Kopi TIMES

PPPK, Berkah Sekolah Negeri dan Musibah Bagi Sekolah Swasta

Senin, 27 Desember 2021 - 15:05 | 257.91k
Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEdPengurus Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso.
Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEdPengurus Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso.

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Pem-“Bajak”an para pejuang di lembaga pendidikan swasta oleh pemerintah dalam skenario perekrutan Pegawai Pemerintah Penjanjian Kerja (PPPK) menjadi polemik luar biasa. Polemik tersebut terlahir dari cara pandang yang berbeda dalam melihat dampak dari sebuah kebijakan perekrutan PPPK. Bagi yayasan dan kepala sekolah swasta, guru-gurunya laksana bibit tanaman yang dirawat dengan penuh cinta, ditempa dalam kawah candradimuka pendidikan swasta dengan “manajemen langit” hingga menjadi pejuang pendidikan militan, namun ketika bibit itu menjelma menjadi tumbuhan yang menghasilakan buah penuh kenikmatan tidak bisa menikmatinya. Ironisnya, buah manis siap saji tersebut dinikmati oleh sekolah negeri.   

Bagi pemerintah, tentu saja kebijakan perekrutan PPPK adalah langkah mulia yang dirancang dengan prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak ada pembedaan status bagi pelamar PPPK, baik dari lembaga pendidikan swasta atau negeri asalkan guru tersebut berusia lebih dari 35 tahun da batas maksimal usia 59 tahun. Polemik semakin runyam pada hasil kelulusan tahap 2, di mana banyak sekali guru-guru dengan induk di sekolah negeri tumbang berkompetisi dengan guru-guru dari sekolah swasta yang punya senjata afirmasi sertifikasi pendidik. Akhirnya, cara pandang memaknai sistem mulia perekrutan PPPK menjadi lebih berwarna berdasarkan sudut pandang pemerintah, lembaga swasta, dan guru-guru honorer di sekolah negeri. 

Malapetaka lembaga pendidikan swasta ini pangkalnya adalah kebijakan perekrutan PPPK tahun 2021. Awalnya pada pelaksanaan tahap 1 gelagat malapetaka belum dirasakan mengingat kebutuhan total formasi guru PPPK tahun 2021 sebanyak 531.076 hanya bisa diikuti oleh GTT di sekolah negeri yang pada akhirnya lulus sebanyak 173.329 orang. Kebijakan PPPK pada tahap 2 dan 3 inilah yang menjadi ancaman bagi lembaga pendidikan swasta, di mana semua guru baik dari lembaga pendidikan negeri maupun swasta bisa ikut bersaing mengisi formasi. 

Ancaman migrasi besar-sesaran guru swasta ke lembaga negeri yang telat disadari oleh pengelola lembaga pendidikan swasta akhirnya terjadi, mengingat ujian PPPK tahap 2 sejatinya secara matematis lebih menguntungkan guru-guru dari lembaga pendidikan swasta. Keberuntungan tersebut terletak pada banyaknya jumlah guru swasta yang mempunyai senjata pemusnah massal penakluk ujian PPPK yaitu afirmasi. 
Afirmasi merupakan kebijakan nilai tambahan yang diberikan pada guru honorer berusia di atas 35 tahun yang mengikuti tes seleksi PPPK Guru.

Penambahan nilai atau afirmasi kompetensi teknis tercantum dalam Pasal 28 Permenpan RB Nomor 28 Tahun 2021 dengan ketentuan sebagai berikut:

1.    Pelamar yang memiliki Sertifikat Pendidik (Serdik) linear dengan jabatan yang dilamar mendapat nilai paling tinggi sebesar 100 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

2.    Pelamar yang berusia di atas 35 tahun terhitung saat melamar dan berstatus aktif mengajar sebagai guru paling singkat tiga tahun secara terus menerus sampai dengan saat ini berdasarkan data Dapodik mendapatkan tambahan nilai sebesar 15 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

3.    Pelamar dari penyandang disabilitas yang sudah diverifikasi jenis dan derajat kedisabilitasannya sesuai dengan Jabatan yang dilamar mendapatkan tambahan nilai sebesar 10 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

4.    Pelamar dari THK-II dan aktif mengajar sebagai guru paling singkat tiga tahun secara terus menerus sampai dengan saat ini berdasarkan data Dapodik mendapatkan tambahan nilai sebesar 10 persen dari nilai paling tinggi kompetensi teknis.

5.    Dalam hal pelamar mendapatkan tambahan nilai seperti ketentuan di atas secara kumulatif, diberikan nilai kompetensi teknis tidak lebih dari nilai paling tinggi kompetensi teknis sebesar 100 persen. Penambahan nilai-nilai tersebut diberikan sesuai dengan jabatan yang dipilih pada masing-masing seleksi kompetensi. Penambahan nilai diperhitungkan sebagai nilai awal pada masing-masing kompetensi dan termasuk sebagai komponen penentu terpenuhi atau tidaknya nilai ambang batas kompetensi teknis pelamar.

Berdasarkan kebijakan afirmasi di atas polemik terjadi, bagi guru lembaga pendidikan swasta yang selama ini mayoritas mendapatkan honor di bawah UMK dan kebanyakan hanya bersandar pada tunjangan sertifikasi tentu saja secara manusiawi mempunyai keinginan untuk memperbaiki status sosial yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. Sebaliknya, guru-guru yang telah lama mengabdi di sekolah negeri akan tetapi belum mempunyai sertifikat pendidik banyak yang berguguran ketika ujia PPPK. Dampaknya, sekolah-sekolah swasta menjerit karena mendapati fakta migrasi besar-besaran gurunya menjadi PPPK di sekolah negeri dan mau tidak mau harus mengangkat guru dan memulai babak baru peningkatan kompetensi guru untuk ciptakan kualitas pendidikan dari awal. 

Lembaga pendidikan swasta yang baru tersadar dari bangun tidur panjangnya selepas melihat banyak gurunya harus hijrah ke sekolah negeri mulai terlihat geliatnya melakukan pergolakan. Sebagai lembaga pendidikan yang merasa telah melahirkan guru-guru bertalenta hebat dari perjalanan panjang pengabdian pada lembaganya dengan penuh keikhlasan dan etos kerja tinggi pada akhirnya harus meratapi migrasi besar-besaran para gurunya untuk menjadi PPPK di sekolah negeri. Wajar dan tidak salah pula kiranya jika para pengelola lembaga pendidikan swasta mencoba mengurai benang kusut setidaknya dari tiga cara pandang berbeda di atas guna mencari solusi terbaik.

Butuh nyali berpikir dan bertindak out of the box, sebuah cara gila yang tak biasa untuk menyudahi polemik demi menjaga stabilitas dan kualitas pendidikan di Indonesia. Langkah nyata tersebut bisa diwujudkan dengan membuat regulasi khusus yang mengatur apakah guru swasta yang lolos PPPK Tahap 2 dan 3 tetap bisa mengajar di sekolah swasta, sekolah induk (asal) yang membesarkannya dengan status tetap sebagai ASN PPPK. Terkait adanya ketakutan double anggaran (gaji PPPK dan gaji yayasan) tentu saja itu bukan alasan mendasar dan mudah untuk mengantisipasinya. 

Langkah “simple” dan “gila” seperti di atas diyakini akan menjadi solusi terbaik dari polemik yang terjadi saat ini, khususnya yang dialami oleh lembaga pendidikan swasta. Harus diakui bahwa perjuangan lembaga pendidika swasta telah lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, banyak yang mati, bertahan dengan penuh pengorbanan, dan ada yang berkembang pesat seiring perkembangan jaman dan menjamurnya sekolah-sekolah negeri di sekelilingnya. Negara wajib hadir menjadi sosok pemimpin subur yang tidak lupa sejarah dan dengan jiwa besar berkomitmen untuk sekuat jiwa raga memuliakan lembaga pendidikan swasta beserta guru-gurunya. Langkah kecil penuh makna itu adalah Kembalikan Guru Swasta Lulus PPPK pada “khittah”-nya.    

***

*) Oleh: Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEdPengurus Dewan Pendidikan Kabupaten Bondowoso.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES