Ekonomi

Dari Limbah Pohon Siwalan, Palmyra Fiber dari Lamongan Diminati Jepang

Rabu, 24 November 2021 - 14:22 | 101.28k
Blongkang pohon siwalan yang sudah dijadikan produk olahan palmyra fiber milik Eko Zuliansyah warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (FOTO: Moch. Nuril Huda/TIMES Indonesia)
Blongkang pohon siwalan yang sudah dijadikan produk olahan palmyra fiber milik Eko Zuliansyah warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (FOTO: Moch. Nuril Huda/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Tak hanya limbah serat kelapa yang disulap Eko Zuliansyah menjadi produk unggulan sebagai komoditi ekspor, tapi juga blongkang pohon siwalan. Ia mengolahnya menjadi palmyra fiber (bahan serat bermutu tinggi) yang banyak dibutuhkan negara lain, khususnya Jepang.

Palmyra fiber selama ini adanya di India. Namun warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur ini akhirnya berhasil mengolah borassus flabelifer (blongkang pohon siwalan) pertama kali dan satu-satunya di Indonesia.

"Ke negara Jepang, palmyra fiber kita jual dengan harga mencapai 4,8 sampai 5,2 US dollar per kg. Selain untuk sapu palmyra atau ijuk myra. Mereka juga memanufakturing palmyra fiber tersebut untuk diekspor ke negara Eropa sebagai campuran beton," ujar Eko, Rabu (24/11/2021).   

Eko-Zuliansyah.jpg

Proses pengolahan limbah blongkang pohon siwalan menjadi Palmyra Fiber, Eko menjelaskan, terlebih dulu blongkang direndam selama beberapa hari agar lebih lunak.

"Kemudian dipres dan disortir seratnya dengan panjang sesuai permintaan pemesan. Yang terakhir adalah tahap pembersihan dan pengeringan," katanya.  

Namun demikian, Eko mengaku, mengalami kendala dalam tahap proses pengepresan karena biaya untuk sewa genset perhari mencapai Rp. 250 ribu plus solar Rp. 100 ribu.

"Kendala ini, kita sudah konsultasi dengan pihak PLN Babat.  Karena usaha kita dianggap bukan musiman maka tidak boleh menggunakan token harus pasca bayar," katanya.

Ke depan, Eko berharap, pelaku industri Indonesia mau bergerak di komoditi ekspor ini. Karena, kata Eko, khususnya Lamongan kaya akan sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri di negara lain.

"Limbah blongkang pohon siwalan banyak dijumpai di Lamongan ini harus dimanfaatkan. Palmyra fiber ini kan, satu-satunya di Indonesia. Saya ingin hal ini bisa di HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)-kan," tutur Eko.

Sementara itu, Koordinator Pengabdian Masyarakat Litbangpenmas Unisla Abid Muhtarom mengatakan, perkembangan ekonomi sektor UMKM semakin menggeliat. Namun, menurutnya, hanya sebagian kecil yang dapat tembus nilai ekspor.

"Beruntung salah satu UMKM Lamongan dapat tumbuh di bidang ekspor. Bukan menjadi kebanggaan saja, namun juga masalah karena banyaknya produk yang dijual masih berupa produk olahan sederhana. Sehinggga nilai ekonomisnya masih kecil," kata Abid.  

Abid mengharapkan, inovasi produk seperti yang dikerjakan Eko Zuliansyah dapat menjadi komoditi ekspor dengan harga lebih tinggi. Tapi, menurutnya, harus adanya peningkatan produk olahannya.

"Sehingga ke depan akan bisa menyerap tenaga kerja bisa lebih besar lagi. Keinginan Eko Zuliansyah atas produk olahan berupa palmyra fiber di HAKI-kan, kami siap membantu," ucap Abid. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES