Kopi TIMES

Inovasi Desa Kenten Laut, Penataan Lingkungan Bernilai Ekonomis

Senin, 27 Desember 2021 - 17:57 | 110.94k
Rachmat Gunarto, SP, MSi (Assistent Community Development Kotaku Kab, Banyuasin)
Rachmat Gunarto, SP, MSi (Assistent Community Development Kotaku Kab, Banyuasin)

TIMESINDONESIA, BANYUASIN – Sampah menjadi masalah lingkungan serius di Kabupaten Banyuasin jika tidak ditangani dengan baik, tidak terkecuali di Desa Kenten Laut, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Desa Kenten Laut merupakan salah satu kelurahan dalam wilayah Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Desa tersebut terdiri atas 46 RT (Rukun Tetangga) dan 4 Dusun, yang memiliki batas wilayah Sebelah utara dengan Desa Pangkalan Benteng, Sebelah timur dengan Kelurahan Tanah Mas, sebelah selatan dengan Kelurahan Sukodadi dan Sebelah barat dengan Kelurahan Sukamoro. Desa Kenten Laut ini memili kiluas wilayah 12.976,38 Ha. Adapun Luas Wilayah Kumuh mencapai 37,52 Ha sesuai dengan SK Bupati Banyuasin No.716/KPTS/BAPPEDA DAN LITBANG/2016.

Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyuasin yang digambarkan oleh Mohammad Isnaeni, ST selaku narasumber dalam "Lokakarya Khusus Pembelajaran, Penanganan dan Pengelolaan Sampah di Kenten Laut, Talang Kelapa, Banyuasin" Senin (13/12/2021) ada sekitar 571 ton perhari di Kabupaten Banyuasin, sementara yang bisa diangkut hanya sekitar 74 ton perhari. Ini menunjukan perlu ada peran serta masyarakat sebagai warga negara untuk ikut peduli terhadap lingkungannya masing-masing.

Persoalan yang paling mendasar menjadi penyebab masalah sampah di Desa Kenten Laut adalah kesadaran masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pengelolaan persampahan 97,34 persen sarana dan prasarana persampahan tidak sesuai dengan permasalahan teknis. Sistem pengelolaan sampah juga tidak sesuai dengan standar teknis. Masyarakat belum menyadari betapa pentingnya kebersihan lingkungan terlebih topografi Desa Kenten Laut berada disekitar Sungai. Sampah rumah tangga yang seharusnya dikelola seringkali dibuang ke Sungai sehingga terjadi pendangkalan. Berdasarkan kajian, ini bukanlah sepenuhnya menjadi kesalahan masyarakat melainkan belum tersentuh oleh edukasi tentang pentingnya dan berharganya sampah jika terkelola dengan baik.

Renni Oktarina dari Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) Desa Kenten Laut menggambarkan dampak dari kurang sadarnya masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga, sejumlah anak sungai yang mengalir kepemukiman masyarakat tertutup sampah sehingga lingkungan setempat menjadi kumuh.

Kondisi tersebut juga diperparah oleh program pemerintah terkait pengangkutan sampah rumah tangga belum menyentuh wilayah ini akibat dari keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki Pemerintah terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuasin. Saat ini pengangkutan sampah rumah tangga yang dikelola oleh DLH baru ditingkat kelurahan di beberapa kecamatan seperti Banyuasin 3, Betung, Sembawa, Rambutan, Talang Kelapa dan Pangakalan Balai. Dengan keterbatasan ini, maka pengelolaan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun juga menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing seperti amanah Undang Undang (UU) Lingkungan Hidup.

Aktivis Peduli Lingkungan yang juga Ketua Bank Sampah Ceria Desa Kenten Laut M. Denny Hafidz, menilai persoalan sampah ini menjadi tanggung jawab kita masing-masing. Jika mengandalkan pemerintah maka persoalan sampah tidak akan pernah tuntas. Untuk itu mulailah dengan kesadaran kita untuk mengelola sampah dirumah masing-masing. Hadirnya Kotaku untuk melakukan pemberdayaan masyarakat Desa Kenten Laut, bisa menjadi motivasi bagi masyarakat untuk memulai membenahi lingkungan.

Gagasan dan Solusi

Persoalan sampah di Desa Kenten Laut, Talang Kelapa Banyuasin menjadi perhatian Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Kementerian PU, Perumahan dan Pemukiman (PU Perkim). Ini adalah salah satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah program untuk membangun sistem yang terpadu untuk penanganan permukiman kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat. KOTAKU merupakan kelanjutan dari Program PNPM Mandiri Perkotaan dengan Gerakan 100-0-100 artinya 100% air Minum/ Bersih, 0% Permukiman Kumuh, 100% Sanitasi. Adapun indikator Kumuh menurut PERMEN PU ada 7 (tujuh) indikator yakni kondisi bangunan (Keteraturan, Kepadatan dan Kondisi Fisik), jalan lingkungan, drainase lingkungan, air limbah, air bersih/air minum, pengamanan bahaya kebakaran dan pengelolaan persampahan. Dan Kotaku berharap kegiatan penanganan kumuh harus komprehensif dan tuntas dengan mempertimbangkan indikator kumuh yang terjadi di masing-masing wilayah.

Sedangkan, Kasi Pendataan dan perencanaan Kawasan Kumuh Permukiman Venie Putriyana Utami, ST menggambarkan dalam rentang waktu pelaksanaan Program Kotaku di Kabupaten Banyuasin sejak tahun 2020, tentu sudah banyak dinamika lapangan yang terjadi, termasuk pembelajaran dan praktik baik (Best Practice) ditingkat masyarakat, dan pemerintah seperti pembelajaran dan praktik kegiatan Skala lingkungan, perencanaan partisipatif warga, kolaborasi, Kelembagaan LKM dan KSM, pendamping lapangan, kerelawanan, peran pemda dan lain lain termasuk yang akan menjadi tema khusus dalam kegiatan ini yakni inisiatif Praktek Pengelolaan Persampahan di Desa kenten Laut Kecamatan Talang kelapa Kabupaten Banyuasin.

Demikian juga diungkapkan TA Sosialisasi Program Kotaku OC4 Sumatera Selatan Ahmad Yudhi, SE. Dalam upaya mendokumentasikan yang telah terjadi maka sangat penting dilakukan "Lokakarya Khusus Pengelolaan Pengetahuan" dengan harapan semua praktik tersebut dapat terdokumen dengan baik sebagai sebuah persembahan dari program Kotaku Kabupaten Banyuasin untuk khasanah pengetahuan dalam penanganan masalah perumahan dan kawasan permukiman umumnya serta pencegahan dan peningkatan kualitas Kawasan dan permukiman kumuh di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan.

Melihat persoalan yang terdapat di Desa tersebut, Kotaku bersama Perkim Banyuasin melakukan beberapa langkah strategis untuk membenahi lingkungan. Langkah tersebut yakni; benahi drainase, pengadaan air layak kosumsi, dan membuat bank sampah.

Pertama, Pembenahan Drainase. Akibat dari persoalan sampah membuat 45,69 persen drainase di desa tersebut tidak baik. Kondisi sungai mengalami pendangkalan, drainase masih berupa tanah dan tidak terhubung dengan saluran induk. Bahkan ada juga yang tidak memiliki saluran drainase. Hal ini perlu dibenahi agar lingkungan menjadi baik. Melihat hal ini Kotaku bersama Perkim Banyuasin melakukan program revitalisasi dan membangun jaringan drainase yang terintegrasi dengan jaringan induk. Pada tahun 2020 yang dinamakan program drainase batu kali sepanjang 417  meter atau setara Rp.556.396.000,- dari program Kotaku. Program tersebut mampu mengurangi persoalan kumuh di 4 RT di Desa Kenten Laut atau sekitar 33,68 persen. Melalui program ini saat ini drainase 400 M yang tertutup sampah kini sudah direvitalisasi menjadi ramah lingkungan bagi masyarakat. Bahkan air drainase bisa digunakan untuk mandi, berenang anak-anak, mencuci dan lainnya yang membuat masyarakat riang gembira melihat perbaikan lingkungan.

Kedua, pengadaan air layak kosumsi. Salah satu dampak dari pendangkalan sampah yakni tidak laiknya air tanah untuk dikonsumsi sehingga memerlukan solusi agar masyarakat mendapatkan air bersih. Melalui program Kotaku, Desa Kenten Laut memperolah program pengadaan sumur bor di 4 lokasi senilai Rp.428.604.000,-. Program ini dinilai sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama pada musim kemarau dan penghujan, kebutuhan akan air bersih untuk dikosumsi terutama di 4 RT sudah dapat tercukupi. Selain sanitasi, kebutuhan air bersih sangat penting bagi kesehatan warga masyarakat.

Ketiga, Bank Sampah. Bank Sampah ini digagas untuk mengelola sampah rumah tangga yang selama ini menjadi masalah utama. Bank Sampah ini dibentuk untuk menyerap sampah rumah tangga masyarakat kemudian dilakukan pemisahan sampah. Sampah plastik yang tidak bisa terurai dipisahkan dengan sampah yang bisa terurai. Ide dasarnya yakni sampah yang tidak terurai seperti sampah plastik (minuman) dan sejenisnya bisa dikembangkan menjadi produk bernilai seperti produk kerajinan atau bahan daur ulang yang siap dijual. Begitu juga dengan sampah yang bisa terurai bisa dikembangkan menjadi produk bernilai seperti pupuk kompos dan lain sebagainya. Untuk mendukung tersebut, Kotaku sudah membantu kendaraan angkut sejenis Viar (kendaraan angkut roda tiga). Namun demikian hal ini belum cukup memadai untuk bisa mengatasi sampah rumah tangga. Denny Hafidz dari Komunitas Peduli Lingkungan Desa Kenten Laut juga mengatakan dibutuhkan kesadaran warga masyarakat tentang pengelolaan sampah yang benar dan bernilai karena persoalan sampah ini menjadi persoalan bersama bukan hanya pemerintah.

Sebagai solusi dan masukkan, perlu ada edukasi secara terus menerus kapada warga masyarakat untuk tidak membuah sampah sembarangan terutama di sungai karena dapat merugikan warga masyarakat itu sendiri. Kemudian melakukan edukasi bagaimana mengelola sampah rumah tangga benar sehingga menjadi aset bernilai. Hal ini membutuhkan kolaborasi semua pihak untuk mewujudkannya tidak hanya pemerintah tetapi juga keterlibatan warga, komunitas peduli lingkungan, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan lain sebagainya.

Praktisi Pemberdayaan Bank Sampah yang juga CEO ECO Green House Waste Management Hanardono diacara Lokakarya tersebut menggambarkan, untuk bisa efektif Bank Sampah yang dikelola harus ada bank sampah induknya sehingga ada jaringan (pasar) terkait mau diapakan sampah yang dikelola bank sampah tersebut. Begitu juga dengan produk kerajinan dari olahan sampah rumah tangga, produk tersebut harus ada pasarnya dan dapat pasarkan atau laik jual. Jangan sampai produk yang diproduksi justru tidak bisa dijual hal ini akan menjadi masalah baru. Untuk mewujudkan tersebut, diperlukan Bank Sampah Induk, Keterampilan produk olahan berkualitas dan jaringan pasar hasil olahan sampah Bank Sampah. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuasin dalam pemaparan bahkan menyatakan siap memfasilitasi jaringan pasar hasil olahan sampah Bank Sampah dengan mitra-mitra DLH.

Diterangkan, bahwa sampah yang tidak mudah terurai seperti popok bisa diolah menjadi bahan yang produktif misalkan dapat dimanfaatkan untuk pot tanaman, untuk camporan kompos sebagai media penyimpan air, untuk pafing blok, untuk hiasan, benang woll atau bisa juga digunakan sebagai bahan baku daur ulang serta lainnya. Semua ini membutuhkan edukasi yang rutin.

Untuk itu kedepan perlu meningkatkan kualitas produk kerajinan olahan sampah rumah tangga melalui edukasi peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang olahan kerajianan sampah.

Politeknik Negeri Sriwijaya Program Studi Teknik Lingkungan melalui narasumber M Sang Gumilar, ST, MT dan Fadhila Firdausa, ST, MT tertarik untuk meningkatkan kapasitas SDM melalui edukasi kepada masyarakat tentang kerajinan olahan sampah laik jual dengan harga yang bersaing. Kemudian membantu dalam hal pengadaan kota pemisah sampah serta filterisasi air bersih untuk mendukung program lingkungan di Desa Kenten Laut. Dalam waktu dekat mereka juga memungkinkan akan terjun kelokasi bersama mahasiswa untuk melihat permasalahan dan apa yang bisa dibantu secara teknis.

Sebagai penutup, pada intinya, persoalan sampah rumah tangga tidak terkendali akibat dari kurang sosialisasi tentang pengelolaan sampah bernilai tinggi termasuk bernilai pendapatan (ekonomis) bagi rumah tangga. Hal ini terjadi karena kurang tahunya warga masyarakat tentang pengelolaan sampah mandiri. Untuk mewujudkan tersebut perlu kolaborasi semua pihak untuk mewujudkan bank sampah yang produktif melalui peningkatan kapasitas SDM warga masyarakat sehingga ini tidak hanya mengurangi wilayah kumuh juga meningkatkan pendapatan masyarakat.

Lebih dari itu, penulis mengharapkan pengetahuan tentang pengelolaan sampah di Desa Kenten Laut, Talang Kelapa, Banyuasin, Sumatera Selatan bisa menjadi inovasi pengetahuan baru warga masyarakat dan stekholder lainnya sehingga dapat diterapkan ditempat lainnya dan juga bisa ditingkatkan tidak hanya untuk kebaikan lingkungan tetapi juga untuk kebaikan pendapatan warga atau bernilai ekonomis.

***

*) Penulis : Rachmat Gunarto, SP, MSi (Assistent Community Development Kotaku Kab, Banyuasin)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES