Pemerintahan

Penanganan ODHA di Kota Banjar Terkendala Anggaran

Rabu, 24 November 2021 - 23:48 | 30.45k
Suasana rapat pembahasan penanganan ODHA di Kota Banjar (Foto: Susi/TIMES Indonesia)
Suasana rapat pembahasan penanganan ODHA di Kota Banjar (Foto: Susi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANJAR – Dalam rangka Evaluasi Program KPA Kota Banjar, Ketua Harian Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kota Banjar, H Nana Suryana menyebutkan bahwa penanganan HIV/AIDS berdasarkan dari hasil evaluasi pada tahun ini banyak mengalami kendala terutama masalah anggaran.

Dari anggaran awal yang dialokasikan untuk penanganan diusulkan Rp200 juta namun hanya direalisasikan sebesar Rp50 juta sehingga upaya penanganan tidak maksimal.

Nana mengatakan, kurang berimbangnya antara perencanaan dan  penganggaran menjadi salah satu kendala dalam Penanganan selama tahun 2021.

 "Kami akan membuat rencana penanganan lebih komprehensif. Mengkolaborasikan upaya penanganan tersebut dengan instansi yang lain seperti pemerintah desa," ungkapnya kepada TIMES Indonesia, Rabu (24/11/2021).

Menurutnya, baik itu dari sisi anggaran maupun pelaksanaan, upaya penanganan berupa edukasi atau tindakan preventif harus diagendakan di kalangan pelajar dan masyarakat.

ODHA bPenanganan ODHA di Kota Banjar terkendala minimnya anggaran (foto:Susi/TIMES Indonesia)

“Ke depannya akan ditangani secara serius dan komprehensif," ujarnya.

Apalagi saat ini ODHA sudah menyasar usia produktif bahkan menyasar kalangan pelajar.

 "Kami juga perlu dukungan anggaran agar penanganan berjalan maksimal,” tegasnya.

Sementara terkait keluhan biaya pemeriksaan CD4 yang disampaikan, pemerintah Kota Banjar akan mengkomunikasikan hal tersebut dengan pihak BPJS Kesehatan dan berkolaborasi dengan pemerintah desa agar mengalokasian anggaran untuk membantu penanganan warganya. 

 "Terutama yang terkendala anggaran ketika dari Dinkes maupun KPA tidak bisa mengcover," sebutnya.

Sementara keluhan reagen yang kadaluarsa akan menjadi kendala ketika dilakukan pemeriksaan HIV/Aids sehingga pihaknya akan mengupayakan ketersediaan reagen tersebut ke provinsi melalui Dinas Kesehatan sebagai leading sektornya.

“Reagen kedaluwarsa itu untuk pemeriksaan awal untuk mengetahui ada atau tidaknya virus. Bukan untuk pemeriksaan positif dan tidaknya HIV/Aids. Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan,” jelasnya.

Jumlah ODHA sendiri pada tahun ini terjadi peningkatan tapi tidak terlalu signifikan.
ODHA di Kota Banjar ada 60 orang namun yang menjalani pengobatan hanya sekitar 36 orang dan sisanya tidak berobat. 

 “Masalahnya, selain kendala biaya mereka juga merasa malu. Nantinya kami cek lagi di lapangan. Kalau masalahnya biaya bisa sedikit dibantu karena bisa saja menimbulkan kerawanan sosial,” katanya.
 
Disisi lain, Pengurus program Komisi Penanggulangan Aids (KPA) mengeluhkan fasilitas alat kontrasepsi dan biaya pemeriksaan tes CD4 atau tes darah untuk orang dengan HIV/Aids (ODHA) di Kota Banjar, Jawa Barat.

Salah satu anggota pendamping program penanganan HIV/Aids (KPA) Kota Banjar Rika Setiawati saat rapat evaluasi penanggulangan kasus HIV/Aids di ruang rapat Gunung Sangkur Setda Banjar, mengungkapkan, langkanya ‘pengaman’ tersebut terjadi sejak dua tahun yang lalu.

Rika mengaku khawatir akan terjadinya penambahan kasus karena banyak pasangan  yang tidak menggunakan pengaman saat berhubungan.

 "Perlu solusi untuk biaya pemeriksaan CD4 bagi ODHA yang akan berobat. Karena selama ini banyak ODHA yang merasa keberatan untuk biaya pemeriksaan tersebut," paparnya.

Bahkan, lanjutnya, untuk membantu pemeriksaan tes CD4 tersebut ia bersama teman-teman komunitas sering mengadakan patungan untuk membantu biaya tes darah bagi ODHA.

“Untuk pemeriksaan CD4 harganya Rp282 ribu. Kadang kami patungan buat pemeriksaan. Kalau sekali dua kali sih ya tak begitu membebani tapi kalau lebih dari itu ya cukup merepotkan,” keluhnya.

Untuk itu, penggiat KPA ini meminta agar ada solusi dari pemerintah supaya biaya pemeriksaan tersebut bisa dicover oleh BPJS Kesehatan serta mengupayakan ketersediaan reagen untuk tes pemeriksaan.

Sejauh ini, pihaknya juga memberikan apresiasi kepada desa yang mau mengalokasikan anggaran untuk membantu penanganan HIV/Aids.

“Kami juga terima kasih sudah ada desa yang mau mengalokasikan anggaran. Sejauh ini baru dua desa yang menganggarkan HIV sampai perawatan,” terangnya.


“Ke depan akan ditangani secara serius dan komprehensif. Apalagi sekarang sudah menyasar usia produktif bahkan menyasar kalangan pelajar. Kami juga perlu dukungan anggaran agar penanganan berjalan maksimal,” ujar Nana.

Lebih lanjut ia mengatakan, terkait keluhan biaya pemeriksaan CD4 yang disampaikan, pemerintah Kota Banjar akan mengkomunikasikan hal itu dengan pihak BPJS Kesehatan.

Kemudian juga berkolaborasi dengan pemerintah desa agar mengalokasian anggaran untuk membantu penanganan warganya. Terutama yang terkendala anggaran ketika dari Dinkes maupun KPA tidak bisa mengcover.

Selain itu, untuk reagen yang kedaluwarsa sehingga menjadi kendala ketika akan dilakukan pemeriksaan HIV/Aids, pihaknya akan mengupayakan ketersediaan reagen tersebut ke provinsi melalui Dinas Kesehatan sebagai leading sektor.

“Yang reagen kadaluarsa itu untuk pemeriksaan awal ada tidaknya virus. Bukan untuk pemeriksaan positif dan tidaknya HIV/Aids. Kami akan berkoordinasi dengan dengan Dinas Kesehatan,” jelasnya.

Ia menambahkan, untuk jumlah ODHA sendiri pada tahun ini terjadi peningkatan tapi tidak terlalu signifikan.

Jumlah ODHA di Kota Banjar ada 60 orang namun yang menjalani pengobatan hanya sekitar 36 orang dan sisanya tidak berobat. 

“Kendalanya ada yang karena malu ada juga yang terkendala biaya. Nanti dicek lagi di lapangan. Kalau masalahnya biaya bisa dibantu karena bisa saja menimbulkan kerawanan sosial,” katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES