Pendidikan

Peneliti UGM Sulap Telur Alfalfa untuk Program Eradikasi Stunting

Selasa, 28 Desember 2021 - 11:04 | 64.94k
Peneliti FAPET UGM, Dr. Bambang Suwignyo Sulap Telur Alfalfa untuk Program Eradikasi Stunting (FOTO: DAPET UGM for TIMES Indonesia)
Peneliti FAPET UGM, Dr. Bambang Suwignyo Sulap Telur Alfalfa untuk Program Eradikasi Stunting (FOTO: DAPET UGM for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Angka stunting di Indonesia masih termasuk tinggi, jika menggunakan standar PBB karena masih berada di atas 20 persen bahkan faktualnya mendekati 30 persen. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi Indonesia.

“Bicara stunting tak hanya soal kesehatan orang per orang, namun ada kaitannya dengan generasi bangsa dan competiveness (daya saing) bangsa di masa mendatang,” kata Dr. Bambang Suwignyo, peneliti dari Fakultas Peternakan (Fapet) UGM kepada TIMES Indonesia, Selasa (28/12/2021).

Dalam hal kecerdasan anak stunting, menurut penelitian Damayanti (2018) disebutkan bahwa 65 persen anak stunting memiliki IQ di bawah 90 (di bawah normal) dan 25 persen memiliki IQ di bawah 70 (keterbelakangan mental). Kemudian kesehatan fisik, anak stunting lebih rentan terhadap berbagai penyakit degeneratif.

Wignyo menjelaskan, bila angka prevalensi stunting 30 persen, artinya 1 (satu) dari 3 (tiga) anak adalah stunting, dan jika hal tersebut terjadi di Indonesia artinya dalam 30 tahun mendatang tingkat daya saing generasi bangsa menjadi rendah (rendah IQ, rendah kualitas kesehatan fisik). Oleh karena itu perlu banyak sudut pandang dan intervensi dalam eradikasi stunting.

“Hal ini karena stunting tidak hanya terjadi pada keluarga miskin, namun juga pada keluarga kaya,” tutur Wignyo, sapaan akrab dari Bambang Suwignyo

Tercatat 48,4 persen kasus stunting terjadi pada keluarga miskin, lalu 29 persen terjadi pada keluarga kaya. Setiap keluarga hendaknya memiliki perhatian khusus pada 1000 hari kehidupan pertama, sejak dalam kandungan.

Sebagai bentuk keprihatinan terhadap persoalan tersebut, Wignyo melakukan riset dengan menemukan cara untuk menghasilkan bahan makanan berupa telur dengan kandungan tinggi Fe dan Zn. Hal ini dilakukan bukan dengan fortifikasi Fe dan Zn ke dalam telur, tetapi dari inovasi pakan ayam. Telur dihasilkan dari suatu sistem biologi ayam yang memerlukan waktu 25 jam.

Oleh karena itu nutrisi dalam pakan yang masuk ke dalam tubuh ayam dan menjadi unsur penyusun telur akan sangat berpengaruh terhadap kualitas gizi yang di kandung. Riset ini merupakan hasil dari pelaksanaan skema hibah Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) Tahun 2021.

Telur yang menjadi bahan riset ini dinamakan Telur Alfalfa atau Telur Karib (Kacang ratu BW) karena adanya unsur alfalfa. Nama yang terdaftar di Indonesia adalah Kacang ratu BW disingkat Karib memiliki kandungan tinggi Fe dan Zn sehingga dapat digunakan untuk intervensi penanganan stunting.

Hal tersebut, sebutnya dilandasi alasan bahwa salah satu penyebab terjadinya stunting karena tubuh mengalami kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi (Fe) dan Zinc (Zn) sehingga mengalami kondisi yang disebut kelaparan semu. “Kekurangan asupan zat-zat gizi tersebut akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan fisik pada anak sehingga anak dapat mengalami stunting,” urainya

Penggunaan Telur Alfalfa untuk program eradikasi stunting ini bekerja sama dengan Dr. Siti Helmyati atau Ibu Memi, peneliti dari FKKMK UGM yang menjadi koordinator skema Prioritas Riset Nasional (PRN) tahun 2021. Program ini mengambil lokasi Puskesmas Tempel, Kabupaten Sleman dengan intenvensi berupa pembagian telur untuk Ibu hamil.

“Asupan Fe dan Zn sangat di perlukan bagi ibu hamil maupun anak-anak dalam kaitan pencegahan terjadinya kasus stunting, dapat disediakan dalam berbagai bentuk termasuk salah satunya adalah bahan makanan berupa telur,” tutur Wignyo

Memi menuturkan bahwa pembagian telur dilakukan pada setiap hari Jumat sejak beberapa bulan lalu sampai Januari 2022. Telur di pilih karena merupakan bahan makanan dengan gizi lengkap. “Karena aslinya dipersiapkan Tuhan untuk calon individu baru, mudah di konsumsi, bisa di rebus dan di goreng, hampir setiap orang suka. Sesuai penelitian Pak Wignyo dapat di ‘setting’ nilai gizinya melalui pakan yang di berikan,” ujarnya

Nah informasi juga testimoni dari beberapa ibu-ibu yang mengkonsumsi Telur Alfalfa menyebutkan dibanding telur biasanya yang ada di pasaran umum telur alfalfa ini lebih gurih, tidak amis, tidak neg (tidak bikin muntah) dan warna kuningnya lebih kuning atau cenderung orange.

Wignyo menambahkan, informasi ini masuk akal, karena alfalfa memiliki kandungan Fe, Zn dan beta karoten yang tinggi sehingga berdampak para rasa bau dan warna kuning telurnya.

Kepala Puskesmas Tempel, Kabupaten Sleman, M. Widiharto, S.Gz menyampaikan bahwa sangat terbantu dengan adanya program kerja sama intenvensi telur untuk ibu hamil ini, dan tentu sangat bermanfaat. “Harapannya nanti model ini dapat dievaluasi, disosialisasikan dan kemudian di terapkan di seluruh Kabupaten Sleman untuk penanganan stunting,” paparnya (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES