Kopi TIMES

Dekriminalisasi, Solusi Mengatasi Penyalahgunaan Narkotika dan Overcrowding Lapas

Sabtu, 25 Desember 2021 - 11:21 | 89.56k
Muhammad Rezky Pratama, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember.
Muhammad Rezky Pratama, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Seiring arus globalisasi yang kian meningkat, peredaran dan penyalahgunaan narkotika pun demikian. Kondisi ini tentu tidak bisa diremehkan karena dapat merusak masa depan generasi penerus bangsa.

Guna melawan dan menanggulanginya, diundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Berpijak pada UU tersebut, banyak pecandu narkotika yang dijebloskan ke bui. Dengan kata lain, pendekatan pemidanaan dianggap dapat mengatasi penyalahgunaan narkotika. Faktanya, pendekatan pemidanaan ternyata tidak mampu mengatasi permasalahan narkotika. Terbukti dengan masih meningkatnya peredaran  narkotika, bahkan ditengah kondisi Pandemi COVID-19 saat ini.

Sejatinya, pecandu narkotika tidak bisa dianggap sebagai pelanggar tindak pidana, tetapi sebagai korban yang harus diobati. Dengan demikian, seharusnya para pecandu narkotika haruslah direhabilitasi, bukan dijebloskan ke dalam bui. Mengingat dengan rehabilitasi, pecandu akan diobati secara medis dan sosial. Oleh karena itu, penting kiranya membangun paradigma berpikir sekaligus mengubah arah kebijakan dalam penanganan penyalahgunaan narkotika.

Apabila pecandu narkotika ditangani dengan pendekatan pemidanaan, maka justru berpotensi menciptakan 'pasar' baru di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Hal ini demikian karena pecandu berada dalam satu wilayah dengan narapidana bandar atau pengedar narkotika. Artinya, antara pecandu dan bandar narkotika berpeluang besar bertemu di dalam lapas sehingga para pecandu  tidak akan bisa sembuh dan akan tetap mengkonsumsinya.

Akibatnya, pecandu narkotika yang berada di dalam penjara bisa tetap mengkonsumsi barang haram ini. Selain itu, penanganan pecandu narkotika dengan pendekatan pemidanaan juga menyebabkan kelebihan daya tampung (overcrowding) lapas. Dilansir dari tempo.co, Sabtu (16/10/2021), per Agustus 2021, sebanyak 28.483 merupakan narapidana pengguna narkotika.

Pecandu narkotika tidak seharusnya dijatuhi hukuman penjara. Sebagaimana Pasal 54 UU Narkotika, penyalahguna dan pecandu narkotika wajib direhabilitasi. Namun sebaliknya, Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika mengandung ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara kepada penyalahguna narkotika sehingga penyalahguna tersebut tidak otomatis mendapat putusan rehabilitasi.

Dimuatnya ancaman pidana penjara dalam Pasal 127 UU Narkotika menimbulkan inkonsistensi dan kontradiksi dengan Pasal 4 dan Pasal 54 UU Narkotika. Pasal 127 inilah yang menyebabkan banyaknya penyalahguna atau pecandu narkotika yang dijatuhi pidana penjara. Oleh karena itu, kebijakan dekriminalisasi terhadap penyalahguna/pecandu narkotika harus diterapkan.

Dengan kebijakan dekriminalisasi, setiap orang yang murni hanya penyalahguna atau pecandu narkotika (tidak merangkap sebagai bandar atau pengedar) dapat menjalani rehabilitasi yang sekaligus juga dapat mengurangi overcrowding lapas. Penerapan kebijakan dekriminalisasi ini setidaknya dapat mencontoh Portugal. Portugal, melalui Law 30/2000 dapat melakukan dekriminalisasi, dimana kepemilikan dan penyalahgunaan narkotika untuk konsumsi sendiri tidak dikategorikan sebagai tindak pidana (Ramadhani, V. D., Utomo, T. C., & Paramasatya, S., 2015). Hasilnya, terjadi penurunan jumlah penggunaan narkotika di Portugal. 

Untuk dapat menerapkan dekriminalisasi, maka pasal ambigu yang digunakan untuk memidanakan penjara para penyalahguna/pecandu narkotika seperti Pasal 127 UU Narkotika harus dihapus. Bila hal ini dilakukan, maka akan sejalan dengan Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia. Selain itu, guna mendukung proses rehabilitasi, maka perlu dibangun lebih banyak panti rehabilitasi atau menambah kapasitas daya tampungnya. Rehabilitasi kepada penyalahguna/pecandu narkotika akan dapat menyembuhkannya dari ketergantungan terhadap narkotika.

Apabila Indonesia ingin bebas dari narkotika, maka harus segera mengubah arah kebijakan dan menerapkan dekriminalisasi ini. Dengan demikian, cita-cita mengurangi dan menghapus penyalahgunaan narkotika dapat terwujud.

***

*) Oleh: Muhammad Rezky Pratama, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES