Politik

Dari FGD NasDem, Garuda Indonesia Bisa Tetap Terbang dengan Perusahaan Baru

Rabu, 01 Desember 2021 - 16:43 | 40.23k
Focus Group Discussion (FGD) Fraksi NasDem DPR RI yang mengangkat tema Garuda: Bentangan Sayap Rapuh Di Atas Kepulauan Nusantara dan Dunia' di Ruang Badan Anggaran, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 1 Desember 2021. (FOTO: Sumitro/TIMES Indonesia)
Focus Group Discussion (FGD) Fraksi NasDem DPR RI yang mengangkat tema Garuda: Bentangan Sayap Rapuh Di Atas Kepulauan Nusantara dan Dunia' di Ruang Badan Anggaran, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu 1 Desember 2021. (FOTO: Sumitro/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Fraksi NasDem DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema 'Garuda: Bentangan Sayap Rapuh Di Atas Kepulauan Nusantara dan Dunia'. Diskusi membahas  nasib Garuda Indonesia ini digelar di Ruang Badan Anggaran, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (1/11/2021).

Bertindak sebagai keynote speaker Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali dan narasumber Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung, eks Komisaris PT Garuda Indonesia Persero Tbk Peter F Gontha, Vice Chairman at CSE Aviation Consulting Samudra Sukardi dan Ahli Hukum Kepailitan DR Kurnia Toha.

Dalam FGD itu, Fraksi NasDem DPR RI menawarkan tiga opsi untuk menyelamatkan PT Garuda Indonesia dari dari lilitan utang yang tinggi. Opsi pertama yakni para lessor (perusahaan jasa leasing dan penyewaan) dituntut melakukan renegosiasi pembayaran utang. 

"Kalau itu tidak mungkin, opsi lainnya yang terpilih oleh kami adalah Garuda Indonesia Airlinesnya itu kita selamatkan, PT Garuda Indonesia-nya kita selesaikan," tegas Martin Manurung yang juga Wakil Ketua Komisi VI.

Renegosiasi pembayaran utang itu dilakukan karena Fraksi Nasdem tidak mau uang Negara terkuras untuk sesuatu yang menurutnya tidak berguna hanya karena persoalan-persoalan masa lalu.

Opsi ketiga, lanjut Martin, yakni menyelamatkan Garuda dalam tubuh yang baru. Opsi ini diambil misalnya persoalan perusahaan bisa diselesaikan, namun brand tetap yaitu Garuda. Dalam hal ini, PT Garuda Indonesia Tbk melepaskan hak mereknya untuk kemudian dibeli atau diambil dengan perusahaan yang baru. 

"Sehingga Garuda Indonesia Airlines tetap terbang dengan tubuh yang baru perusahaan yang lebih bagus, tidak punya beban masa lalu dan lain sebagainya," ucap Martin. 

Dengan kata lain, opsi ketiga ini diambil dengan menegasikan antara penyelamatan Garuda Indonesia Airlines sebagai national flag carrier dan PT Garuda Indonesia Tbk sebagai entitas badan hukum atau badan usaha.  "Ini yang saya pikir ini yang mungkin kita harus minta pendapat juga kepada publik," ucapnya. 

Dalam kesempatan itu, Martin juga menjelaskan soal data dari Martin Manurung Center. Dimana saat ini Garuda Indonesia menanggung utang sebanyak Rp138.5 triliun dan asetnya hanya sebesar Rp98.3 triliun. 

Sementara itu, ekuitas Garuda Indonesia juga tercatat minus Rp40.2 triliun dengan tambahan negatif ekuitas tiap bulannya mencapai Rp1.5 triliun hingga Rp2 triliun. Dari total nilai utang itu, utang terbesar adalah utang kepada lessor yang mencapai Rp90.2 triliun.

Pengamat penerbangan Samudera Sukardi berpendapat, saat ini diperlukan 'Garuda Baru' yang ditangani oleh dua tim. Di mana satu tim menangani persoalan utang-utang, sedangkan satu tim lain lainnya fokus membangun transformasi Garuda baru.

Sementara mantan Komisaris Garuda Indonesia Peter F Ghonta menyatakan, penyebab kerugian Garuda yang menjadi perhatiannya adalah kontrak antara Garuda Indonesia dengan lessor yang justru merugikan perusahaan plat merah tersebut. "Siapa yang memaksa Garuda? Patut diduga terjadi sesuatu," ujar Peter.

Terkait itu, Peter F Gontha mengaku dirinya sudah melaporkan permasalahan Garuda Indonesia tersebut ke aparat penegak hukum untuk tuntutan secara hukum di level internasional. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES