Hukum dan Kriminal

Soal Kasus Pencabulan dan Perundungan Siswa SD di Malang, Komnas PA Angkat Bicara

Rabu, 24 November 2021 - 16:47 | 30.73k
Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait. (Foto: Dok. Pribadi Arist Merdeka Sirait/TIMES Indonesia)
Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait. (Foto: Dok. Pribadi Arist Merdeka Sirait/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) angkat bicara soal kasus pencabulan dan perundungan terhadap siswi SD (Sekolah Dasar) di Kota Malang.

Ketua Komans PA, Arist Merdeka Sirait merasa miris. Sebab, 7 orang yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Malang Kota, seluruhnya merupakan anak dibawah umur, atau dikisaran 18 tahun ke bawah.

"Oleh karena itu, sangat berhati-hati pendekatannya, karena memang ancamannya kalau kejahatan seksual itu dalam UU perlindungan anak kan minimal 5 tahun maksimal 15 tahun. Tapi, karena pelaku masih anak-anak, dia tidak boleh dihukum lebih dari 10 tahun. Itulah UU 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak," ujar Arist saat dihubungi TIMES INDONESIA, Rabu (24/11/2021).

Dengan ini, meski telah ditetapkan tersangka, Komnas PA mendorong Polresta Malang Kota untuk menetapkan hukuman tersangka sesuai sistem peradilan pidana anak.

"Kalau secara umum kan bisa dikebiri, hukuman seumur hidup atau hukuman mati (kejahatan seksual), itu ada di aturan UU 17 tahun 2016. Tapi karena ini pelakunya anak dan korban anak, maka penyelesaian hukum pidananya menggunakan UU 11 tahun 2012. Tidak lebih 10 tahan dan gak boleh seumur hidup," ungkapnya.

Perlu diketahui, Polresta Malang Kota sendiri telah menetapkan 1 tersangka pencabulan dan 6 tersangka pengeroyokan terhadap siswi SD yang telah dikategorikan perannya masing-masing.

Dengan adanya kasus ini, yang dimana korban maupun ke tujuh tersangka masih berada di bawah umur, secara tegas Arist menyebutkan bahwa ini merupakan kegagalan dalam proses pendidikan karakter.

"Ini merupakan kegagalan proses pendidikan karakter. Orang tua (atau yang mengasuh) yang harus disalahkan, bukan anaknya. Mirisnya, diantara tujuh tersangka, hasil konfirmasi kita ada yang berusia 13 tahun," tegasnya.

Arist memberikan solusi, seharusnya pemerintah harus bisa hadir dalam melakukan pengawasan, mulai dari panti asuhan, pesantren, lingkungan sekolah hingga perumahan terbuka untuk bisa lebih membangun kesadaran masyarakat tentang perlindungan anak berbasis keluarga dan komunitas.

"Orang tua juga harus mengawasi secara ketat, karena kasus ini pola pengaturannya yang salah. Kalau di rumah sudah ada interaksi bersahabat dan baik, anak-anak itu setidaknya bisa mengetahui cara untuk menghindari kejadian ini," tuturnya.

Di sisi lain, tak hanya angkat bicara, Komnas PA juga telah menurunkan sekitar 6 orang untuk melakukan pendampingan hukum dan teraphy psikososial terhadap korban yang memang masih berusia 13 tahun atau duduk di kelas 6 SD.

Dari pendampingan tersebut, hasil laporan yang diterima Arist, korban memang mengalami trauma atas perlakuan yang diterima, yakni menjadi korban pencabulan (kekerasan seksual) dan perundungan. "Update posisi korban saat ini sedang dalam keadaan trauma. Maka perwakilan Komnas PA di Malang menemui korban dan melakukan pendampingan. Proses hukum, tentu mengedepankan diversi dengan melibatkan orang tua masing-masing, karena ini kegagalan orang tua," pungkasnya.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES