Peristiwa Daerah

From Zero to Hero, Kisah Inspiratif Orang Desa Banyuwangi Jadi Ketua DPRD di Rantau

Senin, 29 November 2021 - 17:45 | 177.41k
Sumarsono, pria asal pedesaan kelahiran Kabupaten Banyuwangi yang menjadi Ketua DPRD Lampung Tengah periode 2019-2024. (FOTO: Agung Sedana/ TIMES Indonesia)
Sumarsono, pria asal pedesaan kelahiran Kabupaten Banyuwangi yang menjadi Ketua DPRD Lampung Tengah periode 2019-2024. (FOTO: Agung Sedana/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Modal jual satu pohon kelapa, Sumarsono, seorang pria desa asal Dusun Sempu, Desa Sarimulyo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, nekat mengadu nasib ke perantauan. Tidur di emperan hingga jadi korban diskriminasi sudah kenyang dilakoninya.

Terhitung 34 tahun sudah sejak masa itu berlalu. Kini di tahun 2021 ini, Sumarsono bukan lagi disebut orang desa yang biasa tidur di emperan toko pinggir jalan. Pada tahun 2014 lalu, Sumarsono memulai karir politiknya di PDI Perjuangan, partai yang dinahkodai Megawati Soekarnoputri.

Pada Pileg tahun 2014 lalu, Sumarsono dipilih oleh masyarakat Kabupaten Lampung Tengah untuk menjadi anggota dewan. Selanjutnya pada Pileg tahun 2019, kepercayaan masyarakat kembali diamanahkan kepada Sumarsono. Dia terpilih lagi dan bahkan berhasil menduduki kursi Ketua DPRD Lampung Tengah.

Namun di balik kesuksesan karirnya, banyak kisah memilukan yang tidak diketahui bersama. Semasa sekolah, pria kelahiran 1 April 1969 dari pasangan Sastro dan Subani ini sebenarnya bukanlah siswa yang menonjol baik di bidang akademik ataupun lainnya.

Dia juga dikenal sebagai siswa yang sering bermasalah di sekolah. Namun, Sumarsono terkenal memiliki banyak teman dan gampang menolong orang.

Di rumah sederhananya, Sumarsono tinggal bersama orang tua dan enam saudaranya. Di keluarga pun, Sumarsono juga juga dikenal anak yang agak nakal. Dia kerap kali diomeli dan dinasehati oleh orang tuanya. Karena kondisi ekonomi juga, Sumarsono nyaris tidak pernah menikmati uang saku sekolah setiap harinya.

Di masa Orde Baru, setelah pemilihan Presiden tahun 1987, Sumarsono lulus dari STM Banyuwangi (sekarang SMKN 1 Glagah). Saat itu, dia memutuskan untuk nekat merantau ke luar Banyuwangi. Padahal, Sumarsono sendiri tidak tahu mau kemana dan bagaimana akan melanjutkan hidupnya.

"Saya kan dari keluarga tidak punya. Supaya orang tua tidak terbebani saya nekat saja merantau. Tidak tahu mau kemana, tapi kepinginnya ke Sumatera ya Kalimantan," kata Sumarsono kepada TIMES Indonesia, Senin (29/11/2021).

Keinginan merantau ini, semakin didorong kuat oleh masalah yang disebabkan Sumarsono untuk keluarga. Di masa Orde Baru tahun 1987 kala itu, dengan vulgar dia meramaikan kegiatan kampanye PDI Perjuangan di Banyuwangi. Di lain sisi, kakak Sumarsono baru saja diangkat sebagai PNS.

"Jaman itu siapa yang berani menentang Orde Baru. Saya pulang dari kampanye, polisi dan tentara sudah menunggu di rumah. Akhirnya daripada kakak dipecat, mending saya yang cepat pergi dari rumah," katanya.

Membulatkan tekad, Sumarsono melangkahkan kaki dari rumah. Dia hanya membawa lima potong baju dan beberapa celana yang dia masukkan ke dalam tas sekolah. Sebelum berangkat, orang tua Sumarsono hanya memberikan uang Rp37 ribu untuk modal di perjalanan.

Uang tersebut merupakan hasil yang diperoleh orang tua Sumarsono setelah menjual sebatang pohon kelapa di belakang rumah. Dari hasil jual pohon kelapa tersebut, Sumarsono memberikan beberapa rupiah kepada sang ibu.

"Emak bilang tidak punya duit. Lalu jual satu pohon kelapa, laku Rp37 ribu, yang Rp7 ribu saya berikan ke ibu. Lalu saya sungkem dan pamit," ujar Sumarsono dengan mata berlinang mengenang masa dulu.

"Saya pamit mak, doakan. Nanti kalau saya sudah kerja saya kirim uang ke emak. Emak tidak perlu susah-susah lagi bekerja," imbuh Sumarsono dengan air mata menetes, mengenang almarhum ibunya.

"Kerja yang baik ya nak, kamu di sana tidak punya siapa-siapa," ucap Sumarsono menirukan kalimat perpisahan ibunya.

Singkat cerita, sampailah Sumarsono ke Provinsi Lampung. Beberapa hari di sana, dia masih terombang-ambing. Uang saku dari rumah sudah habis untuk makan. Tidur di emperan toko. Mencari pekerjaan juga susah. Banyak tempat dia datangi, namun tak satupun yang menerima.

"Sudah mirip gembel itu saya. Tidak ada yang mau ngasih kerja. Alasannya karena saya orang Banyuwangi. Ya paham lah, dulu Banyuwangi di luar sana diketahui sebagai daerah yang terkenal dari apanya," ujarnya.

Hingga akhirnya dia diterima bekerja di sebuah bengkel mobil bernama ‘Yours’. Untuk pekerjaan awal ini, dia terpaksa berbohong kepada bosnya. Dia mengaku asli orang Lampung. Saat menerima gaji pertama, sepenuhnya dia kirimkan ke rumah.

"Sesuai janji saya ke emak. Rutin saya kirimkan uang melalui kantor Pos. Waktu itu jumlahnya Rp 40 ribu," jelasnya.

Di bengkel tersebut, dia bekerja selama 6 bulan. Setelah 6 bulan, Sumarsono dipercaya pemilik bengkel untuk mengelola. Karena si pemilik bengkel sudah diterima di sebuah perusahaan di Jakarta. Dari sinilah, Sumarsono memulai untuk menabung.

"Setelah setahun lebih mengelola, saya memutuskan untuk berani membuat bengkel sendiri. Saya punya 15 pegawai waktu itu," katanya.

Di usia 22 tahun tepatnya pada tahun 1991, Sumarsono jatuh hati kepada Eliyani. Seorang dara lokal asal Lampung. Hubungan Eliyani dan Sumarsono selanjutnya berakhir di sebuah jenjang perkawinan.

Saat ini, Sumarsono sudah dikaruniai dua orang anak. Anak sulung diberi nama Ananta Wicaksono dan si bungsu bernama Anindya Kurnia Putri.

Dengan apa yang sudah dicapai saat ini, Sumarsono mengaku bersyukur dan berterimakasih kepada kedua orang tuanya. Berkat restu dan doa dari ibu, Sumarsono bisa mencapai kesuksesan di negeri orang. Meskipun kedua orang tua Sumarsono sudah kembali ke pangkuan Tuhan.

"Bapak meninggal sekitar tahun 2002. Kalau ibu, besok ini masih 100 harinya. Beliau adalah orang tua yang hebat. Saya banyak salah sama beliau," pungkas Sumarsono.

Kepada seluruh generasi saat ini, Sumarsono berpesan agar senantiasa berbuat baik kepada orang tua. Menurutnya, restu Allah dimulai dari restu dari kedua orang tuanya. Dia percaya, apapun usaha yang dilakoni atau tujuan yang ingin dicapai, bisa terwujud apabila orang tua memberikan restunya.

"Janganlah anak-anak meyakiti orang tuanya, baik tindakan atau tutur kata. Bagaimanapun, restu Allah adalah restu orang tua. Dan jangan takut untuk mencapai tujuan, jangan berkecil hati karena orang tidak punya. Jangan gampang menyerah dengan nasib, terus berusaha dan jangan lupa berdoa," cetus Sumarsono, pria asal Kabupaten Banyuwangi yang kini jadi Ketua DPRD Lampung Tengah. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES