Hukum dan Kriminal

KPK RI: Ada Bupati Ditangkap, Tapi Anehnya Istri dan Anaknya Mencalonkan Diri Tetap Terpilih

Jumat, 26 November 2021 - 16:48 | 54.53k
Gedung KPK RI di Jakarta. (FOTO: Moh Ramli/TIMES Indonesia)
Gedung KPK RI di Jakarta. (FOTO: Moh Ramli/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) Nurul Ghufron bersatu memerangi korupsi. Menurutnya, saat ini kejahatan luar biasa ini masih terus terjadi di Indonesia.

“Kita harus bersatu untuk di jalan Allah, di jalan Allah saat ini apa? Saat ini adalah resolusi melawan korupsi karena koruptor sudah ditangkap oleh KPK seratus kemudian dua ratus orang bahkan satu ribu tapi yang mau menggantikan dan menduduki posisi yang sama malah berjuta-juta orang dengan itikad dan motivasi yang sama dengan yang ditangkap,” katanya di acara Studium Generale di Indonesia di Auditorium Uninus, Bandung dikutip dari laman resmi KPK RI Jumat (26/11/2021).

Ghufron mencontohkan, tentang kasus yang pernah ditangani KPK RI di Jawa Barat. Ada daerah yang pemimpinnya hat-trick atau tiga kali berturut-turut ditangkap oleh lembaga antirasuah itu.

Mulai dari bupatinya, kemudian pengganti bupati dan pengganti berikutnya. Ada pula kisah penangkapan di mana bupatinya tertangkap, tapi anehnya lanjut dia, ketika istri dan anaknya mencalonkan diri, tetap terpilih.

“Itu menunjukkan proses demokrasi yang diharapkan memilih para kader terbaik bangsa untuk memimpin wilayahnya masing-masing tapi yang terjadi ialah yang terpilih yang berduit, tak berduit tak dipilih. Maknanya bukan hanya mereka yang menjadi ‘pasien’ KPK yang ‘sakit’, tapi yang memilih karena dasar duit juga ‘sakit’,” jelasnya.

Padahal, kata dia, ada mekanisme untuk mencegah korupsi. Dalam sistem Indonesia tidak memperbolehkannya otoritarian sehingga ada presiden, ada DPR, ada BPK, ada MA. Di daerah ada bupati, ada DPRD. Sistem itu bertujuan agar dalam menentukan kebijakan harus melalui perencanaan secara besama.

Kemudian melalui check and balance penyelenggaraan pemerintahan harus transparan, partisipatif, agar dalam membuat UU masyarakat bisa memberi masukan.

“Ini pun tidak cukup. Oleh karena itu, KPK RI saat ini melaksanakan pendidikan untuk masyarakat. Kalau penindakan agar pelakunya jera, masyarakat yang tahu, menjadi takut, tapi ternyata tidak takut. Dibuat sistem, harapannya dulu korupsinya sendiri, sekarang malah berjemaah,” ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES