Ekonomi

Upah di Kota Banjar Masih Rendah, SPSB: Pemkot Harus Berikan Solusi

Kamis, 25 November 2021 - 20:18 | 34.98k
Irwan Herwanto, Ketua SPSB Kota Banjar. (Foto: Susi/ TIMES Indonesia)
Irwan Herwanto, Ketua SPSB Kota Banjar. (Foto: Susi/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANJAR – Upah Minimum Provinsi (UMP) telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan kenaikan hanya sebesar 1,72 persen atau setara Rp31.135 yang selanjutnya akan ditetapkan untuk Upah Minimum Kota/ Kabupaten (UMK) di Provinsi Jawa Barat.

Bagi buruh di Kota Banjar yang beberapa tahun ini menyandang gelar Upah Terendah di Provinsi Jawa Barat, diketahui UMK Kota Banjar untuk tahun 2022 yang diusulkan ke Pemprov Jabar hanya naik 1,10 persen atau sebesar Rp20.419.

Sehingga, upah yang diusulkan dari UMK tahun 2021 Rp1.831.884 menjadi Rp1.852.099 pada tahun 2022. Hal ini jelas akan merugikan bagi buruh dan ancaman upah rendah masih terus menghantui buruh.

Dikatakan Irwan Herwanto, Ketua Serikat Pekerja Sinar Baru Kota Banjar bahwa asal muasal dari sengkarut kenaikan upah dimasa pemerintahan saat ini diakibatkan rumusan upah yang diterapkan sangatlah tidak berpihak terhadap kaum buruh.

Adanya PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai peraturan baru yang merupakan salah satu produk dari UU Cipta Kerja (Omnibus Law) mengakibatkan tidak dijadikannya patokan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) serta hilangnya fungsi Dewan Pengupahan dalam menghitung kenaikan upah.

"Jika kita lihat dalam satu atau beberapa tahun kebelakang tentang pendapatan buruh termasuk di Kota Banjar untuk belanja hidup dalam situasi pandemi, tentu begitu memprihatinkan," ujarnya, Kamis (25/11/2021). 

Pertama, pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja membagikan dana batuan bagi buruh, yang ditransfer langsung ke rekening. Ini artinya pemerintah sadar bahwa upah yang diterima buruh masih kurang untuk membiayai hidup;

Kedua, pemerintah banyak membagikan bantuan tunai dan juga barang kebutuhan pokok bagi masyarakat, dan kebanyakan itu masih dalam lingkaran keluarga besar buruh. Artinya pemerintah sadar bahwa upah buruh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga besarnya, maka bantuan tunai maupun barang dibagikan untuk masyarakat yang membutuhkan;

Ketiga, perekonomian yang tumbuh akan sangat terbantu jika upah buruh naik. Kenapa kenaikan upah yang tinggi dapat membantu pertumbuhan ekonomi? Jika kaum buruh upahnya tinggi maka belanjanya akan semakin banyak, artinya uang belanja keluarga buruh naik sehingga akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi;

"Maka dari itu, dengan kenaikan upah yang begitu rendah tentu hanya akan berakibat terhadap pertumbuhan ekonomi yang semakin terpuruk, sebaliknya kenaikan upah tinggi akan membantu pertumbuhan ekonomi lekas pulih dari keterpurukan," ujarnya.

Kesejahteraan Buruh Tanggungjawab Pemkot Banjar

Irwan menyerukan bahwa Upah adalah urat nadi bagi penghidupan masyarakat terutama buruh dan rakyat kecil, ketika upah buruh dikebiri dengan upah yang begitu rendah serta kenaikan yang sangat minim maka dampak terparah pada rakyat kecil mengakibatkan daya beli/jual melemah sehingga sistem ekonomi pun akan terpengaruhi.

"Namun kenapa pemerintah seolah menutup mata atas kondisi ini?" tanyanya.

Permasalahan terkait Upah di Kota Banjar yang masih menumpuk, disoroti Irwan  menunjukan bahwa kinerja yang buruk dilakukan oleh pemerintah kota.

Gelar Upah Terendah di Jawa Barat bagi Kota Banjar hingga saat ini yang tidak mampu diselesaikan oleh pemerintah kota membuktikan kegagalan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

"Maka dari itu pemerintah kota wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan buruh di Kota Banjar, mengingat selain UMK yang rendah masih banyak permasalahan upah yang lainnya," tandasnya.

Perlu diketahui selain UMK yang rendah, masih banyak permasalahan lainnya mengenai Upah di Kota Banjar. Salah satunya UMK yang merupakan Upah Minimum yang seharusnya hanya berlaku bagi pekerja lajang dengan masa kerja di bawah 1 tahun, sementara pekerja yang telah berkeluarga dan kerja di atas satu tahun harus mendapat upah lebih tinggi berdasarkan struktur skala upah. Namun faktanya masih banyak perusahaan di Kota Banjar yang menerapkan Upah bagi seluruh pekerja yang hanya pas bahkan kurang dari UMK.

Selain itu, upah bagi pekerja yang diliburkan atau dirumahkan yang sering bermasalah, kemudian upah bagi pekerja yang sakit dan pekerja yang melaksanakan cuti termasuk cuti haid dan cuti hamil bagi pekerja perempuan juga banyak yang tidak dibayarkan perusahaan, serta banyak lagi permasalahan lainnya.

"Seharusnya pemerintah kota dalam hal ini Walikota Banjar yang juga sebagai Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Kota Banjar termasuk didalamnya Dewan Pengupahan Kota yang diketuai oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Banjar agar bertindak lebih serius dalam menangani masalah Upah buruh Kota Banjar" sebutnya.

Irwan berharap pihak terkait tidak hanya beralasan bahwa permasalahan- permasalahan tersebut menjadi kewenangan pusat maupun provinsi.

Namun melalui kewenangannya di daerah, pemerintah kota seharusnya bisa memberikan solusi bagi kesejahteraan masyarakat dengan mengeluarkan kebijakan khususnya terkait kesejahteraan dan perlindungan terhadap buruh termasuk mengenai upah.

"Selanjutnya, bagi buruh di Kota Banjar agar tidak mudah pasrah terhadap kenyataan tersebut. Diam hanya akan memperburuk keadaan, kita semua kaum buruh harus bahu-membahu dan berjuang bersama demi terciptanya kerja layak, upah layak dan hidup layak," katanya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES