Peristiwa Daerah

Pakar Transportasi: Kota Malang Tak Layak Masuk Kategori Kota Termacet se-Indonesia

Jumat, 14 Januari 2022 - 12:59 | 67.83k
Suasana kendaraan yang di sekat saat PPKM Darurat di wilayah perempatan Kacuk, Kota Malang. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Suasana kendaraan yang di sekat saat PPKM Darurat di wilayah perempatan Kacuk, Kota Malang. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Kepala Lab Transportasi dan Penginderaam Jauh Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang (UB Malang), Ir Hendi Bowoputro, ST., MT menilai Kota Malang tak layak masuk kedalam peringkat keempat kota termacet se-Indonesia.

Penilaian tersebut berdasarkan hasil penelitian dari Perusahaan analisis data lalu lintas, INRIX melalui rilis bertajuk "Global Traffic Scorecard 2021". Dari survei tersebut, Kota Malang berada di peringkat keempat kota termacet setelah di nomor pertama ada Surabaya, kedua Jakarta dan ketiga Denpasar.

"Kalau saya merasakan, sebenarnya tidak terlalu macet. Hanya di beberapa titik memang beberapa tahun terakhir ini mulai dilakukan rekayasa lalu lintas, seperti Kayutangan dan Sawojajar," ujar Hendi kepada TIMES Indonesia, Jumat (14/1/2022).

Apalagi Pemerintah Kota Malang, menurut Hendi, sudah melakukan manajemen lalu lintas yang terbilang baik. Seperti dalam penggunaan sistem ATCS (Area Traffic Control System) yang bisa mengendalikan kepadatan di persimpangan.

PPKM Darurat b

"Itu kan bisa di kontrol sekarang. ATCS bisa mengendalikan kaki simpang yang macet dengan menambah waktu lampu hijaunya," ungkapnya.

Akan tetapi, Hendi menyadari kemacetan di Kota Malang memang masih terjadi. Namun, pada jam-jam tertentu dan hari tertentu seperti weekend.

"Ya karena waktu weekend memang pendatang dari luar Kota Malang datang ke Kota Malang melalui jalan provinsi dan jalan nasional," katanya.

Hal tersebut, lanjut Hendi, seharusnya tak masuk penilaian peringkat keempat sebagai kota termacet, karena memang tidak setiap hari mengalami kemacetan dan hanya berada di titik dan waktu tertentu.

Perlu diketahui, berdasarkan hasil INRIX, Kota Malang juga masuk dalam peringkat ke 334 sebagai kota termacet di dunia. Penelitian tersebut, menggunakan data penyelidikan GPS anonim untuk mengidentifikasi rute dan tujuan yang paling sering dikunjungi di seluruh wilayah.

Hasil laporannya, pengendara di Kota Malang telah kehilangan 29 jam selama kemacetan di Kota Malang.

"Sebenarnya lebih dari 20 persimpangan sejak 2019 sudah siap perencanaan untuk rekayasa agar tak macet. Namun yang seharusnya dieksekusi 2020, ternyata terkendala pandemi (Covid-19). Jadi belum terealisasi hingga detik ini," tuturnya.

Tak hanya menyoroti Kota Malang, Hendi juga heran dengan Surabaya yang menjadi peringkat pertama dan Denpasar sebagai peringkat ke tiga kota termacet se-Indonesia.

Menurutnya, ada dua kota yang seharusnya masuk kategori kota termacet. Diantaranya adalah Kota Bandung dan juga Yogjakarta.

"Saya ke Bandung dan Jogja itu saya lebih gak nyaman bergerak di dalam kota. Kalau menurut saya (Kota Malang) lebih nyaman daripada Bandung dan Jogja," katanya.

"Jogja itu lebih parah lagi memang. Kalau Malang ini kita bergerak di dalam kota gak masalah," imbuhnya.

Apalagi, dari penilaian Hendi, Surabaya sebenarnya selama ini pengaturan lalu lintasnya sudah terbilang cukup bagus. Kepadatan terjadi pada jam masuk kerja dan pulang kerja. 

"Bisa kita tahu kemacetan di Surabaya sekarang sudah sangat berkurang. Seperti di jalan A. Yani itu sudah berkurang sekali (kemacetan)," katanya.

Sementara itu, Pemkot Malang yang tengah memetakan solusi kemacetan di Kota Malang, melalui rencana pembangunan Underpass juga ditanggapi oleh Hendi. Menurutnya underpass dan flyover bisa mengatasi kemacetan dalam jangka waktu beberapa tahun kedepan. Akan tetapi, perlu adanya banyak pertimbangan dari faktor teknis, seperti ketersediaan lahan hingga drainase yang harus diperhatikan.

"Kalau bersedia membebaskan lahan sekitar Underpass, gak ada yang gak mungkin. Tapi kalau menggunakan eksisting yang sekarang ini, ya saya bilang faktor teknisnya harus dikaji dan diperhatikan," jelasnya. "Lahan, kedalaman, lebarnya dan yang lain termasuk drainase yang paling penting juga untuk underpass. Kalau ini gak diperhatikan, bisa seperti underpass di Solo yang terendam air itu," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES