Kopi TIMES

Dialektika Muktamar NU

Selasa, 21 Desember 2021 - 02:34 | 77.52k
DR. H. Ahmad Fahrur Rozi, Pengasuh Pondok Pesantren ANNUR 1 Bululawang Malang,  Wakil Ketua PWNU Jatim,  Wakil Sekjend DP MUI Bidang Fatwa.
DR. H. Ahmad Fahrur Rozi, Pengasuh Pondok Pesantren ANNUR 1 Bululawang Malang,  Wakil Ketua PWNU Jatim,  Wakil Sekjend DP MUI Bidang Fatwa.

TIMESINDONESIA, MALANG – Kalimat "Hidup itu perubahan " adalah  pepatah bijak yang sering kita dengar, menjelang Muktamar NU di Lampung akhir  Desember ini.  Proposisi perubahan dan regenerasi  menjadi  topik yang sering dikemukakan ketika membicarakan tentang ide perubahan sebuah kepemimpinan dalam muktamar . 

Dinamika hiruk pikuk kegaduhan dan kekhawatiran timbulnya  ekses negatif  pasca muktamar menjadi landasan proses  sebuah hukum dialektika sebagaimana ditulis oleh sahabat saya Kang Kyai Imam Jazuli Lc, MA di Tribunnews (19/12/2021) dengan judul  "Kiai Said vs Gus Yahya di Muktamar NU, Inilah Solusi Menghindari Konflik di Level Tanfidziyah" 

Istilah dialektika pertama kali diperkenalkan oleh Heraklitus, filsuf Yunani kuno, yang menyatakan bahwa hidup ini selalu berkembang dan tidak statis. Ia menganalogikannya dengan seorang manusia yang menyeberangi sungai, ia akan terkena aliran air yang melaluinya. Aliran air yang mengenai kaki si manusia, bukanlah air yang sama. 

Filsuf selanjutnya yang mempopulerkan dialektika adalah G.W.F Hegel. Hegel membuat logika dialektika dengan tiga triadik, yaitu tesis, anti tesis dan sisntesis. 

Menurut Hegel, sejarah perkembangan manusia adalah sejarah perkembangan ide. Ide ini saling bertentangan melalui tesis yang dipertentangkan dengan anti tesis, kemudian muncul sintesis sebagai sebuah jalan tengah. Sintesis ini kemudian menjadi tesis dan kemudian muncul lagi anti tesis sebagai kontradiksi. Proses ini akan terus berulang. 

Menuju Muktamar ke-34 NU di Lampung yang kian dekat, saya melihat mulai ada  kecemasan  sebagian tokoh atas kegaduhan yang terjadi saat ini menjelang muktamar ,  seperti diungkapkan oleh sahabat saya Kang Imam Jazuli , kiai muda energik Pengasuh Ponpes Bina Insan Mulia Cirebon  dan kolega saya di kepengurusan PP RMI PBNU tahun 2010-2015 yang mengajak kita berpikir  untuk  mencegah konflik dengan mengolah dialektika antara tesis (Kiai Sa'id) dan anti-tesis (Gus Yahya) menuju harmoni dengan sintesis menjadikan Kiai Said Aqil Siroj sebagai Rais Am dan Gus Yahya sebagai ketua umumnya. Demi menghindari benturan keras di gelanggang Tanfidziyah. 

Kang Imam khawatir, bila medan pertarungan kubu Kiai Said dan Gus Yahya berada di level Tanfidziyah mengeras , maka pihak yang kalah di kemudian hari akan memiliki celah dan kesempatan untuk membangun argumentasi rasional yang kuat, untuk membalas kekecewaan mereka. Sehingga muktamar berakhir, tapi konflik berlanjut sebagaimana munculnya NU GL, NU Khittah dan lainnya  pasca Muktamar NU di Jombang. 

Untuk itulah menurut Kang Imam, perlu kiranya melapangkan jalan bagi Gus Yahya menjadi ketua umum. Dan pada saat yang sama, mengangkat Kiai Sa'id jadi Rois 'Amm. Menurut  Kang Imam ini adalah strategi yang perlu dicoba dan dipertimbangkan oleh  para kiai-kiai sepuh.

Sementara itu juga ada solusi  yang ditawarkan pihak lain dengan mengajukan Calon Ketum PBNU alternatif seorang tokoh senior intelijen Indonesia yang pernah menduduki jabatan Waka BIN era Presiden Gusdur hingga SBY  yaitu  DR .H. As'ad Said Aly.

Dia adalah mantan Waketum PBNU periode yang lalu dan telah 30 tahun malang melintang sebagai intelijen karir di berbagai negara. Ide mendukung Pak As'ad sebagai kandidat Ketum PBNU ini ramai digulirkan oleh Kiai Asep Saifuddin dan kelompok kiai  NU Khittah 1926 sebagai poros tengah yang mengklaim sebagai caketum netral dari kelompok Yahudi dan China Beijing.

Awal Desember kemarin, sekelompok anak muda yang menamakan dirinya sebagai Gawagis Penjaga NU atau GPNU juga mendeklarasikan dukungan kepada Kiai Marzuqi Mustamar, Ketua PWNU Jatim yang sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dukungan PWNU Jatim untuk mendukung Pasangan Kiai Miftahul Akhyar dan Gus Yahya Staquf dengan alasan yang sama yaitu sebagai poros tengah, meskipun  mereka tidak punya hak suara namun mereka mengklaim dukungan dari beberapa  cabang di luar Pulau Jawa yang belum tampak terbukti di permukaan.  

Secara dialektis penulis melihat pertentangan saat ini sesungguhnya masih dalam tataran wajar. Pertentangan yang ada tidak sepenuhnya harus  disikapi secara negatif. Hukum dialektika yang menghendaki perubahan, mensyaratkan adanya kontradiksi. 

Kontradiksi menjadi penggerak menuju kualitas yang lebih baik. Kegaduhan pra Muktamar ini harus dilihat dari berbagai  sudut,  mulai sudut yang lebih panjang yaitu ekses penundaan Muktamar NU akibat Pandemi Covid-19 yang gagal dilaksanakan oleh PBNU setelah lewat masa tunda  setahun dari semula bulan Oktober 2020 ke Oktober 2021 hingga diperpanjang lagi oleh Munas ke akhir Desember 2021.

Sudut  pandang selanjutnya  adalah ketidak jelasan sikap Ketua Umum PBNU  petahana  yang sebelumnya secara jelas terbuka di depan presiden dalam pertemuan Muslimat NU di Istora Senayan tahun 1999 menyatakan tidak akan maju lagi dalam Muktamar NU di Lampung dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh kader untuk  mempersiapkan diri  menggantikan posisi dirinya sebagai Ketua Umum PBNU. Namun pada saat  berikutnya menyatakan siap maju kembali sebagai kandidat Ketum PBNU atas alasan didorong para kiai sepuh.

Jika saja Ketum PBNU petahana konsisten dengan sikapnya untuk tidak maju kembali,  penulis yakin muktamar akan berlangsung tepat waktu, meriah dan riang gembira karena bermunculan kader muda hebat dalam kontestasi Muktamar NU di Lampung,  mereka akan mempersiapkan diri lebih baik dan mengambil keputusan tepat untuk maju sesuai rencana dan perhitungan matang  yang telah dibangun dalam waktu  lima tahun masa jabatannya secara rasional.  

Dialektika itu dapat menjadi alat analisa kita untuk  memahami akar masalah kegaduhan pra muktamar saat ini, di samping fakta bahwa  dalam tiga muktamar NU sebelumnya juga telah terjadi kegaduhan yang jauh  lebih serius dan  semua berakhir dengan aman. Kecemasan pra muktamar  memang seringkali jauh lebih besar daripada apa yang sebetulnya  akan terjadi terutama saat pra muktamar. 

Setiap momen muktamar sejatinya telah  memberi kita kesempatan untuk merasa lebih nyaman di muktamar berikutnya. Tugas kita  adalah mencoba menemukan hal-hal menyenangkan atau membuat semua merasa nyaman di setiap muktamar. 

Membaca fakta muktamar sebelumnya  melatih kembali otak kita agar tidak terlalu sensitif terhadap faktor-faktor yang memicu kecemasan antisipatif ketika akan muktamar.

Kesimpulan yang dapat  dicapai adalah dengan memahami dinamika dan dialektika  muktamar yang sebelumnya akan  meyakinkan kita bahwa muktamar yang akan datang  akan juga berjalan tertib dan aman.

Berhentilah memikirkan hal-hal buruk saat nanti muktamar  terjadi nanti. Kita harus belajar mengelola kecemasan yang mungkin muncul ketika muktamar dengan mempelajari aturan organisasi yang berlaku dan bagaimana AD/ART telah dirancang untuk menangani jika terjadi perbedaan pandangan dalam muktamar. Kita harus  mampu membuktikan bahwa NU telah dewasa dalam mengelola perbedaan dan mempunyai tradisi unik mengubah gegeran  menjadi ger geran. Selamat bermuktamar dengan tertib dan hati tenang.(*) 

***

*) Oleh: DR. H. Ahmad Fahrur Rozi, Pengasuh Pondok Pesantren ANNUR 1 Bululawang Malang,  Wakil Ketua PWNU Jatim,  Wakil Sekjend DP MUI Bidang Fatwa.

**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES