Kopi TIMES

Melihat Demokrasi dan Islamisme Kepemimpinan Erdogan di Turki

Rabu, 05 Januari 2022 - 20:32 | 100.77k
Rizky Juda Putra Hidayat, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang dan IISMA Awardee 2021 Middle East Technical University, Turkey.
Rizky Juda Putra Hidayat, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang dan IISMA Awardee 2021 Middle East Technical University, Turkey.

TIMESINDONESIA, MALANG – Recep Tayyib Erdogan merupakan presiden Turki yang menjabat sejak 2014. Sebelumnya ia adalah Wali Kota Istanbul pada 27 Maret 1994 dan Perdana Menteri Turki sejak 14 Maret 2003 sampai 28 Agustus 2014.

Erdogan juga merupakan ketua umum Adalet ve Kalkınma Partisi atau Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), selain itu Erdogan dijuluki sebagai politisi penghapus sekularisme yang merupakan warisan dari Mustafa Kemal Attaturk. 

Islamisme atau juga dikenal sebagai Politik Islam, adalah sebuah ideologi yang memiliki keyakinan bahwa "Islam harus menjadi pedoman bagi segala segi kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, serta kehidupan pribadi". Pandangan Islamisme menekankan pada pentingnya penerapan Syariah (hukum Islam), persatuan politik Pan-Islamisme dan menyingkirkan secara selektif pengaruh-pengaruh non-Muslim dari Dunia Islam, khususnya dalam pengaruh politik, sosial, ekonomi, dan budaya Barat yang dianggap tidak sesuai dengan Islam.

Namun, islamisme tidak sekeras dan seketat seperti yang dipikirkan. Seperti pendapat dari seorang analis politik Amerika yaitu Graham Fuller yang menyatakan bahwa islamisme dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk politik identitas, atau dukungan terhadap identitas Muslim, keaslian, regionalisme yang lebih luas, kebangkitan kembali, dan revitalisasi komunitas Muslim. Setelah adanya kebangkitan dunia Arab, politik Islam digambarkan menjadi "semakin saling bergantung" dengan politik demokrasi. 

Gelombang demokratisasi yang terjadi di seluruh penjuru dunia di tahun 1980-an. Hal ini juga diiringi gelombang kesadaran politik masyarakat sipil di berbagai belahan dunia. Khususnya bagi Turki yang memiliki keinginan untuk menjadi bagian dari Uni Eropa dan memiliki syarat bahwa harus menjalankan demokrasi utuh, telah menjadi faktor pembuka mata masyarakat Turki.

Mereka mulai melihat bahwa gagasan sekularisme warisan Mustafa Kemal telah mengalami kehilangan orientasi dan mulai mencoba untuk bermain di jalur politik secara sehat. Oleh karena itu, mereka mendirikan partai dan mengikuti pemilu secara konstitusional. Hal tersebut akhirnya dapat dijadikan sebagai momentum kebangkitan politik Islam oleh para kalangan menengah muslim dan para pengusung ide-ide Islam, serta disusul dengan pendirian partai-partai berbasis Islam.

Ketika masa jabatannya sebagai Perdana Menteri Turki selesai di tahun 2014, Recep Tayyip Erdogan mencoba untuk mencalonkan diri sebagai Presiden Turki melalui dukungan dari partai AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi). Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 2014 Erdogan berhasil terpilih sebagai Presiden Turki melalui pemilihan umum menggantikan presiden sebelumnya, dan terpilih kembali di tahun 2018. Turki yang pada saat ini sudah beralih ke sistem presidensial membuktikan bahwa demokrasi di turki semakin menuju ke arah yang baik.

Jika dilihat dari aksi politiknya, Erdogan telah membawa masa keemasan Turki kembali, setelah sebelumnya Turki ada didalam fanatik sekularisme dan terjadinya penghilangan nilai-nilai Islam di negara Turki. Melalui kebijakan-kebijakannya, ia dapat meyakinkan masyarakat Turki, bahwa dengan adanya identitas Islam, Turki bisa mengembalikan kejayaan bangsanya yang bukan hanya kuat dalam segi pertahanan, tetapi juga dalam segi perekonomian. Selain itu, terdapat keyakinan bahwa "Islam adalah Solusi" (Al-Islam huwa Al-Hall).

Erdogan yang tumbuh dalam lingkungan islam dapat membangkitkan keadaan Turki dari julukan sebelumnya yaitu "The Sick Man in Europe" menjadi negara yang sehat serta tumbuh dan berkembang, bahkan dapat dinilai sebagai negara yang mampu memberikan kontribusi dalam menciptakan perdamaian.

Erdogan dan kebijakannya dapat mengembalikan kebiasaan lama yaitu pengajaran dalam Al Quran dan Hadits di sekolah-sekolah negeri di Turki yang sudah lama dihilangkan, dan kebebasan berhijab di kampus-kampus di Turki. Keberhasilan Erdogan dalam merebut hati rakyat Turki bukan hanya melalui program ekonominya semata, tapi terutama karena program Islamisasinya yang mengesankan, serta pesan Islam di kebijakan-kebijakan politiknya yang dapat dibawa dengan damai oleh Erdogan menyebabkan ia dikagumi masyarakat.

***

*)Oleh: Rizky Juda Putra Hidayat, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang dan IISMA Awardee 2021 Middle East Technical University, Turkey.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES