Sejarawan Sebut Nama IKN “Nusantara” Lebih Merujuk Wilayah Luar Jawa

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pemerintah secara resmi menamai calon ibu kota negara atau IKN dengan nama Nusantara. Penamaan IKN yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur ini menuai pro dan kontra di masyarakat. Namun demikian, pemilihan kata Nusantara tentu menjadi kajian mendalam.
Untuk diketahui, kata Nusantara sendiri sudah dikenal sejak lama di era masa kerajaan Singosari dan Majapahit. Menurut Sejarawan dari UGM Dr. Arif Akhyat, MA kata nusantara bukan hanya muncul pada masa Majapahit, tapi sejak masa kerajaan Singasari telah digunakan untuk merujuk wilayah pulau luar.
Dia menjelaskan bahwa Nusantara dibedakan dengan divpantara yakni dvipa yang artinya Jawa. Konsep nusantara, pada masa Majapahit merupakan konsep geopolitik untuk mengidentifikasi suatu wilayah yang meliputi Bali, Malayu, Madura dan Tanjungpura. Nah keempat wilayah itu juga termasuk wilayah Singapura, Malaysia.
Juga ada wilayah Sumatera, Borneo, Sulawesi dan Maluku, Lombok, Timor. Bahkan pengaruhnya sampai Champa, Cambodia, Annam dan Siam.
"Jadi secara geografis, Nusantara lebih luas dari apa yg sekarang disebut Indonesia. Dengan sedikit ulasan tadi sebenarnya, nusantara, bukan Jawa tetapi justru merujuk luar Jawa,” kata Arif kepada TIMES Indonesia, Kamis (20/1/2022).
Lebih lanjut kata nusantara untuk penamaan suatu wilayah, menurut dia tidak mengandung perspektif negatif atau positif. Ia hanya sebuah nama untuk menyebut wilayah di luar Jawa. Lalu, jika diberikan nama itu untuk IKN ya itu soal nama. Tetapi bagaimana tafsir nama itu digunakan sebagai kebijakan politik untuk pemerataan, keseimbangan, keadilan pembangunan.
"Inti pemindahan IKN itu bukan soal nama, namun seberapa jauh persiapan yang dilakukan dengan berbagai analisis secara komprehensif dan multidisipliner. Jangan sampai pemindahan IKN hanya sebagai retorika politik dan praktik politik mercusuar,” tuturnya
Seperti diketahui Presiden Soekarno pernah bercita-cita memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan. Menurutnya Soekarno ingin memindahkan IKN saat itu, pasti ada motif yang berbeda dengan sekarang. Sepanjang pengetahuannya, berbagai motif dan alasan melatarbelakangi perpindahan IKN.
Misalnya saja, IKN pernah pindah ke Yogyakarta 1946, dikarenakan kondisi Jakarta secara politik tidak aman, revolutif, dan dibawah ancaman agresi militer Belanda. Kalau gagasan IKN mau dipindahkan Soekarno tahun 1957 ke Palangkaraya, itu pun sangat mungkin karena salah satunya adanya intrik politik militer 1957 dengan gerakan separatisme dari berbagai daerah, sehingga IKN (Jakarta) tidak aman.
“Jadi soal perpindahan IKN ini bukan sekedar relevan atau tidak, namun seberapa jauh urgensi dan kesiapan berbagai bidang dalam mengatur keseimbangan dan keadilan pembangunan," Imbuhnya
Lebih jauh lagi, kata Arif kebijakan makro dalam konteks pembangunan, termasuk perpindahan IKN jangan sampai ahistoris dan bersifat politis.
Nah mengenai pemilihan nama baru untuk IKN, Arif punya pandangan sendiri. Menurutnya nama IKN sebaiknya merujuk pada nama wilayah itu sebelumnya. Sebab bila terjadi pemilihan nama baru untuk sebuah wilayah biasanya akan menghilangkan aspek historis dan konstruksi sosial budaya masyarakat yang sudah menempati sebelumnya.
“Dalam kajian sejarah, nama-nama kota, apalagi ibu kota, selalu terkait dengan kemegahan kota masa lalu,” papar Arif yang juga Dosen Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM tentang penamaan IKN Nusantara. (*)
**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |