Kuliner

Marning Jagung Jatirogo, Jajanan Jadul yang Tetap Eksis

Selasa, 04 Januari 2022 - 21:59 | 125.65k
Proses Pengolahan Marning Sadang, Tuban, Jawa Timur. (foto: Alya Auranty/ TIMES Indonesia)
Proses Pengolahan Marning Sadang, Tuban, Jawa Timur. (foto: Alya Auranty/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, TUBAN – Tak tergerus zaman, marning jagung Jatirogo tetap bertahan di tengah gempuran jajanan kekinian yang dikemas dengan menarik.

Butuh banyak waktu untuk memproduksi makanan ini. Sebelum menjadi marning yang gurih dan kriuk, jagung harus diolah semalaman. Biji jagung harus melewati rangkaian perebusan selama tiga jam. Kemudian dilakukan juga proses pencucian, perendaman, hingga pemberian bumbu sebelum akhirnya digoreng.

Di Tuban, Jawa Tiimur, marning jagung banyak didapatkan di Desa Sadang, Jatirogo. Terletak di ujung barat Kota Bumi Wali, membuat palawija yang dihasilkan pun berlimpah ruah. Tidak sedikit masyarakatnya yang memanfaatkan hasil tersebut menjadi camilan bahkan bahan baku makanan.

Seperti yang dilakukan Sumiatun (34) yang mampu meneruskan usaha marning milik Ramisa (65), ibu mertuanya. Selama 12 tahun menjalani profesinya, membuat Sumiatun tetap gigih dan bertahan di tengah banyaknya pesaing. 

“Kami mempertahankan marning karena sudah menjadi ikon desa kami. Desa kami menjadi terkenal karena produk marning ini,” ungkap Sumiatun kepada TIMES Indonesia.

Saat ini, marning memang menjadi ikon khas dari kecamatan Jatirogo. Karena itu, tidak lengkap, jika berkunjung ke Jatirogo tidak membawa buah tangan yang bernama marning. Cita rasa yang diberikan juga tidak kalah enaknya dengan camilan modern lainnya. Tampilannya yang kuning kecoklatan, membuat camilan ini semakin menarik. Kerenyahan yang dihasilkan pun berbeda-beda, tergantung pada proses pengolahan dan bahan baku yang dipilih. 

"Rata-rata masyarakat Sadang menggunakan kayu bakar untuk pengolahannya", jelas Sumiatun.  "Penggunaan kayu bakar juga mempengaruhi kerenyahan dari marning," tambahnya. 

Berbeda dengan pedagang lainnya, Sumiatun rela tidak memproduksi marning jika bahan baku yang diterimanya kurang bagus. Ia mengungkapkan, bahwa perlunya menjaga cita rasa produknya. Walaupun terkadang harus menelan pahitnya pesaing yang dapat menjual marning dengan harga miring. Marning yang dijualnya berkisar  20.000 per kg. Tidak hanya itu, Ia juga menjual berbagai macam kripik dari singkong, jagung serta sukun. 

"Saat ini sudah banyak yang menjual marning dengan aneka rasa dan harga yang miring. Dulu mereka (pedagang) ambil barangnya selalu disini. Tapi sekarang, tiap daerah sudah ada," ucapnya.

Dalam satu hari  produksi, Sumiatun mampu menghasilkan 2 kwintal atau lebih berdasarkan dari permintaan. Ia mengaku telah memasarkan hasil produksinya ke daerah Tuban, Bojonegoro, dan Babat. Produk tersebut banyak dipasarkan pada toko oleh-oleh.

Dengan kurun waktu seminggu, Ia mampu mengirim produknya sebanyak dua kali dan dalam jumlah besar ke tempat yang berbeda. Namun sangat disayangkan, pandemi ini berimbas pada turunnya persentase penjualan. 

"Selama pandemi penjualan kami cukup menurun drastis. Hampir setengah atau 50 persen," keluhnya. 

"Tapi beberapa waktu yang lalu, ada juga pembeli yang sangat penasaran dengan marning produksi kami. Hingga akhirnya saya diminta untuk mengirimkan ke alamatnya," ungkap Sumiatun. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES