Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Negeri Pasca Era Gampang Mati

Rabu, 24 November 2021 - 10:49 | 43.33k
Abdul Wahid, Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis Buku.
Abdul Wahid, Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis Buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – “Caelum non animum mutant qui trans mare currunt”

Pesan Horatius itu bermakna “siapa yang menyeberangi laut dapat mengubah langit.” Masalahnya, bagaimana bisa mengubah langit jika sebelum sampai tujuan, atau masih di tengah lautan, ternyata tenggelam, atau pada saat kereta tergling sebelum sampai stasiun,  pesawat terjatuh dan tenggelam di laut, atau transportasi jenis apapun yang mengakibatkan penumpangnya  mati  secara mengenaskan.

Era “penumpang” gampang mati setelah penanganan pandemic Covid-19 dinyatakan mencapai ranah menggembirakan yang secara khusus berkaitan dengan negara sebagai transportasinya. Negara memang tampak berusaha berperang mengatasi Covid-19, ssehingga membuat angka kematian menurun drastis.

Semula akibat pandemic Covid-19, negara ini banyak mendapatkan sorotan tajam sebagai negara yang rentan membiarkan atau memudahkan rakyatnya meninggal dunia. Rakyat seperti diposisikan sebagai warga negara yang “berhak meninggal” kapan saja dan oleh sebab apapun, termasuk oleh Covid-19.  

Pasca gampang mati akibat Covid-19, Pesan Horatius itu tetap patut diajukan sebagai kritik, pasalnya di negeri ini, rakyat masih rentan gampang mati. Banyak transportasi publik misalnya  yang sudah pernah membuat konsumen gampang mati. Mari kita belajar pada musibah kapal Zahro Exspres. Kapal wisata yang terbakar di tengah laut yang mengakibatkan puluhan orang meniggal dunia.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ironis adalah kata yang tepat ditujukan pada musibah tersebut. Alat tranportasi yang seharusnya menyenangkan dan melindungi, karena diperuntukkan sebagai transportasi wisata, justru membuat penumpangnya terbakar dan meninggal dunia.

Terlepas  realitas kebenaran penyebab terbakartnya Zahro Ekspress, namun belajar dari pengalaman kecelakaan transportasi baik yang mengggunakan pesawat, kereta, bus, maupun kapal dan lainnya selama ini, terdapat “pelajaran” (peringatan) bahwa mati di negeri ini sangat gampang.

Pesan Horatius di atas sejatinya sebagai ajakan pada setiap orang supaya hidup ini dimanfaatkan nntuk mewujudkan kinerja tanpa surut langkah meski tantangan yang dihadapinya tergolong serius.

Seseorang bisa meraih kesuksesan, dan bukan kegagalan dalam menjalankan “amanat”, bilamana dijalankan secara profesionalitas dan berintegritas, tidak menyembunyikan yang cacat dan berbagai kondisi yang potensial merugikan (merampas) hak-hak orang lain.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dalam paradigma Horatius itu, sekelompok orang yang dipercaya mengelola atau menjalankan aktifitas usaha (bisnis), tidak akan kesulitan mempeoleh keuntungan sesuai yang diinginkan dengan syarat aktifitas yang dijalankannya merupakan perwujudan ide-idenya yang mempertimbangkan prnssip “pemanusiaan” atau pemartabatan hak-hak orang lain.

Zahro Ekspress menjadi representasi sampel dari korporasi transportasi yang mendestruksi atau bahkan “mempredatori” hak keselamatan dan keberlanjutan hidup orang lain.

Meski mulai mencuat alasan sesuai dengan temuan awal bahwa terjadinya kebakaran kapal Zahro Ekspress adalah akibat konsleting listrik, namun dengan temuan ini justru mengindikasikan, bahwa ada yang tidak beres dalam manajemen perawatan kapal. Kalau manajemennya baik, tentulah factor ini bisa diprevensi.

Seringnya terjadi kecelakaan atau terbunuhnya manusia di negeri ini, salah satu factor utamanya adalah rendahnya manajemen perawatan alat transportasinya. Fahri yang melakukan riset media terhadap actor kecelakaan transportasi membenarkan, bahwa manajemen perawatan ditempatkan sebaga “akar kriminogen utama” yang menyebabkan banyaknya manusia Indonesia kehilangan hak kesehatan dan keselamatan hidupnya. Atas konklusi ini, menunjukkan bahwa rendahny manajemen perawatan Zahro Ekspress telah mengakibatkan petaka kemanusiaan yang mengerikn.

Logis,jika muncul kembali pertanyaan klasik, mengapa nyawa manusia atau konsumen gampang melayang saat memanfaatkan jasa transportasi? apakah selama ini tidak ada uji kelayakan terhadap sarana transportasi? tidak adakah badan pengawas atau pengevaluasi yang betul-betul menunjukkan kinerjanya dalam mengawasi atau mempertnggungjawakan kinerja korporasi korporasi transportasi?

Beberapa alat trnasportasi darat maupun laut menjadi “instrumen” pembunuh yang benar-benar mematikan, yang tidak kalah dibandingkan para teroris, sehingga ada kesan kuat yang mengindikasikan kalau jasa transportasi kita masihlah menjadi “mesin pembunuh” yang mengerikan.

Konsumen di bidang trannsportasi, secara yuridis memang mempunyai sejumlah hak, diantaranya hak keelamatan selama menjadi konsumen. Norma yuridis dibuat oleh negara   dengan maksud supaya konsumen mempunyai kedaulatan, yang kedaulatannya ini dilindungi oleh setiap pemilik badan usaha (korporasi).

Setiap pemilik korporasi diikat oleh norma itu supaya dalam bisnis transportasi yang dijualnya kepada konsumen dapat menjalankan kewajiban dengan benar dan bertanggungjawab, diantaranya kewajiban  memenuhi hak-hak asasinya secara maksimal dan humanistik.

Dalam ranah itulah, “negara” memang sudah ada. Peran negara dalam membentuk norma sudah dijalankannya. Masing-masing pihak, baik prodosen maupun konsumen, sama-sama bisa menjalankan perannya sesuai yang ditentukan oleh negara.

Peran di ranah das sollen itu memang sudah ditunjukkan oleh Negara, namun di ranah das sein, negara tidak jarang mengalami kegagalan atau kalah piawai dibandingkan dengan kalangan pemilik modal atau korporasi transportasi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Korporasi yang mengejar keuntungan semata merupakan jenis korporasi yang bisa dipastikan mengabaikan hak-hak konsumen, pasalnya dengan cara mengabaikan hak-hak konsumen ini, mereka bisa meraih keuntungan besar.

Keuntungan ekonomi yang dinomorsatukan itu akhirnya menjadi akar kriminogen terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak konsumen. Salah satu hak konsumen yang dilanggarnya adalah hak keselamatan dan keberlanjutan hidupnya.

Demikian seringnya kasus kecelakaan transportasi merupakan bukti, bahwa negara dipermainkan oleh korporasi atau siapapun yang bertanggungjawab dan mengambil keuntungan dari korporasi itu.

Tidak selayaknya negara dipermainkan oleh logika bisnis atau kompetisi liberal  yang dilaksanakan oleh korporasi. Logika kepentingan atas hak (hidup) konsumen haruslah yang jauh lebih istimewa. Korporasi transportasi memang berhak mengejar keuntungan, tetapi keuntungan yang dikejarnya ini tidak boleh mengabaikan dan mengeliminasi  hak hidup konsumen. Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa perlindungan konsumen bertujuan mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Oleh: Abdul Wahid, Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis Buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES