Peristiwa Daerah

AJI Surabaya Sesalkan Tindakan Kasatreskrim Polresta Sidoarjo Halangi Kerja Jurnalis

Kamis, 02 Desember 2021 - 21:41 | 65.48k
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer. (Foto: dok AJI)
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer. (Foto: dok AJI)

TIMESINDONESIA, SIDOARJO – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh Kasatreskrim Polresta Sidoarjo yang menghalang-halangi kerja jurnalis saat akan konfirmasi Kapolresta Sidoarjo.

AJI menyatakan, tindakan menghalang- halangi kerja jurnalis melanggar Undang-Undang Pers Pasal 4 dan pasal 18 UU Pers. 

"Jurnalis tersebut meminta konfirmasi bukan di area privat atau area pribadi. Dan lagi jurnalis meminta statmen itu berada di ruang publik saat Kapolresta Sidoarjo mengawal aksi demo. Kalau kemudian Kasatreskrim menghalang-halangi ambil gambar rekan kami ini, maka jelas itu upaya menghalang-halangi kebebasan pers dan kerja kerja jurnalistik," papar Ketua AJI Surabaya, Eben Haezer.

Polisi Jangan Sebut Produk Jurnalistik Sebagai Berita Hoaks

AJI juga menyoroti pernyataan Kasatreskrim yang menegaskan jika berita dugaan kaburnya tiga tahanan Polsek Balongbendo itu hoaks atau tidak benar.

Eben mengatakan, jurnalis itu ketika membuat berita pastinya by data, sudah dapat pernyataan, wawancara atau informasi digali di lapangan dengan berbagai narasumber terkait berita dugaan tahanan kabur di salah satu Polsek di Polresta Sidoarjo.

"Jadi tidak bisa Polisi kemudian mengecap berita itu hoaks atau tidak benar. Jika fakta kemudian berkata lain, maka ada mekanisme lain yaitu koreksi itu ada. Tapi Polisi juga tidak bisa langsung serta merta menyebut konten pemberitaan itu sebagai konten hoaks, karena sudah ada prosedur jurnalistik. Kecuali memang terbukti kuat tidak melalui kerja jurnalis yang beretika, kalau itu terbukti berarti melanggar kode etik," ungkapnya.

Eben menambahkan jika polisi menyebut dugaan tahanan kabur yang diberitakan rekan jurnalis tersebut tidak benar maka Polisi sebagai pelayanan publik, karena tahanan kabur adalah urusan publik maka Polisi harus membuktikanya.

"Bahayanya jika berita itu dibilang atau dicap hoaks oleh Polisi maka Kepolisian Sidoarjo harus membuktikan faktanya bagaimana. Jika langsung mengecap hoaks produk jurnalis yang sudah sesuai etika jurnalis dalam mengumpulkan data atau informasi, takutnya malah membuat kerja kerja jurnalis tidak dipercaya publik. Jadi jangan serta merta menyatakan hoaks produk jurnalistik sebab jurnalis dan produk jurnalistiknya juga sebagai pengawal pelayanan publik," jelasnya.

Eben menegaskan jika saat ini AJI Surabaya sedang mengawal kasus Nurhadi jurnalis Tempo terkait kasus penganiayaan yang dilakukan oknum kepolisian saat liputan jurnalistiknya. Kalau kemudian dilakukan Polisi lagi di Sidoarjo maka ini malah memperkuat pandangan bahwa Polisi ini memang berada di garis bersebrangan dengan pers, justru tidak melindungi kebebasan pers.

"Jika itu terjadi lagi di Sidoarjo, maka memperkuat pandangan bahwa Polisi berada digaris yang berseberangan dengan pers, justru tidak melindungi kebebasan pers sesuai UU 40 tahun 1999 bahwa pers punya kemerdekaan," tegas Eben.

Sebagai informasi, jurnalis di Sidoarjo melaporkan saat akan wawancara dengan Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol, Kusumo Wahyu Bintoro dihalang-halangi oleh Kasatreskrim Polresta Sidoarjo, AKP Oscar Stefanus Setja.

Beberapa kali, tangan Kasatreskrim menurunkan kamera milik jurnalis yang akan merekam wawancara dengan kapolresta. Wartawan mencoba mengkonformasi kabar kaburnya tiga tahanan Polsek Balongbendo.

"Kasatreskrim AKP Oscar dua atau 3 kali menghalang halangi bahkan tangannya menampik tangan saya agar tidak mengambil gambar wawancara Kapolresta Sidoarjo," kata Indra Nur Hadi jurnalis Televisi lokal jatim ini kepada TIMES Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES