Pemerintahan

Berangus Semangat dan Agenda Reformasi, F-PKS Tolak RUU HKPD

Rabu, 24 November 2021 - 15:05 | 32.24k
Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam bersama Anis Byarwati tengah menyampaikan pandangan fraksinya terkait dengan pembahasan RUU HKPD - FOTO: Sumitro/ TIMES Indonesia
Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam bersama Anis Byarwati tengah menyampaikan pandangan fraksinya terkait dengan pembahasan RUU HKPD - FOTO: Sumitro/ TIMES Indonesia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) secara tegas menyampaikan penolakannya terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD).

Dari 16 catatan yang disampaikan sehari sebelumnya, FPKS menegaskan kembali 11 alasan kenapa menolak RUU HKPD.

"Hasil pembahasan RUU HKPD belum sepenuhnya memenuhi amanat UUD 1945," tegas Juru Bicara FPKS di Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati dalam konferensi pers di Ruang Rapat FPKS, Gedung DPR RI, Senayan, Rabu 24 November 2021. 

Anis menyebutkan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945 dimana 'hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang'.

Catatan kedua, FPKS menolak RUU HKPD karena memperkuat arah resentralisasi dan mereduksi semangat desentralisasi. Salah satunya disebutkan dalam Pasal 169 RUU HKPB bahwa Pemerintah Pusat dapat mengendalikan APBD dalam tiga kondisi. Hal itu menyebabkan daerah tidak bebas dalam mengelola fiskalnya sehingga hilang semangat reformasi, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. 

Catatan ketiga, FPKS menegaskan konsistensinya memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satunya keberpihakan tehadap pembebasan pajak kendaraan bermotor untuk roda dua dengan CC kecil atau dibawah 155 CC. Padahal, kendaraan tersebut masyoritas dimiliki masyarakat bawah untuk mendukung dalam mencari nafkah. Ia membandingkan insentif pembebasan pajak pembelian roda empat yang sedang diobral pemerintah dan insetif pajak korporasi. 

"Anggaran TKDD sebagai konsekuensi desentralisasi fiskal terus meningkat, namun belum diikuti dengan peningkatan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang signifikan," tegas Anis secara catatan keempat yang mendorong penyempurnaan hubungan Pusat dan Daerah. 

Wakil Ketua FPKS Ecky Awal Mucharam menambahkan catatan kelima berkaitan dengan indikator ketimpangan yang tidak diakomodir dalam formula Dana Alokasi Umum (DAU). Disebutkan bahwa RUU HKPD tidak meyakinkan untuk mengurangi ketimpangan wilayah. 

Catatan keenam, FPKS menolak hasil pembahasan RUU HKPD karena berpotensi meningkatkan risiko utang negara dengan dibukanya peluang peningkatan utang daerah. Ketujuh, FPKS menolak karena RUU HKPD belum menjawab masalah besar terkait dengan kesenjangan kemandirian fiskal daerah. Delapan, FPKS menolak RUU HKPD karena mengurangi kewenangan daerah sebagai salah satu amanay penting dalam otonomi daerah. 

"Sembilan, Fraksi PKS menolak RUU HKPD karena tidak memberikan jaminan terhadap arah peningkatan kualitas belanja pemerintah daerah," kata Ecky. 

Catatan kesepuluh, F-PKS menungkapkan dampak signifikan RUU HKPD terhadap beban fiskal ke depan jika disahkan menjadi Undang-Undang. Sebab akan membuka ruang munculnya daerah-daerah pemekaran baru. 

Terakhir, F-PKS menyoroti mekanisme top down dalam perencanaan program daerah yang menjadi salah satu indikator sentralisasi. Kata Ecky, pada Pasal 131 RUU HKPD sangat jelas tergambar masih tingginya intervensi Pemerintah Pusat dalam proses perencanaan dan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK).(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES