Peristiwa Nasional

Fenomena 'Bicara Seenaknya, Lalu Minta Maaf'

Selasa, 25 Januari 2022 - 13:37 | 57.45k
Arteria Dahlan. (FOTO: Dok DPR RI)
Arteria Dahlan. (FOTO: Dok DPR RI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Fenomena 'Bicara Seenaknya, Lalu Minta Maaf' menjadi tontonan asyik masyarakat saat ini. Setelah Arteria Dahlan, kini Edy Mulyadi ramai menjadi atensi publik.

Sebelumnya, Arteria Dahlan mempersoalkan Kepala Kejaksaan Tinggi berbicara menggunakan bahasa Sunda saat memimpin rapat. Anggota DPR RI itu dengan lantang meminta agar yang bersangkutan disanksi.

Masyarakat pun tak terima. Ia dinilai melecehkan. Lalu, politikus PDI Perjuangan itu meminta maaf atas pernyataannya tersebut. "Saya sungguh-sungguh menyatakan permohonan maaf kepada masyarakat Jawa Barat," katanya dalam keterangan resminya kemarin.

Tak jauh berbeda dengan nasib Arteria Dahlan itu. Aktivis Edy Mulyadi juga meminta maaf kepada publik. Hal itu setelah dirinya menyatakan 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak.'

"Saya mohon maaf telah menyebabkan teman-teman di Kalimantan tersinggung dan marah," ujarnya kepada wartawan.

Diminta Hati-hati

Sementara itu, M. Jamiluddin Ritonga, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul meminta publik figur untuk lebih hati-hati dalam menyampaikan sesuatu.

Jamiluddin-Ritonga.jpgEdy Mulyadi. (FOTO: dok pribadi)

"Kalau warga Kalimantan merasa terhina tentu tidak ada yang bisa melarang. Sebab, dalam komunikasi setiap penerima pesan berhak mempunyai persepsi sendiri atas pesan yang diterimanya," katanya kepada TIMES Indonesia Selasa (25/1/2022).

Penyampai pesan, seperti Edy Mulyadi kata dia, tidak bisa memaksakan makna pesan sebagaimana yang dimaksudnya jin buang anak dan yang mau tinggal di IKN hanya monyet.

Jamiluddin mengatakan, saat pesan itu disampaikan ke khalayak, maka khalayak punya hak mempersepsi pesan tersebut sesuai latarbelakangnya.

"Karena itu, wajar kiranya bila setiap pesan dipersepsi beragam oleh khalayak. Hal itu juga terjadi terhadap pesan yang disampaikan Edy Mulyadi," jelasnya.

Karena itu, ia meminta, publik figur harus berhati-hati dalam setiap menyampaikan pesan kepada khalayak. Setiap pesan yang ingin disampaikan haruslah terukur agar dapat meminimalkan misspersepsi di khalayak.

"Sebab, sekali terjadi miss persepsi, maka akan terjadi efek bumerang yang dasyat bagi si penyampai pesan. Bagi publik figur sebelum menyampaikan pesan kepada khalayak hendaknya berpikir dulu baru bertinkak. Hindari bertindak dulu baru berpikir, karena akan menjadi efek bumerang bagi si penyampai pesan," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES