Peristiwa Daerah Erupsi Gunung Semeru

Tidur Berdesakan di Sebuah Rumah Bersama 40 Pengungsi Lain, Warga Supit Urang Ini Berharap Segera Relokasi

Rabu, 08 Desember 2021 - 18:09 | 47.43k
Terlihat rumah yang hancur dan sudah dipenuhi oleh abu vulkanik akibat Erupsi Gunung Semeru. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Terlihat rumah yang hancur dan sudah dipenuhi oleh abu vulkanik akibat Erupsi Gunung Semeru. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
FOKUS

Erupsi Gunung Semeru

TIMESINDONESIA, LUMAJANG – Pengungsi dari Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang harus bisa menahan diri dan bersabar saat tidur satu atap bersama 40 pengungsi lainnya akibat terkena dampak erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 lalu.

Salah satu pengungsi bernama Jinta (36) merasa pasrah dan harus menahan diri saat berdesak-desakan bersama 40 pengungsi lainnya dalam satu rumah, tepatnya di depan Posko Pengungsian SDN 4 Supit Urang, Kabupaten Lumajang.

"Mau gimana lagi, harus dibetah-betahin tinggal sama semua orang di sini. Rumah saya sudah ambrol, sudah gak punya rumah lagi," ujar Jinta saat ditemui di Posko Pengungsian, Senin (6/12/2021) lalu.

Jinta berharap, agar nantinya pemerintah bisa melakukan relokasi rumah bagi warga terdampak Erupsi Gunung Semeru. Ia juga mengaku masih trauma untuk saat ini jika kembali ke rumahnya.

"Saya mau kalau ada relokasi. Saya masih gak berani pulang sekarang. Rumah saya menghadap langsung ke arah Gunung Semeru. Dulu lahar dingin sebelumnya gak sampai seperti ini," ungkapnya.

Jinta menceritakan ketika Erupsi Gunung Semeru terjadi. Saat itu, ia sedang memasak. Lalu, mendengar teriakan warga saat lava dari Gunung Semeru datang, ia pun segera menarik anak dan ibunya yang sudah tua untuk ikut lari menyelamatkan diri.

"Awan sudah tertutup kepulan abu vulkanik. Jadi gelap seperti malam waktu itu, padahal kan masih sore," imbuhnya.

Ia mengaku bahwa rombongan pengungsi yang kini tinggal bersama seatap tersebut, ternyata rombongan terakhir yang mendapat tumpangan mengungsi di rumah warga yang tak ditinggali atau sudah kosong.

"Ya kita ini tidur dengan alas karpet seadanya. Tidur bareng-bareng gitu. Kalau malam susah tidur. Signal gak ada, lampu susah. Listrik di sini pakai diesel," katanya.

Pengungsi-Erupsi-Semeru.jpgBeberapa pengungsi yang tinggal satu atap di wilayah Supit Urang, Pronojiwo, Kabupaten Malang. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)

Sementara itu, satu warga lainnya, yakni Rosa (42) yang juga satu atap bersama Jinta mengungkapkan bahwa dirinya kini sudah tak memiliki apa-apa. Bahkan, saat dia lari menyelamatkan diri bersama anaknya yang kala itu sedang menangis ketakutan, tak membawa apapun yang ada di rumahnya.

"Langsung saja naik mobil. Saya gak tahu juga mobil siapa yang saya tumpangi. Pokoknya melarikan diri dulu," tuturnya.

Rosa pun saat kejadian lahar dingin jatuh dan menerjang rumahnya, ia melihat kejadian tersebut. Dirinya tak menyangka, padahal menurutnya tak ada tanda-tanda apapun sebelum Erupsi Gunung Semeru terjadi.

Saya lihat rumah saya pas lari itu lahar dingin mengalir deras masuk rumah. Informasinya sekarang rumah saya cuma tinggal kelihatan atapnya saja," ungkapnya.

Dengan kejadian ini, Rosa pun hanya bisa pasrah menunggu semua kondisi untuk bisa kembali normal. Ia juga mengaku kesulitan tidur di posko pengungsi lantaran anaknya terus menerus menangis sepanjang malam. "Anak saya nangis terus. Tak kasih tahu kalau kita sudah gak punya rumah lagi. Jadi tidur sama orang-orang di sini. Dia takut ada suara diesel. Kan di sini listrik mati. Saya kasian juga sama warga laun yang terganggu tangisan anak saya," pungkasnya.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES