Kopi TIMES

Hentikan Kekerasan Terhadap Penyandang Disabilitas

Kamis, 16 Desember 2021 - 15:39 | 74.26k
Jumaidi, Pegiat Sosial/Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia.
Jumaidi, Pegiat Sosial/Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 menyisakan luka bagi Aldi. Mungkin tidak pernah terbayang oleh Aldi, seorang penyandang Tuli pengguna alat bantu yang tiba-tiba dipaksa Menteri Sosial, Tri Rismaharini untuk berbicara pada saat pembukaan peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021 di Gedung Kemensos, Rabu 1 Desember 2021.

Sebagaimana yang ditulis oleh berbagai media, Risma mengatakan "Aldi ini Ibu, kamu sekarang harus bicara, kamu bisa bicara, ibu paksa kamu untuk bicara ibu nanam eh melukis pohon ini" (Tempo, 3 Desember 2021).

Pemaksaan terhadap penyandang disabilitas tidak bisa dibenarkan atas alasan apapun. Tidak semua orang harus diperlakukan sama, memandang penyandang disabilitas harus dengan pendekatan disabilitas itu sendiri. Mereka memang diberikan tangan, kaki, mata, telinga dan organ tubuh lainnya seperti yang dikatakan Risma, tapi kita juga harus ingat bahwa mereka ditakdirkan dengan keterbatasan. Mereka disempurnakan dengan cara lain, mereka memberi isyarat dan berkomunikasi dengan cara yang berbeda.

Penulis berpandangan bahwa memaksa orang bicara yang secara hakikat sudah ditakdirkan untuk berkomunikasi dengan cara lain adalah kekerasan dan sikap diskriminatif.

Ungkapan Stefanus ketika menegur Risma adalah peringatan kepada kita semua, bukan hanya untuk Risma, bahwa kita harus meluruskan cara pandang dan perlakuan kita terhadap penyandang disabilitas secara keseluruhan. Seperti yang dikutip di berbagai media, stefanus menegur dengan santun "Saya mau bicara dengan Ibu sebelumnya, bahwasanya anak tuli itu memang harus menggunakan alat bantu dengar, tapi tidak untuk dipaksa bicara."

Dalam kesempatan yang sama, Stefanus juga mengingatkan mengenai hal yang sangat fundamental, peringatan Hari Disabilitas bukan hanya seremonial saja, akan tetapi hak-hak dasar bagi penyandang disabilitas harus dijunjung tinggi. "Ibu saya harap sudah mengetahui tentang CRPD (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas), bahwasanya memang menggunakan alat bantu dengar, tapi bukan untuk dipaksa berbicara."

Memperbaiki cara pandang terhadap penyandang disabilitas itu penting, sehingga tak lagi diposisikan sebagai objek pemaksaan dan kekerasan, akan tetapi menjadi subjek yang memiliki hak dan bebas dari perlakuan diskriminasi.

Saya mau mendudukkan kekerasan dalam bentuk pemaksaan yang dihadapi Aldi ini adalah cerminan dari gagapnya kita dalam memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap penyandang disabilitas.

Momen peringatan HDI yang dilakukan setiap tanggal 3 Desember mestinya dijadikan sebagai kesempatan untuk merefleksi sejauh mana hak-hak penyandang disabilitas sudah terpenuhi. Sebagaimana peringatan ini diciptakan untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah yang dihadapi penyandang disabilitas dalam setiap aspek kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya.

Perlindungan Terhadap Disabilitas

Kasus kekerasan bukan saja dialami oleh Aldi, akan tetapi sebagian besar penyandang disabilitas pernah mengalaminya, terutama perempuan dan anak disabilitas. Dilansir dari komnasperempuan.co.id bahwa Komnas Perempuan mencatat sebanyak 89 kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas pada tahun 2018, 87 kasus pada tahun 2019, dan terdapat 79 kasus pada tahun 2020. Kekerasan yang dialami dapat berupa kekerasan psikis, kekerasan seksual, fisik, dan penelantaran.

Kekerasan akan terus terjadi jika kita segera meluruskan cara pandang dan kesadaran kita. Tulisan ini dihajatkan untuk mengingatkan kita semua, mengajak untuk meningkatkan kesadaran terhadap hak-hak penyandang disabilitas sesuai yang dicita-citakan dalam Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD).

CRPD dapat kita maknai sebagai perjuangan untuk mengubah sikap dan pendekatan terhadap disabilitas, sikap yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang melekat padanya.

Indonesia sendiri secara regulasi sudah menunjukkan komitmen untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dengan mengesahkan Undang-undang No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas.

Belakangan baru terbit Undang-undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dengan demikian, Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari sikap diskriminatif, pelecehan, dan perlakuan tidak manusiawi. Harapan digantungkan pula pada regulasi tersebut, semoga dapat menciptakan kesempatan yang sama, meningkatkan aksesibilitas, dan dapat menjamin hak-hak penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan.

Sebenarnya, memberikan perlindungan tidak cukup dengan mengesahkan undang-undang, tapi memerlukan pengamalan atas pasal-pasal yang terkandung di dalamnya serta kebijakan yang responsif terhadap disabilitas.

Bahwasanya Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan hak penyandang disabilitas merupakan kewajiban kita semua!

***

*) Oleh: Jumaidi, Pegiat Sosial/Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES