Kopi TIMES

IKA-PMII Kita Semua

Minggu, 12 Desember 2021 - 12:10 | 106.48k
Andiono Putra, Pengurus Karateker IKA-PMII Cabang Bondowoso.
Andiono Putra, Pengurus Karateker IKA-PMII Cabang Bondowoso.

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Tak terasa, 20 tahun sudah saya menjadi PMII. Mulai dari proses Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba) 2001 silam hingga menjadi bagian dari karateker Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bondowoso 2021 saat ini.

Dari segi usia, 20 tahun mungkin terbilang masih sangat belia, muda sekali. Bahkan, bisa dianggap masih sangat dini jika dihitung sebagai masa pengabdian. Belum ada apa-apanya dibandingkan para senior yang sudah lama mengabdi kepada Negeri ini.

Karena itulah, pada kesempatan kali ini, barangkali melalui tulisan singkat ini, masa pengabdian saya bisa ditambahkan sekian jam pada PMII dan Negeri ini. Ini ada kaitan erat dengan doktrin masa lalu pada awal-awal kuliah dan menjadi kader pegerakan.

Kala itu, doktrin senior-senior pada saya: “dalam sehari, berapa jam berfikir tentang PMII? Selama 24 jam sehari, berapa jam siap mengabdi dan menghibahkan diri pada PMII?”

Demokratisasi IKA-PMII

Dinamika Musyawarah Cabang (MUSCAB) IKA PMII Kabupaten Bondowoso yang mengalami deadlock, sejatinya bukanlah proses berjalan mundur IKA PMII di Republik Kopi ini. Bukan. Tapi ini adalah proses bertumbuh demokratisasi para alumni muda PMII.

Jika diibaratkan dengan bencana global pandemi Covid-19, ketika semua negara dan tata pemerintahan nyaris berhenti, sejumlah pengamat dan para pengambil kebijakan justru mengatakan, negara-negara justru sedang mengalami restart, reinstall.

Proses “kembali” dari titik nol inilah, sepertinya, yang sedang terjadi di IKA PMII Bondowoso. Kita saksikan bersama, pasca terbentuknya Karateker IKA PMII untuk melanjutkan tongkat estafet pasca deadlock, menunjukkan IKA PMII Bondowoso mengalami reload.

Karateker berhasil mengonsolidasikan sejumlah Matan Ketua Umum Cabang PMII dari berbagai daerah yang tinggal di Bondowoso, 3 Oktober lalu. Loading kembali pasca restart itu begitu luar biasa. Ini setidaknya menjadi butki betapa niat baik untuk proses “ngeklik kembali” tombol power menghidupkan jaringan IKA PMII sedang terjadi.

Karenanya, jangan dimaknai dinamika yang mengakibatkan deadlok kemarin itu pertanda matinya demokratisasi. Justru, keberanian para alumni muda melakukan aksi adalah bukti gerakan demoktratisasi. Seandainya demokratisasi di tubuh IKA PMII mati, tentu tidak akan terjadi gerakan, yang dalam kaca mata tertentu, dimaknai “liar”.

Tanpa bermaksud menyamakan gerakan pada masa orde baru era Soeharto dengan saat ini—bukankah gerakan mahasiswa era ‘98 yang mengakibatkan Soeharto tumbang, justru menandai spirit demokratisasi di Negeri ini kian bertumbuh? Gerakan mahasiswa yang luar biasa kokoh itu, telah membuktikan bahwa demokratisasi terus berkembang.

Hal inilah yang sedang terjadi di Kabupaten Bondowoso, khususnya IKA PMII. Proses bertumbuh kembali alam demokrasi para kader dan alumni muda, yang merupakan akar gerakan mahasiswa, pasti akan menjadi penentu arah masa depan IKA PMII. Saya meyakini, inilah yang akan terjadi.

Butuh Keikhlasan Bersama

Sejatinya, hajat IKA PMII dalam pemilihan ketua adalah hal kecil dan sederhana. Namun, di balik itu semua, ada agenda besar yang tidak boleh dinafikan.

Saya jadi teringat sebuah buku yang pernah saya baca soal keikhlasan. Ikhlas itu, ibarat kita selesai “buang hajat”. Kita tidak lagi memikirkan apa yang sudah kita buang. Kita tinggal bersuci, selesai urusan. Dan, itu sangat sederhana—sesederhana kita “buang hajat”, kecuali kita sedang “sakit” lantaran harus menggunakan alat atau media lain agar hajat kita tersalurkan.

Saya mengaitkan ini, agar kita semua bisa ikhlas dalam berproses sebagai satu keluarga yang utuh di PMII. Sebab, pasca pemilihan yang mungkin hanya butuh waktu 1 hingga 5 menit di bilik suara, pekerjaan besar sudah menanti.

Ini nyaris sama seperti dinamika pemilihan kepala Desa, Bupati, hingga Presiden maupun DPR. Mungkin tak sampai 5 menit, seseorang sudah bisa memilih sekaligus melipat surat suara. Tapi bagi yang terpilih, pasca lima menit itu, tugas-tugas dan pekerjaan bagaimana memperbaiki kondisi sosial dan perekonomian bangsa sudah menanti.

Hal ini juga akan terjadi dalam proses pemilihan Ketua IKA PMII pada masa-masa yang akan datang. Hanya bedanya, mereka yang terpilih dan duduk di kursi pemerintahan akan memiliki anak buah, staf dan karyawan untuk menjadi ujung tombak perbaikan sistem di NKRI. Sedangkan yang terpilih di kursi organisasi seperti IKA PMII akan menjadi “ujung tombok” dalam penataan sistem kaderisasi maupun distribusi alumni.

Pada aspek inilah, siapapun yang menjadi ketua IKA PMII pada masa yang akan datang, membutuhkan seni kepemimpinan yang sesuai dengan dinamika masa kini. Terlebih lagi, ratusan alumni yang ada berasal dari berbagai kampus berbeda, tentu punya arah gerakan dan fatsun politik yang tak sama. Tapi sebagai keluarga yang “terikat” dengan nama PMII, ibarat pasangan suami istri, perbedaan-perbedaan ini sejatinya untuk saling melengkapi sekaligus memperkuat jejaring.

Karena itu, meski sempat deadlock dan melahirkan Karateker—yang di dalamnya juga ada nama saya sekaligus sebagai “sekretaris tak resmi karateker”, sudah sewajarnya puluhan bahkan ratusan alumni PMII di Bondowoso kembali melakukan “gerakan rujuk” sebagai satu keluarga.

Saya mungkin satu-satunya alumni yang terjebak dalam “buah simalakama”. Itu lantaran perebutan kursi ketua IKA PMII, adalah sama-sama bagian dari jejaring persahabatan yang selama ini saya jaga. Yang satu yaitu sahabat Rifa’i adalah “akar” dari proses ber-PMII di STAIN Jember (UIN KHAS), sedangkan satunya yaitu sahabat Sabil adalah “buah” dari proses ber-PMII di Bondowoso.

Makanya, wajar jika di luar sana ada istilah saya kadernya Rifa’i. Dan di lain pihak, saya juga disebut sebagai orangnya Sabil. Kadernya Rifa’i, karena saya alumni STAIN Jember. Orangnya Sabil, karena selama ini “dekat” dengannya maupun dengan jaringan alumni dari Surabaya. Bahkan, anak saya pun sekolah di lembaga pendidikan yang didirikannya bersama senior-senior lainnya.

Andai satu sahabat lainnya kembali mencalonkan, yaitu sahabat Daris, tentu saya akan makin kelimpungan. Itu lantaran selama berproses di Jember, sahabat Daris adalah bagian dari sejarah pergerakan yang tak mungkin bisa dilupakan, karena sama-sama berkhidmat sebagai pengurus cabang PMII Jember periode 2004/2005 silam.

PR Besar Distribusi Alumni

Sejatinya, tugas alumni PMII bukan sekadar menentukan dan memutuskan siapa ketua IKA PMII pada masa yang akan datang. Jika hanya ini, sebagaimana saya sebutkan di atas, mungkin hanya dalam hitungan 5 menit pemilihan akan selesai dilakukan.

Dalam Anggaran Dasar disebutkan, IKA PMII bertujuan untuk mengembangkan dan mendayagunakan seluruh potensi alumni PMII di berbagai bidang pengabdian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini penting dilakukan demi terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang sejahtera, maju dan mandiri, demokrastis dan berkeadilan dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diridlai Allah SWT.

Untuk mencapai tujuan tersebut, IKA-PMII dapat melakukan berbagai usaha. Mulai dari mempererat hubungan silaturahim dan kekeluargaan antar alumni, pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya alumni PMII dalam upaya pengembangan karir dan profesi, melaksanakan berbagai kajian dan penelitian dalam rangka pengembangan pemikiran strategis yang berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan  negara, serta sejumlah agenda lainnya.

Tentu, tugas-tugas besar ini tidak bisa dilakukan sendirian. Harus bersama-sama. Kata pepatah, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Bukankah pekerjaan yang berat dan sulit akan semakin ringan jika dikerjaan bersama-sama? Wallahu a’lam. (*)

 

*) Penulis: Andiono Putra, Pengurus Karateker IKA-PMII Cabang Bondowoso

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES