Kopi TIMES

Menyoal Status Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama Pasca Putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020

Sabtu, 18 Desember 2021 - 00:16 | 207.21k
Johan Imanuel (Advokat dan Praktisi Hukum)
Johan Imanuel (Advokat dan Praktisi Hukum)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sejak Putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020 menimbulkan satu hal yang belum terjawab. Apakah Hukum Otonom Ketenagakerjaan yaitu Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) masih berlaku?

Untuk menjawab hal itu, ada beberapa perspektif yang bisa dilihat.

Pertama, PP/PKB tetap berlaku. Mengacu Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang intinya menyebutkan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat (dua tahun harus diperbaiki) maka PP/PKB tetap berlaku sepanjang belum ada perubahan pada materi/substansi pada UU Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) atau Peraturan Pemerintah Pelaksanannya. 

Selain itu PP/PKB tetap berlaku sepanjang masa berlaku di Pengesahan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Direktur Jendral belum berakhir atau habis jangka waktu pengesahaannya. (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja Bersama).  

Sehingga apabila PP/PKB berlaku sebelum terbitnya UU Cipta Kerja dan berakhir setelah adanya Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 maka Pengusaha tetap wajib melakukan perpanjangan PP atau perundingan jika serikat pekerja/buruh menginginkan pembuatan PKB. Dalam masa perundingan pembuatan PKB, maka Pengusaha dapat mengajukan permohonan perpanjang PP paling lama satu tahun.

Sedangkan untuk PKB apabila tidak diperpanjang maka PKB yang berlaku adalah PKB sebelumnya dengan jangka waktu satu kali perpanjangan dengan paling lama satu tahun dengan kesepakatan para pihak (Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh) sampai PKB yang baru disepakati. 

Kedua, Materi UU Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) termasuk materi yang diperbaiki dengan UU Tentang Perubahan Cipta Kerja. Maka PP/PKB seyogyanya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terbaru. Maka apabila PP/PKB masih berlaku, Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh dapat menyesuaikan melalui Perubahan.

Perubahan yang telah disepakati harus mendapat pengesahan kembali dari Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Direktur Jendral.

Ketiga, tidak dilakukan perbaikan oleh Pembentuk Undang-Undang pada UU Cipta Kerja setelah dua tahun  (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan/UU Ketenagakerjaan beserta turunannya) maka hal ini belum diatur secara tegas bagaimana status dari PP/PKB yang telah menyesuaikan UU Cipta Kerja tersebut?

Menurut hemat Penulis ada dua konsekuensi yang timbul. Pertama, status PP/PKB tersebut tidak serta merta menjadi Batal Demi Hukum. Hal ini dikarenakan  timbulnya PP/PKB telah melalui kesepakatan dari Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh. 

Kedua, PP/PKB dapat dilakukan Perubahan kembali menyesuaikan UU Ketenagakerjaan. 

Berdasarkan hal diatas maka PP/PKB tidak serta merta Batal Demi Hukum meskipun terjadi perubahan atau pencabutan Undang-Undang yang menjadi rujukan dari PP/PKB tersebut. Namun demikian PP/PKB yang berlaku adalah kualitas dan kuantitas isi PP/PKB tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan. 

Oleh karenanya, Pemerintah harus memberikan informasi resmi kepada publik apakah materi Kluster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja akan turut dilakukan perubahan sejak terbitnya Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Hal ini demi memberikan ketenangan kepada Pengusaha dan/atau Serikat Pekerja/Buruh yang menjadi pelaku dalam Hubungan Industrial. 

Materi Kluster Ketenagakerjaan Dalam UU Cipta Kerja Yang Berpotensi Diperbaiki.

Beberapa materi yang  berpotensi diperbaiki dalam Kluster Ketenagakerjaan Dalam UU Cipta Kerja antara lain, pertama terkait PKWT. Hal yang menimbulkan kebingungan bagaimana apabila Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) masih berlaku tetapi Para Pihak sepakat untuk mengubah status Perjanjian menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Ini perlu ditegaskan dalam Perubahan UU Cipta Kerja.

Kedua, mengenai PHK karena alasan berat (Pasal 158 UU Ketenagakerjaan) dinilai diberlakukan kembali dengan materi dalam turunan UU Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, Pasal 52 ayat (2) dengan istilah PHK karena alasan mendesak. 

Padahal PHK semacam ini telah dinyatakan tidak memilki kekuatan hukum mengikat sejak terbitnya Putusan MK Nomor 012/PUU-I/2003. Oleh karenanya alasan mendesak sebaiknya diatur tersendiri dalam PP/PKB sesuai dengan kesepakatan Pengusaha dan Pekerja/Serikat.

Pekerja/Buruh atau diganti dengan materi/substansi dalam undang-undang mengenai Mitigasi terjadinya Kejadian Mendesak Yang Berpotensi PHK. Seperti, perlu adanya Pakta Integritas, Standard Operating Procedure (SOP) bahkan Audit Hubungan Industrial.

Ketiga, mengenai jangka waktu penyesuaian PP/PKB sejak terbitnya UU Cipta Kerja, termasuk sanksinya apa apabila tidak menyesuaikan. Hal ini tidak diatur dalam Kluster Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja. Oleh karenya diharapkan dapat  diatur hal ini dalam Perubahan UU Cipta Kerja.

Menjadi Pelajaran Bagi Pembentuk Undang-Undang

Putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020 mengenai Uji Formil UU Cipta Kerja menjadi pelajaran bagi pembentuk Undang-Undang bahwa dalam merancang suatu peraturan perundang-undangan tentu harus memberikan akses seluas-luasnya bagi partisipasi publik. Hal ini menjadi kunci agar beleid tidak dipermasalahkan kemudian hari baik melalui uji formil maupun uji materiil. Selain itu, dalam perancangan tentunya tetap harus dalam koridor Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No 12 Tahun 2011 Jo. UU No. 15 Tahun 2019) dengan mematuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan secara keseluruhan agar tidak menimbulkan perdebatan setelah diundangkan.

***

*) Oleh: Johan Imanuel (Advokat dan Praktisi Hukum).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES