Kopi TIMES

Urgensi Penguatan Dakwah bil Qolam di Era Revolusi 4.0

Kamis, 16 Desember 2021 - 14:39 | 87.84k
Zulkifli, S.Pd.I., M.Pd., C.PHT., C.HRA.
Zulkifli, S.Pd.I., M.Pd., C.PHT., C.HRA.

TIMESINDONESIA, BONTANG – Di era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai oleh pengembangan sistem informasi berbasis digitalisasi, sehingga para generasi muda khususnya para kader dakwah telah mendapatkan tantangan yang cukup besar untuk terus melakukan terobosan baru, sekaligus harus mampu bersikap adaptif (menyesuaikan diri). Hal ini diharapkan agar dapat tampil sebagai generasi muda atau kader da’i yang kreatif, inovatif, inspiratif, konstruktif dan profesional.

Mahasiswa atau generasi muda Islam memiliki peluang dan potensi dalam mengembangkan strategi dakwah bil qolam (dakwah melalui tulisan). Untuk menjadi seorang pendakwah tidak hanya sebatas berdakwah dari mimbar ke mimbar, dari masjid ke masjid, namun harus dapat berinovasi dalam menyampaikan misi dakwah Islam, salah satunya harus mampu menyajikan tulisan/pesan dengan diksi (pilihan kata) yang tepat agar mudah diterima atau dicerna oleh masyarakat.

Mengapa hal ini dianggap urgen? Karena seorang da’I laksana “penyambung lidah” para nabi dan ulama atau lazim disebutkan dengan kalimat “warasatul ambiyaa”, yakni pewaris bagi para nabi.

Namun yang menjadi tantangan bagi para generasi muda Islam ialah rendahnya minat menulis. Umumnya generasi milenial lebih cenderung membaca teks-teks yang singkat di berbagai media sosial kemudian sangat sigap membagikan informasi keberbagai WAG (WhatsApp Grup) yang belum tentu memiliki akurasi data (valid). Akibatnya, hanya menjadi konsumen yang berujung pada informasi yang menyesatkan.

Sementara yang sedang kita hadapi adalah gencarnya informasi yang berupaya memanipulasi atau merekayasa pemberitaan tentang agama dan politik, dengan tujuan memojokkan posisi Islam dan memecah belah persatuan bangsa. Terlebih lagi, media asing amat gencar menyosialisasikan nilai-nilai, pemikiran, dan budaya mereka ke dunia Islam, agar pola pikir dan gaya hidup generasi Islam cenderung menciplak gaya hidup Barat dari pada mengikuti aturan Islam.

Tidak heran jika sejumlah paham muncul seperti materialisme, hedonisme, sekularisme, yang sedang mewabah di kalangan umat Islam. Materialisme adalah paham yang mengedepankan aspek materi, sedangkan paham hedonisme merupakan pandangan atau paham yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Adapun istilah sekularisme ialah paham yang memiliki pendirian bahwa agama tidak dapat dicampurbaurkan dengan urusan politik dan negara.

Menyikapi problematika tersebut, maka Dakwah bil Qolam menjadi salah satu alternatif yang sangat strategis untuk terus ditumbuh kembangkan budaya literasi bagi generasi muda Islam, khususnya pada kader mubalig. Maka salah satu tugas bagi para kader mubalig adalah harus mampu menjunjung tinggi kode etik yang berkaitan dengan tulis menulis (etika jurnalistik) yang sesuai dengan tuntunan zaman yang memiliki landasan sesuai dengan ajaran Islam.

Melihat berbagai sudut padang permasalahan di negeri ini, maka saatnya para generasi muda khususnya mahasiswa muslim untuk semakin kritis dan cerdas dalam menyerap berbagai sumber informasi, sekaligus jangan mudah terprovokasi dengan sumber berita yang tidak valid, bahkan hampir tiap hari dan tiap saat menerpa mata, telinga kita. Kini, salah satu jawaban atas berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat Islam adalah menumbuhkembangkan budaya literasi (budaya membaca dan menulis) atau mendirikan lembaga jurnalistik Islami sebagai upaya membela kepentingan Islam dan umatnya, sekaligus sebagai upaya dalam menyosialisasikan nilai-nilai Islam sekaligus sebagai penyaring derasnya informasi yang dapat memecah belah umat atau kesatuan negara republik Indonesia (NKRI).

Untuk itu pendidikan Kader Jurnalistik memiliki peran dalam mengembangkan misi “amar ma’ruf nahyi mungkar” sebagaimana ungkapan Qs. al-Imran; 104 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”, sehingga pendidikan kader jurnalistik tersebut memiliki ciri khas dan tugas dalam menyebarluaskan informasi tentang ajaran-ajaran Islam yang universal. Untuk mewujudkan hal tersebut setidaknya ada lima strategi yang penulis tawarkan; 1) harus memiliki SDM yang kompeten, 2) harus memiliki manajemen atau tata kelola yang transparan, 3) harus memiliki sarana dan prasarana yang baik dan strategis, 4) optimalisasi peran para akademisi khususnya para intelektual muslim, 5) harus mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah. Wallahu’alam bi sawwab. (*)

*) Penulis, Zulkifli, S.Pd.I., M.Pd., C.PHT., C.HRA.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

_______
**)
 Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES