Kopi TIMES

Dari Laurel Anna, Kekerasan dalam Pacaran itu Ada

Kamis, 16 Desember 2021 - 17:02 | 124.01k
Zainul Hasan R, Mahasiswa Universitas Nurul Jadid,  Freelancer di bidang Desain Grafis.
Zainul Hasan R, Mahasiswa Universitas Nurul Jadid,  Freelancer di bidang Desain Grafis.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Di pertengahan bulan Desember akhir tahun ini kabar duka muncul dari seorang selebgram cantik, Laura Anna.

Publik mengenalnya sebagai seorang influencer periang dan pekerja keras. Sayang, senyumnya yang juwita itu harus hilang setelah Ia tutup usia di umurnya yang ke 23 tahun. Kurang lebih selama tiga tahun Laura berjuang melawan sakit spinal cord injury (Cedera sumsum tulang belakang traumatik dapat terjadi karena pukulan atau potongan tiba-tiba pada tulang belakang) yang dideritanya pasca alami kecelakaan 2019 lalu.

Melalui Podcast Deddy Corbuzier di channel Youtubenya, Laura bercerita, saat itu, hubungan asmaranya dengan sang pacar dikatakan sangat romantis. Namun setelah alami kecelakaan kebahagiaan mereka berdua perlahan memudar dan hilang. Berdasarkan kronologi singkat menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Handri Dwi Z, saat itu, Laura tertidur dalam keadaan mabuk, sementara pacarnya, Gaga Muhammad mengemudi mobil juga dalam keadaan mabuk. Kecelakaan terjadi di di Tol Jagorawi.

Diduga karena kelalaian sang pacar, Laura terpaksa harus menghabiskan tiga tahun masa hidupnya berjuang melawan sakit dari atas kasur dan kursi roda. Sementara pacarnya, Gaga Muhammad hanya mengalami luka ringan. Kepada Deddy Corbuzier, Laura juga bercerita, di tahun pertama perawatannya, Gaga Muhammad masih aktif menjenguk dan merawat. Namun, pelan-pelan Gaga mulai menjauh dan akhirnya memutus hubungan (pacaran) mereka secara sepihak.

Status pacaran mereka berdua benar-benar putus setelah keluarga Laura membawa sikap pacarnya yang diduga tidak mau bertanggung jawab itu ke meja hijau. Keluarga Laura mensomasi Gaga Muhammad dan meminta uang ganti rugi sebesar 12,5 miliar. Keluarga Gaga yang tidak mampu membayar hanya bisa pasrah. Saat ini Gaga, berada dalam masa tahanan di Rutan Satlantas Polres Metro Jakarta Timur untuk menjalani rangkaian persidangan di rutan.

Sementara Laura Anna meninggal di usianya yang terbilang masih muda. Ia tutup usia pada tanggal 15 Desember 2020, pukul 09.22. Wanita kelahiran 20 September 2000 ini, akhirnya disemayamkan di Rumah Duka Sopo Gabe.

Kekerasan dalam Pacaran (KDP) 

Saat pertama kali melihat podcast Deddy Corbuzier yang terlintas dalam benak adalah, siapa yang salah dalam kasus ini? Laura atau Gaga. Namun sebenarnya ini bukan berbicara tentang siapa yang salah. Ada pesan moral yang didapat dari pengakuan Laura, bahwa, hubungan tidak resmi seperti pacaran merupakan hubungan yang mudah patah dan tidak ada perlindungan hukumnya, berbeda dengan perkawinan yang sah.

Dalam kasus Laura, diduga selama pacaran Gaga seringkali bergantung secara ekonomi kepada Laura. Sebagai seorang pacar Gaga bahkan tahu pasword ATM milik Laura. Laura bercerita, saat ia sedang sakit dan tidak bisa bergerak, gaga sempat menggunakan uang miliknya melalui ATM pribadinya (lihat Podcast Deddy Corbuzier: Saya Dihancurkan Dia Fisik dan Mental).

Dan kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada Laura. Jika dicari dalam pencarian google dengan kata kunci "modus pacaran" akan muncul banyak kasus yang bisa dibaca dan dijadikan pelajaran. Hal itu terjadi karena dalam ranah pacaran pasword ATM dan pelbagai ranah privasi lainnya dianggap lumrah diketahui oleh sang pacar.

Terlepas dari kasus Laura, hubungan antar lawan jenis tanpa status yang sah ini juga berpotensi menimbulkan pelbagai macam model kekerasan terhadap perempuan. Sayangnya sebagian perempuan tidak menyadari di mana letak kekerasan tersebut terjadi pada dirinya, atau sadar akan tetapi memaklumi tindakan itu atas dasar "sudah kadung cinta ya mau bagaimana." 

Komnas Perempuan merilis Catatan Tahunan (CATAHU) 2021, bahwa model kekerasan terhadap perempuan pada ranah KDRT/Relasi Personal yaitu kekerasan fisik (31 persen atau 2.025 kasus), seksual (30 persen/1.938 kasus), psikis (1792 kasus atau 28 persen),  dan ekonomi (680 kasus atau 10 persen). Soal seberapa banyak jumlah kekerasan dalam pacaran (KDP) menempati urutan kedua tertinggi di ranah KDRT/Relasi Personal dengan jumlah 1.309 kasus. Sedangkan data CATAHU selama rentan waktu 2016-2020, KDP juga menempati urutan kedua tertinggi dengan jumlah total 10.121 kasus.

Mirisnya, pada data pelaku kekerasan seksual di ranah yang sama, urutan tertinggi dilakukan oleh pacar dengan 1.074 kasus, kemudian disusul urutan kedua oleh mantan pacar dengan 263 kasus sepanjang tahun 2020. Data ini belum dikategorikan pada kekerasan berbasis gender siber (KBGS) terhadap perempuan. Seperti meminta kata sandi, memeriksa ponsel, cyberbullying (intimidasi dunia maya), sexting non-konsensual, mengancam, dan membuntuti media sosial.

Tingginya kasus KDP tidak bisa dianggap sepele. Ini menjadi momok nilai-nilai kemanusiaan terutama perlindungan terhadap perempuan. Di sisi lain, pacaran juga dianggap sebagai budaya baru yang seakan-akan patut untuk dimaklumi. Padahal, Islam sudah melarang prilaku atau budaya pacaran. Ini adalah human error.

Sebenarnya human error ini terjadi juga salahsatunya karena sumbangsih media. Media berperan pemting membentuk pola pikir masyarakat. Semisal penayangan sinetron percintaan ala Tanah Air atau ala drama Korea. Alhasil, meminjam bahasa Dominic Striniti, budaya populer yang jika tidak disaring akan menggerogoti nilai-nilai budaya yang lain.

Khorul Rosyadi Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Bangkalan, dalam Majalah ALFIKR dengan judul "Kekerasan Berbuah Pacaran" juga mengatakan, budaya popular tersebut, didedahkan lewat tayangan sinetron di televisi dan di dunia maya, masyarakat dipertontonkan lika-liku berpacaran. Sayangnya, masyarakat tidak bisa membedakan, mana tontonan yang bersifat mendidik dan hiburan. Sehingga, masyarakat terjerumus dalam tontonan yang bersifat edukasi berpacaran. Pada akhirnya, pacaran menjadi suatu kebiasaan ditengah-tengah kehidupan masyarakat (Jejak Juang Kaum Santri, Annisa, ALFIKR Edisi 33 tahun 2020-2021).

Oleh karenanya perempuan musti mulai belajar dan sadar dengan pola-pola kekerasan yang kerap menimpa dirinya. Mengenali satu persatu model kekerasan langsung maupun tidak langsung dari kekerasan fisik, psikis, seksual hingga ekonomi. Daripada sebagai jalan menuju hubungan yang lebih baik, alih-alih pengganti ta'aruf, pacaran malah berpotensi menjadi ladang kekerasan dan penyalur birahi. Wallahua'lam.

***

*) Oleh: Zainul Hasan R, Mahasiswa Universitas Nurul Jadid,  Freelancer di bidang Desain Grafis.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES