern di rumah mantan Bupati Langkat Terbit Rencana. Terbaru, puluhan warga yang menempati kerangkeng diketahui dipekerjakan di pabrik kepala sawit dan tidak dibayar sepeserpun.

Sampai saat ini, pihak kepolisian mencatat setidaknya ada 48 orang yang menghuni kerangkeng itu. Dalihnya yakini untuk rehabilitasi para pecandu narkoba.

"Mereka tidak diberi upah seperti pekerja," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadan kepada wartawan Selasa (25/1/2022).

Ia pun membeberkan, hasil pemeriksaan saat ini, puluhan korban hanya diberikan makan tambahan sebagai upah kerja di pabrik milik Langkat Terbit tersebut.

Selain itu lanjut dia, setelah ditelusuri bangunan kerangkeng itu sudah dibuat pada tahun 2012 silam atas inisiatif Bupati Langkat Terbit Rencana. Sementara saat di proses lebih dalam, bangunan itu tidak ada izin sebagaimana diatur oleh Undang-undang yang resmi.

Untuk saat ini, jumlah penghuni kerangkeng itu masih tersisa 30 orang. Sisanya sudah dipulangkan dan dijemput langsung oleh keluarganya masing-masing.

Ia mengaku, saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap motif kerangkeng tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan awal, ditemukan luas tanah 1 hektare. "Kemudian luas gedung ukuran 6x6 yang terbagi menjadi dua kamar dengan kapasitas kurang lebih 30 orang," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan TIMES Indonesia, Mantan Bupati Langkat Terbit Rencana kembali menjadi sorotan. Bukan soal korupsi, namun karena ia diduga kuat melakukan perbudakan modern. Yang dilakukan di rumahnya, terhadap puluhan manusia.

Dugaan itu diungkap Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care. Awalnya, dugaan itu diterima adanya kerangkeng serupa penjara di dalam rumah Terbit Rencana tersebut.

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah kepada awak media Senin (24/1/2022) kemarin.

Setidaknya, ada dua sel yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja. Ia menyebutkan, jumlah pekerja tersebut, kemungkinan lebih besar lagi.

Anis Hidayah menjelaskan, dari laporan sementara, mereka berkerja 10 jam setiap harinya. Lalu setelah lelah bekerja, mereka dimasukkan ke kerangkeng tersebut, diberi makan dan minum. Dan tak bisa kemana-mana karena tak punyak akses untuk ke luar.

"Tidak punyak akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam dan luka. Selama bekerja, mereka tidak pernah menerima gaji," jelasnya.

Situasi tersebut jelas bertentangan dengan hak asasi manusia. Dimana, Pemerintah sendiri sudah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998.

Bahkan kata dia, dugaan kasus di atas adalah praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang telah diatur dalam UU Nomor 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Kasus yang melibatkan mantan Bupati Langkat Terbit Rencana ini pun juga sudah dilaporkan ke Komnas HAM. Dalam laporannya tersebut, Migrant Care memberikan sejumlah dokumentasi, seperti foto seorang pekerja yang kondisinya luka diduga karena ada penyiksaan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES