Peristiwa Daerah

Katum AJI: Kebebasan Pers Naik, Tapi Kekerasan Jurnalis Masih Tinggi

Sabtu, 04 Desember 2021 - 16:16 | 40.00k
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim saat menyampaikan materi pada webinar yang diselenggarakan PB PMII (FOTO : Tangkap layar)
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim saat menyampaikan materi pada webinar yang diselenggarakan PB PMII (FOTO : Tangkap layar)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim menjelaskan, indeks kebebasan pers di Indonesia mengalami kenaikan peringkat. Berdasarkan lembaga pemantau Reporters Without Borders (RSF) tahun 2020, posisi Indonesia beranda di peringkat 113 dari yang sebelumnya 119.

"Meningkat 9 poin. Di atas Malaysia dan Singapura, tapi saya pikir ini fakta di lapangan itu masih sangat tinggi kekerasannya," ujar Sasmito dalam webinar bertema 'Memetakan Lanskap Industri Media di Indonesia' yang digelar oleh Lembaga Jurnalistik dan Kepenulisan PB PMII Jumat (3/12/2021) malam.

Sayangnya, Sasmito menyebut kebijakan di Indonesia belum berpihak kepada kebebasan jurnalis. Apalagi, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Padahal, kebebasan pers dan keselamatan jurnalis telah termaktub dalam Undang-Undang No 40 tentang Pers. "Catatan AJI ini, ada beberapa jurnalis yang dijerat dengan UU ITE, tiga diantaranya telah divonis. Ini sangat terlihat regulasi masih membelenggu jurnalis," kata Sasmito.

Sasmito menyampikan sejumlah kebijakan Indonesia yang tak berpihak pada jurnalis di antaranya, pemblokiran internet yang terjadi di Papua dan Papua Barat dan situs Suara Papua pada tahun 2019 serta tindakan kekerasan jurnalis saat terjadi aksi besar-besaran Omnibus Law UU Cipta Kerja 2020.

Di luar itu, lanjut dia, terjadi serangan digital pada perusahaan pers yakni, peretasan, doxing, DdoS. "Serangan cyber ini belum kita masukkan datanya dalam kekerasan, tapi tahun ini mulai kita masukkan," jelasnya.

Selain itu, ia menambahkan, jurnalis mengahadapi tantangan besar di era keterbukaan teknologi seperti adanya robot jurnalis, homeless media atau USer Generated Conten hingga agregator. "Ke depan, tantang teknologi ini bukan hanya dihadapi jurnalis, tapi bidang lainnya. Demikian kita akan kembali bagaimana kebermanfaatan manusia itu sendiri," pungkasnya.

Sebagai upaya dalam menghadapi tantangan tersebut, Lembaga Profesi Jurnalistik dan Kepenulisan PB PMII menyiapkan wadah berupa Asosisasi Pers Media Pergerakan (APMP). APMP ini diharapkan mampu menciptakan kader PMII yang berkualitas dalam bidang jurnalistik.

"Jadi, APMP diharapkan bisa menjadi wadah dan jejaring bagi kader atau alumni yang begelut didunia jurnalistik hingga tingkat nasional," ujar Direktur Lembaga Profesi Jurnalistik dan Kepenulisan PB PMII Sabda M Holil. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES