Hukum dan Kriminal

Rugikan Negara Rp 39,5 Triliun, Hakim Tetap Enggan Hukum Mati Heru Hidayat

Rabu, 19 Januari 2022 - 12:28 | 40.85k
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat. Ia lolos dari hukuman mati. (FOTO: Antara)
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat. Ia lolos dari hukuman mati. (FOTO: Antara)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Harapan masyarakat untuk melihat hukuman mati yang diberikan kepada Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat nampaknya takkan terjadi. Hal itu karena hakim tak sepakat dengan jaksa penuntut umum dalam kasus skandal ASABRI.

Hakim menyampaikan, dari awal jaksa tak pernah mendakwa Heru dengan Pasal 2 ayat 2 terkait hukum mati tersebut. Hakim mengatakan pihaknya tidak dapat membuktikan unsur dalam pasal itu.

"Sehingga majelis hakim tidak dapat membuktikan unsur pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, akan tetapi majelis hanya membuktikan pasal ayat 1 UU Tipikor," kata hakim Ali Muhtarom di PN Tipikor Jakarta Pusat dikutip Rabu (19/1/2022).

Menurut hakim, pasal 2 ayat 2 dapat digunakan dalam keadaan tertentu. Misalnya, jika korupsi dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya.

"Sebagaimana undang-undang yang berlaku pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter," jelasnya.

Kata hakim, Heru telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam kasus Jiwasraya sebelumnya. Hakim menyebut, terdakwa dengan hukuman maksimal seumur hidup tidak dapat dijatuhi pidana lain.

"Terdakwa telah menjalani sebagian atau baru dalam tipikor Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Tipikor dalam Jiwasraya berbarengan dengan tipikor yang dilakukan terdakwa dalam perkara PT ASABRI persero sehingga lebih tepat dikategorikan concursus realis atau meerdaadse samenloop. Bukan sebagai pengulangan tindak pidana," jelasnya lagi.

Hakim juga menjelaskan, ancaman perampasan kemerdekaan dalam pasal 2 ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup. Dan berdasarkan ketentuan pasal 67 KUHP jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping itu tidak boleh dijatuhi pidana lain. "Atau pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman majelis hakim," ujarnya.

Kejagung Minta Jaksa Banding

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah memerintahkan jaksa untuk mengajukan permohonan banding atas kasus tersebut. Hal itu dikatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak.

"Terhadap putusan hakim tersebut, jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memerintahkan jaksa untuk segera melakukan upaya perlawanan banding," katanya dalam keterangan resminya.

Ada beberapa alasan jaksa harus mengajukan banding. Pertama, putusan itu tak memenuhi rasa keadilan. "Terdakwa dengan kerugian yang begitu besar sekitar Rp 39,5 Triliun," katanya lagi.

"Rincinnya, kerugian PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 16,7 triliun dan kerugian PT ASABRI sebesar Rp 2278 triliun. Seharusnya bisa dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa dan negara," jelasnya.

Heru di kasus Jiwasraya divonis pidana seumur hidup. Sementara pada kasus ASABRI, hanya diminta membayar penganti Rp 12,6 triliun oleh majelis hakim.

Selain itu lanjut Leonard, jika Heru mengajukan upaya peninjauan kembali atau PK, ada kemungkinan besar ia mendapat hukuman yang lebih ringan. "Putusan tersebut telah melukai hati masyarakat Indonesia," ujarnya.

MAKI Mengaku Kecewa

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengaku kecewa besar dengan putusan hakim tersebut. HAKI menilai, putusan itu sama sekali tak ada rasa keadilan sedikitpun.

"Jika tidak memberikan hukuman mati sesuai tuntutan jaksa, semestinya tetap memberikan hukuman seumur hidup atau hukuman seumur hidup secara bersyarat, ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan resminya diterima TIMES Indonesia.

Ia juga menyoroti kemungkinan vonis seumur hidup Heru dikasus Jiwasraya dapat berkurang bahkan bebas lewat makanisme PK. "Mestinya pidana dan hukum bukan nihil (di kasus ASABRI). Bisa seumur hidup dan mati," jelasnya

Ia mendorong pihak jaksa untuk mengajukan banding terhadap vonis nihil dari hakim di kasus ASABRI itu. Ia juga mengatakan vonis mati sebetulnya adalah hukuman yang paling proporsional untuk Heru.

"Mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat, dan nasabah (Jiwasraya dan ASABRI) secara berulang," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES