Kopi TIMES

Refleksi antar Konferensi PCNU: Menjadikan NU sebagai Organisasi Umat

Minggu, 28 November 2021 - 09:53 | 79.87k
M. Yusuf Azwar Anas, adalah Wakil Sekretaris PCNU Kab Malang, Ketua Tim Pengkaderan PCNU Kab. Malang dan Dekan FEB Univ. Islam Raden Rahmat Malang
M. Yusuf Azwar Anas, adalah Wakil Sekretaris PCNU Kab Malang, Ketua Tim Pengkaderan PCNU Kab. Malang dan Dekan FEB Univ. Islam Raden Rahmat Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Tulisan dari Instruktur Nasional Kyai Abdul Mun’im DZ, menarik untuk dijadikan renungan bersama, apalagi saat menjelang proses regenerasi struktural. Pergantian komposisi kepengurusan sudah diamanahkan dalam AD ART NU, sehingga menjadi kelaziman bagi struktur NU mulai dari PBNU sampai Ranting untuk melakukan proses perubahan strukturnya. Begitupula di lingkungan PCNU Kab. Malang, yang puncak konferensi akan dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2021 di Pesantren Modern Ar-Rifa’ie 2 Gondanglegi.

Hiruk pikuk dan berbagai analisa selalu saja menjadi bahan diskusi menarik antar kader, antar pengurus dan bahkan dari para analis eksternal, mengapa Konferensi NU menjadi menarik untuk dibicarakan? Pertama, Nu itu organisasi tua, dan sudah hampir 1 abad, sehingga mempunyai sejarah panjang dalam membangun bangsa, dan juga berkontribusi besar pada peradaban dunia. Kontribusi NU tidak bisa dinafikan, karena NU telah mengambil peran penting dalam pertempuran melawan penjajah belanda dan melawan pasukan sekutu, maupun di medan laga perumusan dasar-dasar negara pancasila dan Konstitusi negara UUD 1945 dalam sidang BPUPKI 1945. Kedua, NU itu organisasi yang jumlah anggotanya terbesar di Indonesia bahkan di Dunia, sehingga keberadaannya menjadi sangat diperhitungkan oleh pemerintah, apalagi partai politik. Ketiga, Banyak orang/ kelompok sangat berkepentingan pada NU, dulu pada saat muktamar ke 2 tahun 1927 di Hotel Musimin Peneleh Surabaya yang hadir tidak hanya kyai-kyai khos atau ulama-ulama sunni dari berbagai negara, namun nampak hadir pula tokoh legendaris Van Der Plas salah seorang kader dari Snouck Hurgronje, kehadirannya tidak lepas dari mengamati gerak gerik organisasi NU, dan kedatanganya di jadikan seseorang untuk memutar balikkan sejarah bahwa kelahiran NU dimotori oleh Van Der Plas untuk menghalangi kemerdekaan, tentu tuduhan itu palsu dan tidak sesuai fakta. Sehingga tidak aneh apabila akhir-akhir ini banyak tokoh di youtube yang mencoba-coba memutar balikkan sejarah NU. Keempat, menjadi pemimpin di NU memberikan kesempatan besar untuk mendapatkan fasilitas atas kebesaran nu, seperti jadi kepala desa, pimpinan parpol, menjadi bupati dan sebagainya.

Organisasi NU yang sangat menarik ini menyedot perhatian banyak pihak, baik yang senang dengan NU maupun tidak, karena sejarah telah membuktikan bahwa banyak kelompok yang berupaya untuk menghancurkan NU, taruhlah yang kelihatan nyata adalah PKI. Sehingga momen pergantian pengurus menjadi sangat krusial, karena kepengurusan ini nanti akan mengawal jalannya organisasi, kebijakan dan yang paling penting adalah mengawal Islam Ahlussunnah wal jama'ah. Rongrongan ideologi terus tak henti-hentinya menyerang bahkan di kabupaten malang menjadi salah satu wilayah yang tumbuh subur berbagai ideologi, dan mengancam bangsa dan negara. Maka dari itu ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi NU dan tidak sekedar dan selesai perebutan pengaruh di area konferensi, namun lima tahun kedepan harus dirumuskan agenda yang lebih baik dan matang serta mampu bergerak dan menggerakkan, wa ba'du.

Kebesaran NU bukan sekadar ditandai kebesaran para pemimpinnya, tetapi juga ditandai dengan besarnya dukungan warga. Dengan demikian, NU bukan hanya merupakan organisasi ulama, tetapi sekaligus merupakan organisasi umat. Mengingat kondisi semacam ini, maka sudah dengan sendirinya tugas organisasi NU selain memperkuat peran keulamaan juga untuk memperkuat masyarakat. Namun, suasana kehidupan modern yang serba terorganisasi, terkadang keduanya menjadi terpisah, bahkan para elite pengurus terkena penyakit elitisme dan formalisme berlebihan, sehingga memisahkan begitu ketat antara NU sebagai jamaah (komunitas) dan NU sebagai jam’iyah (organisasi).

Upaya menjam’iyahkan NU sering dipahami sebagai upaya menghilangkan jamaah, sehingga organisasi hanya mengurus dirinya sendiri tanpa ada kepedulian pada umat. Para elit pimpinan organisasi mendapatkan manfaat besar dari organisasi, misalnya menjadi pimpinan politik, menjadi pimpinan  berbagai komisi, menjadi bupati, gubernur hingga presiden. Tetapi seringkali tanggung jawab sosial untuk mengangkat martabat warga diabaikan. Dengan cara itu, NU telah menjadi lembaga formal yang terpisah dengan warga, karena pimpinan NU lebih banyak melayani elite politik, pengusaha dan sebagainya, sehingga mengabaikan kepedulian terhadap umat yang tidak memiliki kekuasaan dan kekayaan. Selain terjadi birokratisasi organisasi juga terjadi elitisasi pemimpin. Ini tentu bukan suasana yang sehat dan pas untuk NU.

Sejak awal, NU didirikan untuk kepentingan umat. Dalam setiap Muktamar KH Hasyim Asy’ari mengundang seluruh warga NU dan umat Islam untuk datang ke arena Muktamar, dengan harapan bisa bertemu dengan para ulama dan mendengarkan berbagai mauidhohnya. Bahkan pada tahun 1939, Kiai Abdullah Shiddiq menegaskan bahwa NU harus tetap menjadi organisasi rakyat yang sejati yang bisa hidup bersama rakyat kecil, makan, minum dan tidur bersama rakyat dalam muktamar. Dengan demikian, NU baru bisa memahami persoalan mereka sehingga NU juga bisa membantu menyelesaikan persoalan mereka.

Selama di NU, para ulama dan pimpinan NU terbiasa dengan hidup sederhana sehingga ketika Muktamar diselenggarakan di pesantren, maka Muktamar itu bisa diselenggarakan dengan penuh kesederhanaan bisa diterima dengan nyaman. Kebiasaan seminar dan hidup di hotel yang serba ada sering menggerus nilai kesahajaan yang selama ini dimiliki, sehingga  fasilitas kurang sedikit saja sudah kurang nyaman, susah sedikit sudah mengeluh. Sementara di luar sana umat hidup di bawah layak, tidur di rumah reyot, makan tidak terjamin, pakaian compang camping.

Kebiasaan memahami penderitaan umat ini yang perlu ditumbuhkan kembali agar keluh kesah tidak lagi terdengar dalam setiap kegiatan NU, karena ber NU berarti berjuang, sementara perjuangan pasti banyak kesengsaraan. Forum Muktamar NU ini memang penting untuk mengembalikan kembali fitrah Nahdliyah (jatidiri NU). Fitrah organisasi ini  memang perlu ditumbuhkan lagi, justru mulai dari hal-hal yang sangat kecil.

Gelimbang modernisme telah menyapu kultur para ulama ini, sehingga kabur dibuatnya, apalagi setelah itu dihempas lagi dengan liberalisme dengan semangat individualisme dan egoisme yang tinggi. Maka, kalau dulu kepentingan warga masyarakat yang diutamakan, maka sekarang kepentingan pribadi yang diutamakan atas nama hak. Sementara NU lebih mengutamakan pada kewajiban dan tanggung jawab sosial.  Bagaimana mengembalikan jati diri NU ini merupakan langkah penting untuk membangkitkan kembali organisasi para ulama dan kaum santri ini.

Kembali ke fitrah berarti kembali menemukan identitas pribadi organisasi, ketika identitas dan karakter telah ditemukan dan  dibangun kembali secara kolektif, maka NU akan kembali menjadi organisasi yang makin berperan di masyarakat, karena para pimpinan dan warganya memiliki sikap pengabdian yang besar, yang lebih mengutamakan kepentingan umat ketimbang kepentingan pribadi, karena memang organisasi ulama ini didirikan untuk melayani umat, sehingga tugas keumatan termasuk kebangsaan menjadi langkah utama, dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memang memiliki sikap pengabdian.

Sikap ini bisa tumbuh kalau ada sikap asketisme, sikap zuhud, sehingga setiap pemimpin tahu kepantasan kapan harus memenuhi kebutuhan pribadi dan kapan harus mentasarufkan pikiran, tenaga dan harta untuk organisasi dan bila diserahi amanah baik kekuasan, kekayaan bisa dijalankan secara jujur.

Jangan sampai organisasi hanya digunakan sebagai batu loncatan, sehingga mereka hanya beraktivitas hanya lima tahunan, sementara pada hari biasa mandek, padahal ribuan agenda yang bisa dijalankan. Tidak adanya niat untuk mengabdi dan memperbaiki NU, maka mereka bisa bertopang dagu, sementara yang lain telah bekerja keras menyelamatkan dan mengembangkan organisasi yang dirintis para ulama yang hendak mengabdi.

Selamat berkonferensi di PCNU Kab Malang yang ke XIX tahun 2021, semoga akan menghasilkan pemimpin yang bekerja dan berkontribusi bagi kemajuan NU, dan menjadi penopang cita-cita besar NU: Menuju Satu Abad NU: Membangun Kemandirian Warga untuk Perdamaian Dunia.

 

*) Penulis M. Yusuf Azwar Anas, adalah Wakil Sekretaris PCNU Kab Malang, Ketua Tim Pengkaderan PCNU Kab. Malang dan Dekan FEB Univ. Islam Raden Rahmat Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES