Kopi TIMES

Dibutuhkan: Guru yang Digugu dan Ditiru

Senin, 24 Januari 2022 - 21:33 | 117.57k
Amirudin Mahmud, pemerhati sosial, politik dan keagamaan. Bekerja sebagai guru di SDN 1 Unggulan Srengseng Kabupaten Indramayu.
Amirudin Mahmud, pemerhati sosial, politik dan keagamaan. Bekerja sebagai guru di SDN 1 Unggulan Srengseng Kabupaten Indramayu.

TIMESINDONESIA, INDRAMAYU – Guru adalah seorang yang mengabdikan dirinya mendampingi perkembangan fisik dan psikis manusia dalam hal ini peserta didik. Mereka mengajarkan ilmu pengetahuan. Melatih berbagai ketrampilan. Membimbing dalam bersikap, bertindak, berkata juga berpikir. Manusia bergantung pada guru.

Karena penting dan strategisnya peran dan tugas guru, posisi mereka pun menjadi sakral. Mereka jadi pusat perhatian. Salah sedikit saja, mereka dikecam. Apalagi jika melakukan perbuatan tercela, mereka dapat kutukan, cacian dan sanksi sosial yang berat lantaran tak mampu mengemban beban dan tanggungjawab mulia sebagai guru.

Alasan di atas mewajibkan guru untuk selalu berhati-hati dalam bertutur kata, bersikap dan berbuat. Guru tak septutnya sembrono dalam ucapan dan tindakan. Ada ungkapan yang sering diperdengarkan, guru itu digugu dan ditiru. Akronim Jawa tersebut diartikan sebagai orang yang dipercaya, dipatuhi (menjadi panutan) dan ditiru oleh orang lain. Guru itu teladan, contoh yang layak diikuti. Digugu dan ditiru itu  dalam terminologi agama disebut “uswatun hasanah”.

Guru tak lain merupakan sosok mulia baik di lingkungan sekolah maupun dalam masyarakat secara luas. Di sekolah, guru dihormati oleh peserta didik. Tutur kata dan ucapanya dipercaya. Sikap dan perlikunya dicinta. Kehadiranya dirindukan. Di tengah masyarakat guru menjadi rujukan baik ucapan, tindakan juga gagasan dan pemikiran. Mereka juga kerap dijadikan pimpinan dalam banyak hal. Namun tak semua guru bisa digugu dan ditiru.

Slogan yang melekat pada diri guru itu sekarang mulai perlahan-lahan luntur. Menghilang.

Akhir-akhir ini guru yang digugu dan ditiru seperti itu menjadi langka. Sedikit. Banyak diantara guru yang hanya mampu mengajar, mentransfer ilmu pengetahuan. Sekadar menjalankan kewajiban pekerjaan. Tidak lebih. Padahal sejatinya guru itu tak sebatas mengajar. Lebih dari itu guru membimbing, melatih dan mendidik. Guru juga berperan menjadi orangtua kedua. Kehadiran TPG harusnya menuntut guru berperan lebih. Sebagai guru professional sepantasnya mereka digugu dan ditiru. Bukan begitu?

Sekarang bagaimana cara menjadi guru yang digugu dan ditiru? Menjadi guru ideal seperti itu memang tak mudah. Butuh komitmen tinggi. Harus sabar, berjuang mengasah kualitas diri. Istiqomah dalam sikap dan ucapan. Berikut beberapa hal yang bisa diupayakan tatkala ingin menjadi guru digugu ditiru. Pertama, membiasakan menselaraskan ucapan dan tindakan.

Sebagai seorang pendidik, sepatutnya guru mengamalkan apa yang dikatakan. Ada ungkapan berbahasa Jawa yang kudu dihindari oleh guru yakni “jarkoni”, bisa ngajar ora bisa ngelakoni. Maksudnya bisa mengajar tapi tak bisa mengamalkan. Ini menjadi fatal jika dilakukan. Dalam Al Quran perbuatan seperti itu sangat dikecam. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”  

Kedua, menampilkan akhlak mulia. Apa akhlak itu? Akhlak diartikan sebagai perangai, tabiat, budi pekerti, dan sifat seseorang. Jika baik (perangai, tabiat, budi pekerti atau sifat) maka baiklah akhlak seseorang. Demikian sebaliknya. Maka biasakan berbuat baik, mulailah dari hal-hal kecil nanti akan terlatih pada sesuatu yang besar. Secara umum akhlak itu dibagi menjadi dua, akhlak terkait dengan Allah (hablun minallah) dan akhlak dengan sesema manusia (hablun minannas). Berilah contoh yang baik kepada peserta didik dalam sikap, perbuatan juga ucapan. 

Ketiga, konsisten dengan ucapan dan tindakan. Artinya berpegangteguh dengan apa yang diyakini dan diucapkan serta terus menerus melakukan hal-hal yang diyakininya sebagai kebenaran dan kebaikan. Tidak gampang terpengaruh keadaan kemudian menarik ucapan atau berhenti melakukan. Konsistensi sangat penting guna menghadirkan kewibawaan seseorang. Guru yang konsisten akan memilki wibawa dan kharisma dalam pandangan para siswa maupun masyarakat umum. Sebaliknya inkonsistensi akan mendatangkan olok-olok dan cemooh. 

Keempat, memilki kemampuan komunikasi dan sosialisasi yang baik. Ibarat dalam sifat wajib bagi rasul hal demikian disebut tabligh yakni kemampuan menyampaikan sesuatu seperti pemikiran,  gagasan, ilmu, dan lainnya. Guru dituntut pandai bergaul dengan siapapun sehingga kehadirannya diterima oleh semua orang.  Dia memandang, memperlakukan semua orang dengan sama. Tidak membedakan satu dengan yang lain.

Digugu dan ditiru sejatinya adalah keteladanan. Keteladan termasuk bagian dari alat ada juga yang mengkategorikannya sebagai metode pendidikan. Menurut Abdullah Nasiikh Ulwan, minimal ada 5 metode pendidikan yakni 1.Pendidikan dengan keteladanan 2. Pendidikan dengan pembiasaan 3. Pendidikan dengan nasihat 4. Pendidikan dengan pengawasan 5. Pendidikan dengan hukuman.  

Keteladan dari guru sangat efektif dalam mempengaruhi anak didik sehingga anak didik sangat mempercayai gurunya. Kepercayaan mereka kepada guru terkadang melebih kepercayaan mereka pada orangtua sendiri. Demikian kuat pengaruh guru jika digugu dan ditiru.

Ada teman bercerita ke saya, dia punya anak di bangku sekolah dasar. Anaknya diperintah oleh guru untuk membawa KK (kartu keluarga) untuk kepentingan vaksinasi. Teman saya berujar ke anaknya, ini bawa KIA (kartu identitas anak) saja, lebih praktis. Sang anak menolak, dia keukeuh meminta KK seperti perintah dan ucapan guru. Padahal  andaikata dia membawa KIA, penulis yakin gurunya tak akan marah sebab dalam keduanya (NIK atau KK) terdapat NIK yang dibutuhkan saat vaksinasi. Begitu besar kepercayaan anak kepada guru. Mereka bisa saja lebih mempercayai guru dibandingkan orangtua mereka sendiri. Apa yang diucapkan guru dianggap sebagai kebenaran tunggal. 

Indonesia sekarang membutuhkan guru-guru teladan, guru yang digugu dan ditiru. Negeri ini dalam semua sektor dan lini miskin keteladanan. Para pemimipin, pejabat, tokoh masyarakat sedikt sekali yang  mampu memberi contoh yang baik pada khalayak. Jika dalam dunia pendidikan juga tak ditemukan keteladanan bagaimana nasib generasi muda mendatang. Ini menjadi tantangan sekaligus tanggungjawab yang dipikul oleh guru Indonesia.  Sekali lagi, berhati-hatilah jangan memberi contoh jelek pada anak didik. Ingat “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”. Wa Allahu Alam.

***


*)Oleh: Amirudin Mahmud, pemerhati sosial, politik dan keagamaan. Bekerja sebagai guru di SDN 1 Unggulan  Srengseng Kab. Indramayu.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES