Kopi TIMES

Berkolaborasi Lahirkan Inovasi

Jumat, 17 Desember 2021 - 18:49 | 122.23k
Trianom Suryandharu, penulis adalah karyawan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Ma Chung, Malang.
Trianom Suryandharu, penulis adalah karyawan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Ma Chung, Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Kumandang adzan maghrib, baru saja terdengar. Nur Ali Romadhon (26) nampak segar. Ia baru saja mandi, setelah diguyur gerimis sore tadi. Semerbak aroma parfum sabun mandi, kuat tercium.

Dengan sigap, ia menyiapkan keperluan roasting kopi malam itu, 06/08. Karung berisi biji kopi greenbean seberat 20kg, dia letakkan di dekat mesin sangria kopi itu. Tak begitu lama, ia menenteng tabung gas elpiji 3kg. Tempeh, kipas angin dan sarung tangan kain, tak lupa ia ambil dari kardus penyimpanan. Nur Ali Romadhon, akrab dipanggil Ali Cupat, Yoga-Gareng dan Audito Adji, bertiga sedang menyiapkan ujicoba mesin roasting.

Yakapa Cak, wis siap ta?” Yoga (25), tetangga samping kanan rumah Ali, ingin memastikan.

“Iya iki lagi persiapan. Nunggu Pak Yus sama Edo. Kita nanti roasting bareng,” balas Ali.

Selang beberapa saat, Yuswono Hadi, MT., dan Adam Edward Widiamsa pun tiba di rumah Nur Ali Romadhon, di Dusun Krajan, Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Keduanya berboncengan, berbalut jaket.

Malam itu, di tengah embusan hawa sejuk Desa Kucur yang berada di ketinggian 750 mdpl., menjadi malam yang istimewa. Sebentar lagi, mereka akan segera menguji-coba mesin roasting kopi. Mesin hasil karya kolaboratif Yuswono Hadi, MT., Purnomo, MT., keduanya staf pengajar Program Studi (Prodi) Teknik Industri, berkolaborasi dengan Adam Edward Widiamsa, mahasiswa Prodi Teknik Industri, Universitas Ma Chung. 

Bertiga, mereka menjalin kerja bareng dengan Kelompok Tani Kopi RTM, pemilik produk Kopi Koetjoer, mewujudkan program pengabdian kepada masyarakat. Bagi Adam Edward Widiamsa, akrab dipanggil Edo, mesin roasting itu menjadi karya tugas akhir atau skripsinya. 

Detik-detik ke depan, sorot mata mereka memancarkan harap tertahan.

Transfer Teknologi Tepat Guna
Bagi Ali, Yoga, serta anggota Kelompok Tani Kopi ‘Republik Tani Mandiri’ (RTM), Desa Kucur, malam itu merupakan sebuah penantian. Sudah dua tahun terakhir, kelompok tani ini merintis usaha berbentuk pra-koperasi dengan beranggotakan 12 petani kopi Desa Kucur. 

warga Desa KucurPertemuan kawulan muda Desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, belajar mengenal 'dunia kopi. (Foto: Dok. Trianom S)

Selama ini, kopi hasil panen petani, dijual ke pedagang yang datang ke desa mereka. Jangan tanya soal harga. Bagi para petani, harga jual biji kopi jauh dari kuasanya. Sepenuhnya, harga berada di tangan pedagang yang datang menawarkan harga ke petani. Agak ‘aneh’ memang. 

Lazimnya, dalam hukum transaksi jual-beli, pemilik baranglah yang menentukan harga. Namun begitulah nasib petani, bahkan di hampir seluruh wilayah negeri ini. Apapun komoditasnya. Petani seolah tahluk di hadapan para pedagang-tengkulak.

Perubahan sedikit terjadi, tatkala Suliantono, Nur Ali Romadhon, Reni Meyningsih, Yoga, Fatwathul, Didik, Soleh, Siti Purbasari, sekelompok orang muda di Desa Kucur, merintis koperasi petani kopi. Harga jual biji kopi petani, ditentukan bersama. Ketika kesepakatan sudah dijalin, terlihat bibir para petani yang bersedia menjadi anggota, terlihat sedikit tersenyum, lantaran harganya ‘sedikit’ di atas harga pasar.

Biji kopi yang dibeli dari petani, kemudian mereka olah. Perlahan mereka mulai belajar mengenal sortasi biji kopi, roasting, pengemasan dan merancang jalur distribusi pemasaran. Roda usaha tani kopi, perlahan mereka dorong berputar.

“Dahulu, kami membawa biji kopi yang habis dibeli dari petani, ke kolega. Kami roasting di sana. Sekalian kami belajar roasting,” Ali menuturkan awal belajar mengolah kopi.

Ali yang berprofesi sebagai tenaga kebersihan dan tukang taman di salah satu perumahan mewah di Kota Malang, ini menuturkan bahwa selama ini dia berlangganan roasting ke daerah Blimbing, arah ke Wendit, Pakis. 

“Sehabis maghrib, kami berangkat (roasting). Kalau bisa cepet, ya besok malamnya kita ambil. Tapi biasanya, minimal dua hari baru diambil,” kisahnya. Biasanya, tambahnya lagi, menjelang pergantian hari, ia bersama temannya tiba di rumah.

Dunia kopi, semakin digeluti, nampaknya semakin memberikan rasa nikmat. Seperti kenikmatan pada setiap tegukan dari secangkir kopi. 

warga Desa Kucur 2Belajar roasting bersama Kakak Demsi, pemilik kedai Pariabang, Malang. (Foto: Dok. Trianom)

Didorong semangat belajar, sekelompok pemuda desa ini, bertekad membeli alat roasting sendiri. “Tahun lalu, kami membeli mesin roasting berkapasitas dua kilogram. Tapi prakteknya, mesin tersebut tidak bisa diisi penuh. Ya, sudah, kami telateni saja me-roasting kopi 1-1,5 kilogram sekali goreng. Satu kali penggorengan, rata-rata membutuhkan waktu sekitar 45-50 menit. Selepas maghrib mulai goreng, sampai jam 12 malam dapat 5 kilo sudah bagus,” senyumnya mengembang. Ada getir di sana.

Jalan Menuju Kolaborasi
Yuswono Hadi beberapa kali sempat ngopi dan bersilaturahmi bersama kelompok tani kopi RTM ini. Ia mengajak Edo, secara khusus mencermati proses produksi kopi tersebut. 

“Terhitung, hampir satu tahun, kami mengikuti dinamika di kelompok tani ini. Teman-teman ini, memiliki semangat untuk maju, besar sekali. Luar biasa. Semangat belajar mereka cukup kuat. Namun dari sisi industrial, kami menemukan persoalan, khususnya pada proses produksi kopi. Kapasitas mesin roasting mereka, kurang bisa optimal. Bahkan, bisa menimbulkan permasalahan baru, yakni biaya produksi yang tinggi,” ungkap Yuswono Hadi, penggemar kopi arabika ini berujar dengan semangat.

Yuswono mengajak Edo, mahasiswanya. Kebetulan Edo sedang menyiapkan tugas akhirnya. Mereka beberapa kali ikut ngobrol, bahkan turut menemani Ali dan teman-teman melakukan roasting kopi. Yuswono, sebagai dosen pembimbing, seperti hendak berkata dalam tindakan, menggali akar masalah di masyarakat, satu-satunya jalan ya memasuki ‘dunia’ di mana persoalan itu ada.

Sementara Edo pun nampak menikmati, proses jalinan relasi sosial dengan pemuda desa tersebut. “Ya dengan mengikuti teman-teman ini, saya juga ikut banyak belajar. Ternyata kenikmatan secangkir kopi itu, prosesnya panjang. Butuh kerja keras,” tandasnya. Terdengar kalimatnya tidak mengambang.

“Ya, kalau kita bisa membuat mesin roasting lebih besar dan lebih cepat matang, tentu akan sangat membantu. Setelah kami hitung, satu siklus roasting membutuhkan waktu 40 menit, kita bisa merancang mesin roasting sekali ‘naik’ bisa 5kg. Dari segi perhitungan biaya produksi pada proses roasting 5 kg, terjadi penghematan biaya sebesar 54,34%, dibanding menggunakan alat sebelumnya,” tandas Ketua Program Studi Teknik Industri di Universitas Ma Chung ini.

Dunia akademik menawarkan suluh keilmuan. Yuswono dan Edo mencoba merancang mesin rosting kopi. Nampaknya, mereka memilih bengkel di desa Kucur sendiri. “Kalau ada warga di Kucur yang bisa bikin mesin ini, bisa lebih baik. Mesin ini bisa menjadi karya bersama,” ungkap Edo.

Alhasil, bertemulah mereka dengan Sugianto, akrab dipanggil Cepot. Pemuda dusun Klaseman, pemilik salah satu bengkel las di desa ini. “Mas Cepot juga pernah menggarap pesanan mesin roasting. Secara prinsip, dia sudah memiliki pengalaman,” Ali menambahkan. 

Pelan tapi pasti, setiap jejak langkah menawarkan pengharapan.

Inovasi Mengundang Senyum
Hasil analisis situasi dan rancangan mesin roasting kopi tersebut, malam ini siap diuji coba. Sesungguhnya, angin malam nan sejuk, tak mampu mengusir secuil gundah. Dua minggu sebelumnya, saat ujicoba, mesin roasting itu sempat tak hidup. 

warga-Desa-Kucur-4.jpgSenyum bangga usai mencoba mesin roasting. Dari kiri-kanan: Edo, Yuswono, Audito, Ali, Sugianto. (Foto: Dok. Trianom)

“Dinamonya terbakar. Tegangan listrik tidak stabil,” kalimat itu meluncur pelan dari bibir Ali. Pelan dan berat.

Edo, Cepot, Yuswono, serta segenap pengurus koperasi RTM, tentu saja langsung bermurung muka melihat hasil ujicoba kala itu. Malam terasa semakin gelap, juga dingin.

“Ya sudah, kita perbaiki lagi,” terdengar Yuswono memadamkan gemuruh beliung gundah.

Dua minggu berlalu. Hari bergulir berisi harapan. Malam ini, Ali, Edo, Reny, Audito, Yoga dan Yuswono, sorot matanya tak lepas mengamati Mas Cepot menyiapkan mesin roasting. 

Semua nampak lancar saja. Begitu pemantik tanda ‘hidup-mati’ ditekan, terdengar suara mesin menderu. Ali dan Yoga, sudah siap dengan biji kopi mentahnya. Aroma hawa panas dari tungku mulai tercium. Siap sudah, tinggal menyorongkan perlahan.

Di antara hembusan angin sejuk, meruar wangi harum aroma biji kopi yang sedang disangrai. Beberapa warga yang kebetulan lewat, menyempatkan diri berhenti ikut menonton. 

Malam itu, sudah tiga siklus roasting mereka selesaikan. Satu siklus, lima kilogram. Pada setiap akhir siklus, Ali dan Yoga sibuk mengarahkan mesin kipas angin ke atas tempeh berisi biji kopi yang baru saja keluar dari mesin sangrai. 

Hingga gorengan terakhir, mesin roasting lancar belaka. Tiada kendala berarti. 

Asap mengepul. Harum. Malam itu, tidak ada bibir yang tak tersenyum. Mereka sadar, ada babak baru yang sedang mereka ciptakan bersama. Hasil kolaborasi itu, melahirkan inovasi teknologi. Satu harapan mengapung. Keberadaan mesin hasil kolaborasi tersebut, diharapkan mampu mendorong proses industri usaha kopi di desa lereng gunung Kawi ini. 

Malam bertabur gemerlap. 

Mereka saling berterima kasih, dan bersyukur. 

***

*) Oleh: Trianom Suryandharu, penulis adalah karyawan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Ma Chung, Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 


 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES